.BANDUNG (voa-islam)
– Pada masa Rasulullah SAW di Madinah, ada yang disebut dengan kafir
dzimmi. Kafir dzimmi ini adalah kaum kafir minoritas yang tinggal di
Madinah. Mereka diizinkan tinggal di Madinah sebagai warga negara.
Mereka dibebaskan untuk melaksanakan ibadah, tapi mereka diharuskan
membayar jizyah sebagai pernyataan loyalitas mereka kepada pemerintah
Islam, pemerintahan negara Madinah, yang kepala negaranya adalah Nabi
Muhammad SAW. Mereka diwajibkan taat kepada hukum yang berlaku, hukum
Al-Qur’an. Kemudian muncul lah istilah kafir dzimmi. Kafir yang mengakui
pemerintahan Islam, taat kepada hukum yang berlaku, yaitu hukum
syari’at Islam, dan mereka membayar jizyah sebagai biaya perlindungan
mereka, dan mereka bebas melaksanakan ibadahnya.
Hal
itu disampaikan oleh Ketua MUI Pusat dan Sesepuh Dewan Dakwah Islamiyah
Indonesia (DDII) K.H. Cholil Ridwan Lc, saat menyampaikan orasinya pada
acara Deklarasi Aliansi Nasional Anti Syi’ah di Bandung, Ahad kemarin
(20/04/2014).
K.H. Cholil Ridwan
mencotohkan akhir-akhir ini, Umat Islam di Indonesia berat sekali untuk
melarang Ahmadiyah, sampai sekarang Ahmadiyah belum dianggap di luar
Islam padahal di Pakistan di kampung halamannya, Ahmadiyah itu disamakan
dengan Yahudi, Hindu, Budha, Konghucu. Menjadi agama sendiri, bukan
bagian dari Islam.
“Akhirnya, saya
berfikir kalau begitu, kita ini lawan daripada kafir dzimmi menjadi
muslim dzimmi” katanya yang mengaku istilah ini Ia dapatkan dari saudara
Munarman saat menyampaikan ceramahnya di Pengajian Politik Islam yang
Ia bangun di Masjid Al-Azhar, Jakarta.
Ia
melanjutkan hukum yang berlaku di Indonesia ini adalah hukum sekuler.
Sekuler itu dalam bahasa syari’ahnya adalah kafir. Karena selain Islam
adalah kafir. Jadi Umat Islam di Indonesia itu adalah muslim dzimmi.
Kita boleh membangun masjid, boleh mauludan, boleh haji, membangun bank
syari’ah, ekonomi syari’ah, pegadaian syariah, asuransi syari’ah, hotel
syari’ah, spa syari’ah, pijit syar’iah, wisata syari’ah juga sudah ada.
Tapi kalau bicara hukum syari’ah tidak bisa.
“Artinya
apa kita ini muslim mayoritas tapi dzimmi, harus taat kepada hukum yang
bukan hukum Islam, yang bukan hukum dari Al-Qur’an” jelasnya.
Dengan
mengutip surat Al-Maidah ayat 44, 45, dan 47, K.H. Cholil mengatakan
umat Islam di Indonesia semuanya ini fasik, dzolim, kafir, karena hukum
yang berlaku bukan dari Al-Qur’an. Kita wajib taat, jadi kalau di
Madinah orang kafir wajib taat hukum Al-Qur’an kita di sini orang Muslim
wajib taat kepada hukum kafir.
“Kita
ini mayoritas ko menjadi dzimmi, yang dilindungi oleh pemerintahan
kafir, pemerintahan yang hukumnya bukan hukum Islam” papar Wakil Ketua
Umum Badan Kerja Sama Pondok Pesantren Seluruh Indonesia ini.
Menurutnya,
Umat Islam di Indonesia yang sudah mayoritas tidak bisa menjalankan
hukum syari’ah, untuk menjalankan ibadah yang lain ternyata juga ada
hambatan, sedangkan orang kafir dzimmi di Madinah dia bebas, bangun
rumah ibadah, sembahyang model ibadahnya membangun tempat ibadahnya,
tapi umat Islam di Indonesia, ketika polisi Muslimah wanita mau pakai
jilbab menjalankan syari’at menutup aurat, dilarang oleh pemerintah,
oleh polisi.
“Akhirnya apa, nasib
muslim dzimmi lebih jelek, lebih hina, lebih rendah, lebih memalukan
daripada kafir dzimmi di Madinah zaman Rasulullah SAW.” tegasnya di
hadapan ribuan kaum Muslimin yang ada di masjid Al-Fajr, Cijagra, Kota
Bandung (20/4 2014).
K.H. Cholil
Ridwan menyatakan semua ini akibat politik tidak ditangan umat Islam.
Umat Islam tidak melek politik. Untuk itu, Ia menyerukan, mengajak
kepada Umat Islam Indonesia untuk mengkaji politik Islam, seperti
mengkaji kembali kitab Ahkam Sulthaniyah dari Imam Al-Mawardi, As-Siyasah Syar’iyyah (Ibnu Taimiyah) dan Muqaddimah dari Ibnu Khaldun. [PurWD/Adi/voa-islam.com] Selasa, 22 Jumadil Akhir 1435 H / 22 April 2014 14:22 wib
(nahimunkar.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar