NASIONAL
Direstui Filipina Masuk, DPR Minta TNI Bikin Jera Abu Sayyaf
"Agar tidak ada lagi WNI yang menjadi sasaran penyanderaan,"
Selasa, 28 Juni 2016 | 15:32 WIB
Ilustrasi/Prajurit TNI (ANTARA FOTO/Edy)
VIVA.co.id –
Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat, Supiadin, mengapresiasi
keputusan Filipina, yang memberikan izin agar Indonesia bisa masuk
mengejar dan menyelamatkan sandera yang dilakukan kelompok bersenjata
Abu Sayyaf. Dia berharap, dengan izin itu, TNI bisa dapat memberikan
tindakan agar kelompok Abu Sayyaf tidak lagi berulah di perairan
perbatasan kedua negara.
"Agar sandera bisa bebas sekaligus memberi efek kejut kepada perompak. Agar WNI tidak kembali menjadi sasaran penyanderaan," kata Supiadin di DPR, Selasa, 28 Juni 2016. (Baca: Filipina Izinkan Indonesia Masuk Wilayahnya Bebaskan Sandera)
Supiadin menengarai, jika beberapa waktu ini masih adanya warga negara Indonesia yang dibajak dan disandera oleh kelompok bersenjata di Filipina, itu lantaran diduga perusahaan menyanggupi permintaan tebusan sandera. "(Mungkin) Kalau TNI sudah diberi izin masuk, saya rasa cara-cara seperti itu tak perlu dilakukan lagi," ujar Supiadin.
Sebelumnya, pemerintah Filipina diketahui sudah mengizinkan Indonesia untuk terlibat dalam proses pembebasan sandera kelompok bersenjata Abu Sayyaf di kawasan selatan negara itu. Hal itu menjadi hasil pertemuan antara Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu dengan Menteri Pertahanan Philipina, Gazmin T. Voltaire.
Dalam pertemuan itu, ungkap Ryamizard, RI dan Filipina menggunakan dasar perjanjian bilateral RI-Filipina pada tahun 1975, yang menyatakan bahwa Indonesia bisa melakukan pengejaran terhadap kelompok dan perompak melintasi perbatasan, bahkan hingga ke daratan tempat mereka melarikan diri di kawasan Filipina.
"Mereka setuju ya. Memang sudah ada dasar hukumnya tahun 1975 itu. Kemudian persaudaraan ASEAN," kata Ryamizard di kantor Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Jalan Medan Merdeka Barat 15 Jakarta Pusat, Selasa, 28 Juni 2016.
(ren)
"Agar sandera bisa bebas sekaligus memberi efek kejut kepada perompak. Agar WNI tidak kembali menjadi sasaran penyanderaan," kata Supiadin di DPR, Selasa, 28 Juni 2016. (Baca: Filipina Izinkan Indonesia Masuk Wilayahnya Bebaskan Sandera)
Supiadin menengarai, jika beberapa waktu ini masih adanya warga negara Indonesia yang dibajak dan disandera oleh kelompok bersenjata di Filipina, itu lantaran diduga perusahaan menyanggupi permintaan tebusan sandera. "(Mungkin) Kalau TNI sudah diberi izin masuk, saya rasa cara-cara seperti itu tak perlu dilakukan lagi," ujar Supiadin.
Sebelumnya, pemerintah Filipina diketahui sudah mengizinkan Indonesia untuk terlibat dalam proses pembebasan sandera kelompok bersenjata Abu Sayyaf di kawasan selatan negara itu. Hal itu menjadi hasil pertemuan antara Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu dengan Menteri Pertahanan Philipina, Gazmin T. Voltaire.
Dalam pertemuan itu, ungkap Ryamizard, RI dan Filipina menggunakan dasar perjanjian bilateral RI-Filipina pada tahun 1975, yang menyatakan bahwa Indonesia bisa melakukan pengejaran terhadap kelompok dan perompak melintasi perbatasan, bahkan hingga ke daratan tempat mereka melarikan diri di kawasan Filipina.
"Mereka setuju ya. Memang sudah ada dasar hukumnya tahun 1975 itu. Kemudian persaudaraan ASEAN," kata Ryamizard di kantor Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Jalan Medan Merdeka Barat 15 Jakarta Pusat, Selasa, 28 Juni 2016.
(ren)
NASIONAL
Filipina Izinkan Indonesia Masuk Wilayahnya Bebaskan Sandera
Perizinan masuk ini bisa di laut dan darat untuk mengejar penjahat.
Selasa, 28 Juni 2016 | 15:02 WIB
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu dengan
Menteri Pertahanan Philipina Gazmin T. Voltaire usai melakukan
kesepakatan bilateral, Selasa (21/6/2016) (VIVA.co.id/www.kemhan.go.id)
VIVA.co.id –
Pemerintah Filipina akhirnya mengizinkan Indonesia untuk terlibat dalam
proses pembebasan sandera kelompok bersenjata Abu Sayyaf di kawasan
selatan negara itu. Demikian hasil pertemuan antara Menteri Pertahanan
Ryamizard Ryacudu dengan Menteri Pertahanan Philipina, Gazmin T.
Voltaire.
Dalam pertemuan itu, ungkap Ryamizard, RI dan Filipina menggunakan dasar perjanjian bilateral RI-Filipina pada tahun 1975, yang menyatakan bahwa Indonesia bisa melakukan pengejaran terhadap kelompok dan perompak melintasi perbatasan, bahkan hingga ke daratan tempat mereka melarikan diri di kawasan Filipina.
"Mereka setuju ya. Memang sudah ada dasar hukumnya tahun 1975 itu. Kemudian persaudaraan ASEAN," kata Ryamizard di kantor Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Jalan Medan Merdeka Barat 15 Jakarta Pusat, Selasa, 28 Juni 2016.
Dasar lainnya, yakni kesepakatan antara RI-Filipina soal pembebasan sandera di kemudian hari, yang baru diteken Minggu lalu di Filipina pada Selasa 21 Juni 2016. "Bagaimana perencanaannya, mereka setuju untuk kita masuk ke laut kemudian nanti bagaimana kita ke darat," kata Ryamizard.
Meski demikian, hasil pertemuan itu, kata Ryamizard, baru bisa direalisasikan untuk pembebasan sandera di kemudian hari, bukan untuk pembebasan sandera kali ini. "Untuk sandera ini (7 ABK WNI) kan sudah kejadian. Kemarin itu, yang akan datang tidak boleh terjadi lagi," ujar dia.
Mantan Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) tersebut juga berujar, dalam perjanjain bilateral yang sudah disepakati dua negara itu, diatur juga jalur-jalur laut yang bisa dilalui kapal RI menuju Filipina dan sebaliknya.
"Kita sudah tentukan rute tidak ada yang kemana-mana satu rantai akan dikawal. Di sana nanti akan dikawal juga Filipina nanti pulangnya juga begitu. Kalau itu dituruti ini tidak akan terjadi. Kaloau pergi sendiri-sendiri itulah yang kejadian," katanya.
(ren)
Dalam pertemuan itu, ungkap Ryamizard, RI dan Filipina menggunakan dasar perjanjian bilateral RI-Filipina pada tahun 1975, yang menyatakan bahwa Indonesia bisa melakukan pengejaran terhadap kelompok dan perompak melintasi perbatasan, bahkan hingga ke daratan tempat mereka melarikan diri di kawasan Filipina.
"Mereka setuju ya. Memang sudah ada dasar hukumnya tahun 1975 itu. Kemudian persaudaraan ASEAN," kata Ryamizard di kantor Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Jalan Medan Merdeka Barat 15 Jakarta Pusat, Selasa, 28 Juni 2016.
Dasar lainnya, yakni kesepakatan antara RI-Filipina soal pembebasan sandera di kemudian hari, yang baru diteken Minggu lalu di Filipina pada Selasa 21 Juni 2016. "Bagaimana perencanaannya, mereka setuju untuk kita masuk ke laut kemudian nanti bagaimana kita ke darat," kata Ryamizard.
Meski demikian, hasil pertemuan itu, kata Ryamizard, baru bisa direalisasikan untuk pembebasan sandera di kemudian hari, bukan untuk pembebasan sandera kali ini. "Untuk sandera ini (7 ABK WNI) kan sudah kejadian. Kemarin itu, yang akan datang tidak boleh terjadi lagi," ujar dia.
Mantan Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) tersebut juga berujar, dalam perjanjain bilateral yang sudah disepakati dua negara itu, diatur juga jalur-jalur laut yang bisa dilalui kapal RI menuju Filipina dan sebaliknya.
"Kita sudah tentukan rute tidak ada yang kemana-mana satu rantai akan dikawal. Di sana nanti akan dikawal juga Filipina nanti pulangnya juga begitu. Kalau itu dituruti ini tidak akan terjadi. Kaloau pergi sendiri-sendiri itulah yang kejadian," katanya.
(ren)
NASIONAL
Panglima TNI: Keberadaan Sandera di Filipina Sudah Diketahui
Kelompok bersenjata Abu Sayyaf kembali menyandera WNI.
Selasa, 28 Juni 2016 | 10:52 WIB
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. (Puspen TNI.)
VIVA.co.id -
Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo memastikan, empat Anak Buah
Kapal (ABK) Kapal TB. Charles yang disandera oleh kelompok Abu Sayyaf
beberapa waktu lalu sudah diketahui keberadaannya, yakni di Pulau Zulu,
Filipina. Sedangkan, tiga sandera yang lain hingga saat ini sedang
dicari informasi keberadaannya.
"Sementara yang dapat diketahui berjumlah empat orang dalam kondisi baik dan terpisah dengan yang tiga orang, namun perlu diverifikasi kembali," kata Gatot dalam siaran pers yang diterima VIVA.co.id, Selasa, 28 Juni 2016.
Menurut Gatot, pelaku pembajakan salah satunya dapat diduga dari kelompok Alhabsi.
"Kita verifikasi dan cek terus di mana keberadaannya, termasuk uang tebusan yang diminta oleh pembajak sebesar 200 juta peso atau sekitar 55-60 miliar," ujarnya menambahkan..
Gatot menuturkan, bahwa Kapal TB. Charles yang disandera oleh kelompok Abu Sayyaf sudah melanggar moratorium yang telah disepakati. Sebab, untuk rute berlayar setiap kapal pengangkut batu bara dari Indonesia ke Filipina sudah diberikan jalur yang aman.
"Namun demikian Kapal TB. Charles tersebut memotong rute yang aman yang telah ditentukan," katanya.
Menurut dia, hingga kini, 96 persen batu bara yang digunakan oleh Filipina berasal dari Indonesia. Bagaimana dengan pengiriman selanjutnya, Gatot menyerahkan pada mereka karena harus dijamin keamanan pengirimannya atau dikawal oleh tentara serta disiapkan rute khusus.
"Pemerintah Indonesia telah melakukan beberapa upaya seperti adanya MoU dari ketiga negara yang menyepakati untuk melakukan patroli terkoordinasi. Jadi hari ini masih dilakukan pertemuan, tahapanya pertama para Menlu, kemudian apabila Menlu sudah selanjutnya dibahas ditingkat Menteri Pertahanan."
(mus)
"Sementara yang dapat diketahui berjumlah empat orang dalam kondisi baik dan terpisah dengan yang tiga orang, namun perlu diverifikasi kembali," kata Gatot dalam siaran pers yang diterima VIVA.co.id, Selasa, 28 Juni 2016.
Menurut Gatot, pelaku pembajakan salah satunya dapat diduga dari kelompok Alhabsi.
"Kita verifikasi dan cek terus di mana keberadaannya, termasuk uang tebusan yang diminta oleh pembajak sebesar 200 juta peso atau sekitar 55-60 miliar," ujarnya menambahkan..
Gatot menuturkan, bahwa Kapal TB. Charles yang disandera oleh kelompok Abu Sayyaf sudah melanggar moratorium yang telah disepakati. Sebab, untuk rute berlayar setiap kapal pengangkut batu bara dari Indonesia ke Filipina sudah diberikan jalur yang aman.
"Namun demikian Kapal TB. Charles tersebut memotong rute yang aman yang telah ditentukan," katanya.
Menurut dia, hingga kini, 96 persen batu bara yang digunakan oleh Filipina berasal dari Indonesia. Bagaimana dengan pengiriman selanjutnya, Gatot menyerahkan pada mereka karena harus dijamin keamanan pengirimannya atau dikawal oleh tentara serta disiapkan rute khusus.
"Pemerintah Indonesia telah melakukan beberapa upaya seperti adanya MoU dari ketiga negara yang menyepakati untuk melakukan patroli terkoordinasi. Jadi hari ini masih dilakukan pertemuan, tahapanya pertama para Menlu, kemudian apabila Menlu sudah selanjutnya dibahas ditingkat Menteri Pertahanan."
(mus)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar