Kalo AHOK Menang
Pilgub DKI 2017,
Kami Rela Bunuh Diri Massal
Newsindo.co
- Mungkin karena dianggap saya belum paham agama, maka dihujani-lah
saya melalui inbox tentang cara memilih pemimpin muslim yg benar.
Dan seperti biasa ayat2 keluar, juga tafsiran ulama2 tentang ayat itu.
Saya bukan tidak paham bahwa ada ayat tidak boleh memilih pemimpin
non-muslim, cuma yg saya mau tanya yang dimaksud pemimpin disini siapa ?
Pemimpin rumah tangga ? Pemimpin perusahaan ? Pemimpin negara ? Atau
pemimpin agama ?
Kalau pemimpin agama, jelaslah tidak boleh. Bahkan yang non muslim pun
tidak akan memilih pemimpin agama yang muslim, kacau jadinya. Pemimpin
dalam agama itu yang menterjemahkan agama kepada para umatnya, kalau di
Islam biasanya berlaku dalam fatwa2. Bagaimana bisa non muslim
memberikan fatwa kepada muslim, atau sebaliknya ?
Lalu dibombardirlah saya dengan fatwa ulama2 terdahulu yang juga
mengartikan bahwa yg dimaksud pemimpin itu adalah juga pemimpin negara.
Saya bertanya lagi, yang dimaksud negara itu adalah negara dengan sistem
apa ? Apakah sistem berdasarkan agama atau sistem yang tidak berdasar
agama ?
Kalau ini negara Islam, misalnya, maka wajiblah pemimpin agama itu juga
pemimpin negara. Sebagai contoh negara Republik Islam Iran. Maka disana
berlaku sistem Supremasi Ulama atau disebut Wilayatul Faqih, dimana
ulama adalah pemimpin agama sekaligus pemimpin negara. Pemimpin
tertingginya diberi gelar Pemimpin Besar atau Rahbar. Kan tidak mungkin
negara Islam di pimpin seorang Paus, karena Paus mempunyai negara
sendiri yang dipimpinnya yaitu di Vatikan.
Nah kalau negara sekuler yang memisahkan agama dan politik, seperti
Indonesia, yang berlaku adalah Undang-Undangnya. Menyusun Undang2 dan
dasar negara itu tidak mudah, harus disesuaikan dengan banyak faktor.
Ada gak di UU-nya pemimpin harus muslim ?
Kalau mau menyalahkan kenapa Indonesia bukan Republik Islam saja, ya
salahkan Bung Hatta, KH Agoes Salim dan orang2 pintar dan relijius pada
waktu itu. Apa kamu mau bilang bahwa kamu lebih relijius dari mereka ?
Apa yang sudah kamu perbuat untuk negara ini jika disandingkan dengan
mereka ? Wong tinggal makan, minum, beol dan hidup dengan tenang aja kok
susah.. Mereka2 yang menyusun dasar negara sekarang ini bukan orang
goblok yang gak mengerti ayat dan tafsir ulama.
Lagian kalau kamu masih memandang bahwa para pejabat di negara ini
adalah pemimpin, berarti parameter-mu masih parameter zaman
kolonialisme. Kenapa ? Karena pada zaman itu pejabat adalah pemimpin.
Sedangkan pada saat sekarang, mindset seharusnya berkembang bahwa para
pejabat itu adalah abdi negara. Mereka itu pelayan rakyat. Negara-lah
pemimpin mereka.
Mereka dalam skala kecil mirip dengan petugas administrasi negara
seperti kepala kelurahan. Lha kalau lurahnya non-muslim, kok gak protes
tho ? Presiden, Gubernur, Walikota kan hanya skala administrasi-nya saja
yang lebih luas. Mereka juga tidak mengatur caramu beribadah toh hanya
mengatur negara ini, bener kan ? Udah taro dulu sandal itu, gak usah
dimakan gitu.
Trus bagaimana dengan fatwa ulama terdahulu utk tidak memilih pemimpin
non muslim ? Yah, ulama kan manusia juga. Kadang mereka salah dalam
menafsirkan, kadang mereka berfatwa demi melegalkan kekuasaan, kadang
mereka berfatwa karena pesanan. Kan Nabi Muhammad saw juga berpesan
hati2 kepada para ulama yang dekat dengan kekuasaan. Bisa juga karena
mereka ulama dengan nalar pendek. Seperti di Saudi ada fatwa dari
seorang ulamanya wanita dilarang makan terong karena mirip dengan
burungnya pria. Masak ulama kayak gini harus diikutin ? Tentu tidak toh ?
Udah sandalnya ditaruh. Gak usah dikunyah gitu.
Saya sesat ? Saya menggunakan akal saya dalam beragama kok dibilang
sesat. Pilah-pilah dulu masalah, jangan main ambil ayat lalu kamu lempar
dengan nafsu besarmu, atau kamu terikut nafsu ulama2 yang sekarang
banyak dimanfaatkan utk kepentingan politik. Loh, kok sandalnya jadi
ketelen.. Aduh gimana ini ? Kan saya dah bilang jangan dikunyah...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar