Sabtu, 23 April 2016

Aksi desak tangkap Ahok terkait kasus RS Sumber Waras, di depan Gedung KPK, Jakarta, Jumat (22/4/2016). [Suara.com/Nikolaus Tolen]
Aksi desak tangkap Ahok terkait kasus RS Sumber Waras, di depan Gedung KPK, Jakarta, Jumat (22/4/2016). [Suara.com/Nikolaus Tolen]

Pengacara Warga Luar Batang Ngamuk di Depan Gedung KPK

Egy Sujana menuduh KPK tidak mau menerima aspirasi masyarakat kecil.

Adhitya Himawan , Nikolaus Tolen : 
Suara.com - Warga Luar Batang yang rumahnya akan digusur oleh Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama(Ahok) dalam waktu dekat datang ke Gedung KPK untuk meminta menetapkan Ahok sebagai tersangka. Mereka hadir tidak sendirian. Ditemani oleh sejumlah warga dari korban penggusuran terdahulu, seperti Kalijodo, mereka juga ditemani oleh kuasa hukum mereka, Egy Sudjana.
 
Permulaan aksi demo di depan Gedung KPK Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan berjalan aman-aman saja. Namun, saat hendak meminta izin untuk bertemu dengan pimpinan KPK, situasi pun berubah. Egy yang sudah bernegosiasi dengan pihak KPK, tiba-tiba mengamuk dan memberitahukan kepada kepada rombongannya bahwa Pimpinan KPK tidak bisa ditemui oleh dirinya.
 
"Kawan-kawanku dari Luar Batang, kita sudah tahu bahwa KPK ini tidak mau menerima aspirasi masyarakat kecil, KPK tidak mau mendengar kita. Kita tidak diperbolehkan untuk bertemu dengan Pimpinan KPK," kata Egy kepada rombongannya di depan Gedung KPK, Jumat(22/4/2016).
 
Tidak hanya sampai disitu, Egy juga membandingkan penetapan tersangka Wakapolri, Komjen Budi Gunaean oleh KPK. Menurutnya, KPK menetapkan BG sebagai tersangka meskipun buktinya belum cukup, sementara Ahok yang jelas-jelas sudah salah belum juga ditangkap oleh KPK.
 
"Kawan-kawanku, saya adalah Pengacara Pak Budi Gunawan yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK yang kemudian jalah di Praperadilan. KPK menetspkan Pak BG sebagai tersangka,.padahal buktinya masih kurang, sementara Ahok yang jelas-jelas salah dan korupsi belum juga ditetapkan sebagai tersangka," kata Egy.
 
Karena itu, dia pun meminta kepada Warga Luar Batang agar tidak lagi datang ke KPK. Dia pun meminta agar pada Jumat Minggu depan, langsung datang ke Balai Kota, tempat Ahok berakantor dan mendudukinya.
 
"Kita tidak usah datang lagi ke KPK, mereka teman Ahok. Minggu depan kita langsung ke Balai kota, kita duduk, tidur dan langsung mengadili Ahok," kata Egy.
Demo kelompok JALA desak tangkap Ahok di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (22/4/2016). [Suara.com/Nikolaus Tolen]
Demo kelompok JALA desak tangkap Ahok di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (22/4/2016). [Suara.com/Nikolaus Tolen]

Kelompok JALA Tuduh Ahok Gubernur Barbar

Ahok dinilai sebagai Gubernur yang dalam menjalankan pemerintahannya sangatlah arogan dan sewenang-wenang.

Adhitya Himawan , Nikolaus Tolen :
Suara.com - Desakan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi untuk segera menangkap Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama(Ahok) terus berdatangan. Kali ini giliran salah satu kelompok lawan Ahok yang bernama Jaringan Aksi Lawan Ahok(JALA) yang datang ke Gedung KPK. Mereka menilai Ahok sudah terbukti korupsi dalam kasus Rumah Sakit Sumber Waras.
 
"Kasus RS Sumber Waras memperjelas bahwa Ahok jelas-jelas korupsi. Kasus reklamasi Teluk Jakarta memperjelas bahwa Ahok bermasalah. Kami mendukung KPK untuk segera tangkap Ahok," kata Koordinator Aksi JALA, Sunarto di teras Gedung KPK Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat(22/4/2016).
 
Selain disebut terbukti melakukan korupsi, mereka juga mengatakan bahwa Ahok adalah Gubernur yang dalam menjalankan pemerintahannya sangatlah arogan dan sewenang-wenang. Penggusuran tumah warga miskin tanpa peduli membuat mereka juga menilai bahwa Mantan Bupati Belitung Timur tersebut sebagai pemimpin Barbar.
 
"Kenapa Gubernur DKI Jakarta, Ahok sangat arogan dan sewenang-wenang, Ahok adalah pemimpin Barbar, reklamasi juga bar-bar," kata Sunarto.
 
Karena itu mereka meminta agar KPK berani menetapkan Ahok sebagai tersangka. Selain itu, Ahok juga mereka nilai pantas dipenjara karena melecehkan institusi negara seperti Badan Pemeriksa Keuangan.
 
"Ahok harus dipenajra, dia sudah menghina lembaga negara seperti BPK," kata Sunarto.
 
Dalam aksi yang berlangsung diteras Gedung KPK tersebut, Sunarto dan kawan-kawannya datang dengan mengenakan topeng bergambarkan wajah Ahok. Selain itu, mereka juga membawa jala untuk menjelaskan bahwa matinya kehidupan para nelatan yang sudah dihancurkan oleh Ahok.

Penambahan Pintu Air di Kampung Pulo. [suara.com/Oke Atmaja]
Penambahan Pintu Air di Kampung Pulo. [suara.com/Oke Atmaja]

Ahok: Masih Ada Cerita Sinetron Kampung Pulo Tergenang Nggak?

Ahok bangga, di bawah kepemimpinannya wilayah Kampung Pulo tidak terendam banjir.

Adhitya Himawan , Dwi Bowo Raharjo :
Suara.com - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok bangga, di bawah kepemimpinannya wilayah Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur tidak terendam banjir di saat wilayah-wilayah lain di Jakarta tergenang air pada Kamis (21/4/2016) kemarin.

"Sekarang kamu tanya orang Kampung Pulo, masih ada cerita sinetron Kampung Pulo nggak? Dulu TV itu selalu namanya nggak hujan atau hujan kiriman Bogor, pasti ke Kampung Pulo langsung di shoot, karena banjir dua meter wah jadi sinetron," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (22/4/2016).

Saat ini kata Ahok, wilayah Kampung Pulo setelah Pemprov DKI melakukan normalisasi sungai Ciliwung dengan cara pemasangan sheet pile atau tiang pancang sudah tidak lagi jadi pusat perhatian media khususnya televisi, disaat banjir. Terlebih pada hujan lebat yang terjadi kemarin, membuktikan Kampung Pulo sudah tidak ada cerita tergenang.
"Sekarang kok TV nggak mau ke Kampung Pulo lagi, ngak ada lagi sinetronnya?" ujar Ahok.

Selain itu Ahok juga menyinggung wilayah langganan banjir lainnya yang berada di sekitaran Greenville, Kebon Jeruk, Jakarta Barat sudah tidak lagi tergenang pada hujan lebat kemarin.

"Hujan kemaren tuh curah hujan lebat sekali lho. Sudah diatas 120 mil itu besar. Tenggelam nggak? Nggak. Nggak tenggelam. Jadi Utara hampir semua nggak tenggelam kecuali Pademangan. Makanya saya heran Pademangan (terendam). Kenapa bisa gitu alasannya air laut melimpah?" kata Ahok.

Banjir yang merendam di Jakarta Utara dan Jakarta Pusat saat ini tengah dipersoalkan oleh Ahok. Menurutnya apabila mesin pompa air berfungsi dengan baik kawasan tersebut tidaka akan tergenang kemarin.

"Itu tadi saya udah sampai ke pintu air Ancol saya tanya sama tukang jaganya. Pak, bapak udah tahun berapa disini pak? Oh saya udah sejak tahun 1991 pak. Trus saya tanya tahun 1991 pernah nggak air laut melimpasi jembatan ini? Nggak pernah pak," kata dia.

Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)  [suara.com/Bowo Raharjo]
Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) [suara.com/Bowo Raharjo]

Banjir Jakarta, Sebelumnya Ahok Salahkan Rob, Sekarang Pompa

Ahok bingung ada dua laporan berbeda terkait penyebab banjir di Jakarta Utara.

Adhitya Himawan , Dwi Bowo Raharjo : 
Suara.com - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebelum memulai aktivitasnya di Balai Kota DKI menyempatkan terlebih dahulu menyambangi sejumlah pintu air. Hal ini dikarenakan Ahok ingin tahu penyebab sesungguhnya sejumlah wilayah di Jakarta dikepung banjir pada Kamis (21/4/2016) kemarin.

"Abis cek pompa sama pintu air di Ancol sama di Gunung Sahari," ujar Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (22/4/2016).

Menurut Ahok, ada yang tidak beres sehingga sejumlah wilayah di Jakarta kemarin terendam banjir. Ahok siang ini juga akan memanggil seluruh Wali Kota dan Dinas Tata Air DKI Jakarta, serta Badan Penanggulangan Bencana Daerah DKI Jakarta, untuk membahas masalah banjir Jakarta.
"Nanti aku mau rapat sama mereka. Nanti aku jelaskan sama mereka. Aku heran waktu kemarin ke RPTRA kenapa Pademangan tergenang, Gunug Sahari tergenang," kata Ahok.

Tergenangnya wilayah Pademangan, Jakarta Utara dan Gunung Sahari, Jakarta Pusat membuat Ahok bertanya kepada Wali Kota setempat. Kalau sebelumnya Ahok menyalahkan air laut pasang sehingga Jakarta tergenang, kali ini dikatakan Ahok karena ada pompa yang tidak berfungsi.

"Makanya aku pikir ini ada yang salah. Terus aku tanya sama Wali Kota, Wali Kota bilang air masuk, aku pikir air nggak mungkin masuk karena pengalaman kita di DKI, air pasang di DKI tertinggi itu 2,6 meter tahun lalu," kata Ahok.

Menurut Ahok walaupun air pasang, berdasarkan pengalaman tahun sebelumnya paling tinggi 2.6 meter, sedangkan tanggul yang berada di Waduk Pluit, Jakarta Utara tingginya 2,8 meter.

"Sekarang kita lagi bikin tanggul diatas muka laut 3,8 meter. Nah logika saya, saya lihat laporan di CCTV semua hanya 1,6-1,7, bagaimana air bisa melimpas. Dan alasanya karena kemarin dilaporkan pompa dimatikan," kata Ahok.

Selain itu Ahok juga mendapat laporan kalau ternyata pompa air di wilayah Jakarta Utara sengaja di matikan. Dengan alasan tinggi permukaan air laut sudah meluber. Ternyata ketika ia mengecek langsung alasan itu berbeda.

"Makanya tadi saya cek. Sekarang alasannya bukan, sekaarang mana air laut melimpasnya? Emang nggak masuk kok pak. Emang brp? Orang ini 2,8, ini 1,7 ya gak masuk dong. Knp mati? Katanya pompanya rusak. Oke kalau itu beda," jelas Ahok.

Ahok mengatakan dirinya sudah mendapatkan dua laporan yang berbeda terkait tergenangnya sejumlag wilayah di Jakarta, khususnya di Utara dan Pusat. 

"Kalau kamu bilang pompa rusak sama dimatikan itu beda lho. Ya udah nggak apa. Saya kumpulkan mereka nanti, saya tanya lagi tadi jalan berapa unit? Dua. Satu rusak, jadi nggak apa. Kalau jalan full, jadi semua pompa dirancang kayak jaman Belanda," katanya.

"Jadi pademangan kalau pompa Ancol bekerja baik, pademangan nggak mungkin banjir. Nggak ada cerita banjir pademangan," kata Ahok menambahkan.

Berdasarkan laporan yang diperoleh, beberapa pompa tersebut rusak karena ada mesin dinamo yang tidak dapat berfungsi dengan baik. Selain itu debit air yang terlalu banyak juga berpengaruh, sehingga pompa tidak dapat berjalan dengan baik.

"Katanya karena dinamo. Bukan hanya itu, beban airnya yang dia kasih beban air terlalu banyak," jelas dia.

Petugas kebersihan membersihkan sampah yang menumpuk di Kali Sentiong, Sunter, Jakarta, Kamis (12/11). [suara.com/Oke Atmaja]
Petugas kebersihan membersihkan sampah yang menumpuk di Kali Sentiong, Sunter, Jakarta, Kamis (12/11). [suara.com/Oke Atmaja]

Ahok Tak Salahkan Petugas PPSU Soal Banjir Jakarta

Ahok menilai petugas PPSU di sejumlah wilayah di Jakarta telah bekerja dengan baik.

Adhitya Himawan , Dwi Bowo Raharjo : 
Suara.com - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tidak menyalahkan petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum dalam banjir atau genangan air yang terjadi di sejumlah ruas jalan dan rumah di Jakarta.
 
Mantan Bupati Belitung Timur ini menjelaskan, pasukan berbaju oranye yang sudah tersebar di sejumlah wilayah di Jakarta bekerja dengan baik, khususnya dalam mencegah banjir dengan cara membersihkan seluruh selokan dan sungai.

"PPSU sudah kerja cukup baik. Memang ada beberapa masalah lumpur," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (21/4/2016).
Menurut Ahok, genangan yang merendam rumah warga dan sejumlah ruas jalan di Jakarta karena air laut pasang. Sehingga pompa penyedot air yang dimiliki Pemprov DKI tidak dapat berfungsi dengan baik.

"Masalahnya air laut naik, sungainya naik. Kalau sungai naik, maka semua selokan tidak bisa turun. Nah sekarang laut mulai turun," kata Ahok.
 
"Jadi mulai pasang semalam jam 20.00 WIB. Pas jam 20.00 WIB malam lagi pasang tertinggi, hujan juga turun, nggak berhenti-berhenti sampai subuh. Otomatis nggak bisa turun air," kata mantan Politisi Golkar dan Gerindra itu menambahkan.

Bus Transjakarta [suara.com/Eva Aulia]
Bus Transjakarta [suara.com/Eva Aulia]

Bus Transjakarta Khusus Perempuan Hari Ini Resmi Diluncurkan

Ahok berpesan kepada seluruh perempuan atau orang tua untuk bisa memberikan air susu ibu kepada bayinya masing-masing.

Adhitya Himawan , Dwi Bowo Raharjo :
Suara.com - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan segera meluncurkan bus Transjakarta di Hari Kartini. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengatakan bus tersebut akan khusus diperuntukan untuk perempuan.
 
"Hari Kartini sekarang kita mulai meluncurkan bus Transjakarta yang khusus wanita," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (21/4/2016).

Ahok juga berpesan kepada seluruh perempuan atau orang tua untuk bisa memberikan air susu ibu kepada bayinya masing-masing. 
"Pesan buat perempuan Indonesia, kalau menyusu (anaknya), jangan tinggalkan ASI, karena ASI itu bagus. ASI itu gratis, bagus, untuk investasi kecerdasan kesehatan anak-anak," jelas Ahok.

Berdasarkan informasi yang diterima suara.com terkait peluncuran satu layanan bus khusus perempuan yang bersamaan dengan hari Kartini ini akan dilakukan di halaman Balai Kota DKI Jakarta sekitar pukul 13.30 WIB. Rencanannya akan diluncurkan oleh istri Ahok, Veronica Tan.

Hanura Tuding Penggunaan Materai di Jakarta untuk Menjegal Ahok

Ketua DPP Partai Hanura, Dadang Rusdiana mengatakan, penggunaan materai akan memberatkan calon independen.

Adhitya Himawan , Bagus Santosa :
Suara.com - Ketua DPP Partai Hanura Dadang Rusdiana mengatakan penggunaan materai akan memberatkan calon independen. Apalagi ketika hal itu dikaitkan dengan Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta. Maka hal itu bisa diartikan sebagai langkah penjegalan calon independen DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
 
"Ini memperberat calon independen. Ini tendensius dan kurang baik. Apalagi kalau dikaitkan dengan isu Ahok sebagai calon kuat dari jalur independen. Maka aturan ini bisa ditafsirkan sebagai upaya penjegalan. Di mana, seperti ada semangan 'pengeroyokan' terhadap Ahok," kata Dadang, ketika dihubungi, Kamis (21/4/2016).
 
Sekretaris Fraksi Hanura di DPR ini ini menambahkan, biaya menjadi seorang kepala daerah sudah cukup mahal. Sehingga tidak perlu ada biaya untuk materai lagi. Apalagi untuk calon independen yang tidak cukup punya modal.
 
"Banyaknya kasus korupsi sebagaimana kita ketahui karena mahalnya biaya ketika seseorang ingin menjadi kepala daerah. Banyak calon potensial berguguran karena nggak punya uang. Ini kan tidak baik," tuturnya.
 
‎"Negara yang baik adalah negara yang memberikan peluan kepada siapapun untuk berkonstentasi. Biar rakyat yang menentukan, bukan membuat sulit dengan aturan yang aneh," sambung Dadang.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) sendiri pada Selasa (19/4/2016) telah memutuskan penggunaan meterai pada surat pernyataan dukungan yang diserahkan oleh calon independen cukup per desa saja, bukan per orang yang memberikan dukungan.
Hal ini mengakhiri polemik penggunaan meterai yang harus dibubuhkan tiap orang jika ingin memberikan dukungan kepada calon independen. Polemik ini muncul dalam pembahasan draf Perubahan Kedua atas Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pencalonan Pemilihan Kepala Daerah, Senin kemarin (18/4/2016).

Koordinator Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri. (Suara.com/Ummy Hadyah Saleh)
Koordinator Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri. (Suara.com/Ummy Hadyah Saleh)

ICW: Berdasarkan Dokumen, Tidak Ditemukan Indikasi Ahok Korupsi

ICW tidak permasalahkan tudingan soal mendukung Gubernur DKI Jakarta Ahok

Dythia Novianty , Ummi Hadyah Saleh : 
Suara.com - Koordinator Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW), Febri Hendri mengaku, tak mempermasalahkan tudingan yang dinilai mendukung Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, terkait pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras. Pasalnya, temuan audit BPK Jakarta berbeda dengan pernyataan Ahok.
Hal ini dilatarbelakangi dengan penilaian pihak ICW yang berdasarkan dokumen dan fakta, tidak ada kerugian negara dalam pembelian lahan RS Sumber Waras.
"Kalau kita, sudah biasa dituding dan kami pada prinsip sejauh ini, berdasarkan dokumen dan fakta yang kami miliki, memang belum ditemukan adanya indikasi korupsi, "ujar Febri kepada Suara.com di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta, Rabu (20/4/2016).
Meski begitu, jika KPK telah menulusuri adanya dugaan korupsi pada pembelian lahan RS Sumber Waras, ICW akan ikuti proses yang telah dilakukan KPK dalam mengusut dugaan korupsi lahan tersebut.
"Tapi kalau nanti ada pihak lain, misalnya KPK punya kewenangan luas, punya akses yang cukup besar, kalau ditemukan indikasi korupsi, ya monggo kami ikut," ucapnya.
Pihak ICW menegaskan, hanya mengikuti berdasarkan dokumen dan fakta yang dimiliki. "Itu yang kami kaji dan telaah. Hingga kini juga belum ditemukan adanya indikasi korupsi," pungkas Febri.

Koordinator Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri. (Suara.com/Ummy Hadyah Saleh)
Koordinator Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri. (Suara.com/Ummy Hadyah Saleh)

Jumlah Kerugian Negara Direvisi, ICW: Bisa Keliru Juga BPK

Audit laporan keuangan dilakukan oleh audit BPK DKI Jakarta, sementara audit investigasi dilakukan oleh BPK RI.

Ruben Setiawan , Ummi Hadyah Saleh : 
Suara.com - Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui salah satu anggotanya, Benny Kabur Harman, mengatakan, berdasarkan audit BPK, kerugian negara bukan Rp191 miliar seperti informasi yang beredar selama ini, melainkan hanya Rp173 miliar. Hal itu dikatakan Benny usai membahas kasus tersebut dengan BPK di Gedung BPK, Selasa (20/4/2016).

Menanggapi hal tersebut, Koordinator Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri mengaku heran lembaga audit keuangan negara yakni BPK bisa keliru dalam melakukan audit keuangan.

"Rp 173 miliar itu kan sudah direvisi. Ketika ada anggota BPK yang menyerahkan investigasi kepada KPK, nilainya juga nggak jauh dari Rp 191 miliar, sekarang turun jadi Rp 173 miliar.  Ternyata bisa keliru juga BPK ketika menghitung kerugian negara,"ujar Febri kepada Suara.com, di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta, Rabu (20/4/2016).

Lebih lanjut kata Febri, ada dua jenis audit terhadap pembelian lahan Rumah Sakit. Pertama audit laporan keuangan dilakukan oleh audit BPK DKI Jakarta, sementara audit investigasi dilakukan oleh BPK RI.

"Kalau audit BPK Jakarta itu rutin tiap tahun. Kalau audit investigasi atas permintaan KPK kepada BPK. Itu audit yang dilakukan oleh dua tingkatan yang berbeda, "ucapnya

Diberitakan sebelumnya, ‎dalam laporan BPK DKI, pembelian lahan RS Sumber Waras Jakarta Barat yang dilakukan Pemprov DKI pada tahun 2014 diduga menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp191 miliar.

Hal ini diketahui setelah ada selisih harga dengan harga pembelian lahan yang pernah disepakati pihak RS Sumber Waras dengan PT. Ciputra Karya Unggul setahun sebelumnya.

Namun, pada Selasa (19/4/2016), Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), melalui salah satu anggotanya, Benny Kabur Harman, mengatakan, berdasarkan audit BPK, kerugian negara bukan Rp191 miliar seperti informasi yang beredar selama ini, melainkan hanya Rp173 miliar.

Hal itu dikatakan Benny usai membahas kasus tersebut dengan BPK di Gedung BPK, Selasa.

"Semula itu temuan BPK DKI, tapi setelah audit investigasi, hasil finalnya Rp 173 miliar," kata Benny di Kantor BPK, Jakarta, Selasa, 19 April 2016.

Koordinator Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri. (Suara.com/Ummy Hadyah Saleh)
Koordinator Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri. (Suara.com/Ummy Hadyah Saleh)

ICW Ungkap 3 Alasan BPK Tak Cermat Audit Pembelian Sumber Waras

Salah satunya, BPK dinilai hanya mengacu pada kondisi fisik tanah yang lokasinya dekat dengan Jalan Tomang Utara.

Ruben Setiawan , Ummi Hadyah Saleh : 
 
Suara.com - Koordinator Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri menilai hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) soal pembelian lahan  Rumah Sakit Sumber Waras tidak teliti.

"Menurut kami (ICW) BPK kurang cermat dalam melakukan pemeriksaan soal Sumber Waras,"ujar Febri kepada Suara.com di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta, Rabu (20/4/2016).

Menurut Febri, ada tiga alasan mengapa ICW menilai BPK kurang cermat. Yang pertama, menurut Febri, adalah soal presedur penggunaan lahan yang dijadikan bahan acuan. Kata Febri, sudah ada dasar terkait prosedur pengadaan lahan yakni Pasal 121 Perpres No 40 tahun 2014.

"BPK Jakarta tidak mengacu pada hal itu, karena dia tidak mengacu pada pasal itu maka jadi temuan,"ucapnya.

Selain itu, BPK hanya mengacu pada kondisi fisik tanah yang lokasinya dekat dengan Jalan Tomang Utara.

Kata Febri, berdasarkan bukti dokumen sertifikat dan peta zonasi nilai tanah yang dikirim oleh Dirjen Pajak pada Kementerian Keuangan, kepada seluruh Pemerintah daerah di Indonesia, menunjukkan lokasi Rumah Sakit Sumber Waras berada di Jalan Kiyai Tapa.

"Disitu tanah Sumber Waras mengacu pada Jalan Kyai Tapa. Dengan demikian sebenarnya mengacu pada Kiyai Tapa. Harusnya BPK audit itu, tidak berdasarkan fisik tanah dekatnya dengan jalan yang mana," ucapnya.

Alasan kedua, kata Febri, yakni soal perhitungan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Febri menuturkan, ada peraturan perundangan-undangan yang mengatur bahwa perhitungan NJOP bukan dilihat dari lokasi kedekatan tanah dengan satu jalan.

"Perhitungan NJOP bukan berdasarkan pada kedekatan fisik tanah dengan satu jalan, tapi berdasarkan dokumen sertifikat tanah, berdasarkan peta zonasi nilai tanah yang diberikan oleh Dirjen Pajak kepada pemerintah daerah," jelas Febri.

Lebih lanjut, ujar Febri, alasan ketiga terkait acuan tentang perencanaan anggaran. Sebelumnya BPK Jakarta menyatakan, pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras tidak masuk kategori sebagai program yang layak dibiayai dalam APBD 2014 serta melanggar pasal 163 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 tahun 2006.

Lebih lanjut kata Febri, Gubernur mempunyai kewenangan untuk mengelola anggaran untuk dialihkan ke APBD.

"Soal disposisi gubernur, pada Bapeda itu kan gubernur kan kuasa pengelola anggaran, jadi dia boleh kasih disposisi itu untuk APBD," imbuhnya.

Febri mengatakan, terkait Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS), Kemendagri sudah mengevaluasi APBD perubahan, terkait anggaran pembelian lahan Sumber Waras dan hanya menyarankan agar penggunaannya sesuai ketentuan yang ada.

"Kemendagri tidak mencoret masalah anggaran itu (pembelian lahan). Jadi kemendagri aja nggak masalah, tapi kok BPK menyatakan melanggar ketentuan Permendagri No 13 tahun 2006," ungkapnya.

Diberitakan sebelumnya, ‎dalam laporan BPK DKI, pembelian lahan RS Sumber Waras Jakarta Barat yang dilakukan Pemprov DKI pada tahun 2014 diduga menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp191 miliar. Hal ini diketahui setelah ada selisih harga dengan harga pembelian lahan yang pernah disepakati pihak RS Sumber Waras dengan PT. Ciputra Karya Unggul setahun sebelumnya.

Namun, pada Selasa (19/4/2016), Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), melalui salah satu anggotanya, Benny Kabur Harman, mengatakan, berdasarkan audit BPK, kerugian negara bukan Rp191 miliar seperti informasi yang beredar selama ini, melainkan hanya Rp173 miliar. Hal itu dikatakan Benny usai membahas kasus tersebut dengan BPK di Gedung BPK, Selasa.

"Semula itu temuan BPK DKI, tapi setelah audit investigasi, hasil finalnya Rp 173 miliar," kata Benny di Kantor BPK, Jakarta, Selasa, 19 April 2016.


RS Sumber Waras makin merana, bangsal tak terawat. (Suara.com/Kurniawan Mas'ud)
RS Sumber Waras makin merana, bangsal tak terawat. (Suara.com/Kurniawan Mas'ud)

Kerugian Akibat Sumber Waras 191M dan 173M, KPK Pakai yang Mana?

Belakangan, BPK menyebut kerugian negara akibat pembelian lahan RS Sumber Waras menjadi Rp173 miliar.

Ruben Setiawan , Nikolaus Tolen :
Suara.com - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah memberikan hasil audit investigasi terkait pembelian lahan RS Sumber Waras oleh Pemprov DKI Jakarta kepada pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam hasil audit yang dilakukan pada bulan Agustus Tahun 2015, BPK menemukan kerugian negara sebesar Rp191 miliar karena ada perbedaan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah yang dibeli oleh Pemprov DKI untuk lahan Rumah Sakit Sumber Waras.

Namun, pada Selasa (19/4/2016), Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), melalui salah satu anggotanya, Benny Kabur Harman, mengatakan, berdasarkan audit BPK, kerugian negara bukan Rp191 miliar seperti informasi yang beredar selama ini, melainkan hanya Rp173 miliar. Hal itu dikatakan Benny usai membahas kasus tersebut dengan BPK di Gedung BPK, Selasa.
"Semula itu temuan BPK DKI, tapi setelah audit investigasi, hasil finalnya Rp 173 miliar," kata Benny di Kantor BPK, Jakarta, Selasa, 19 April 2016.

Menanggapi perbedaan angka kerugian negara tersebut KPK pun angkat bicara. KPK mengaku tetap berpatokan pada hasil audit investigasi BPK yang dilakukannya pada Agustus Tahun 2015 lalu.

"Sampai saat ini yang masih KPK pegang adalah hasil audit investigasi yang diberikan waktu bulan Agustus Tahun lalu. Jadi kami masih berpegang pada itu. Jadi belum ada informasi lanjutan dari BPK yang secara resmi diberikan kepada KPK," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK, Yuyuk Andriati Iskak di Gedung KPK Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu (20/4/2016).

Lebih lanjut, KPK juga menegaskan bahwa BPK adalah lembaga yang dapat menjalankan fungsinya dengan baik, sehingga dapat dipercaya.

"BPK itu memang kan lembaga yang tugasnya melakukan audit. Kami sepenuhnya percaya hasil audit yang sudah diberikan kepada KPK, itulah yang kami pegang dan kami lakukan untuk menjadikan dasar pemeriksaan-pemeriksaan di kasus ini," kata Yuyuk.

Meskipun mengatakan tetap berpatokan pada hasil audit investigasi BPK, KPK juga tetap melakukan investigasi terhadap hasil BPK. Hal itu dilakukan untuk membuktikan apakah hasil audit investigasi tersebut benar atau tidak.

Terlepas dari perbedaan angka kerugian negara hasil audit BPK tersebut, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) secara terang-terangan menyebut bahwa audit tersebut tidak benar. Bahkan, mantan Bupati Belitung Timur tersebut menggunakan istilah "ngaco" untuk mengomentari audit BPK tersebut.

Wakil Ketua DPR dari Fraksi Gerindra Fadli Zon. [suara.com/Meg Phillips]
Wakil Ketua DPR dari Fraksi Gerindra Fadli Zon. [suara.com/Meg Phillips]

Ahok "Terima Kasih" pada Fadli Zon Telah Kunjungi RS Sumber Waras

Fadli Zon bersikukuh RS Sumber Waras secara fisik bukan di Jalan Kiyai Tapa.

Adhitya Himawan , Dwi Bowo Raharjo :
Suara.com - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tak menyoal soal aksi Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Gerindra Fadli Zon yang sempat menyambangi kawasan Rumah Sakit Sumber Waras, Jakarta Barat.

"Ya nggak apa-apa. Nggak ada (manuver politik). DPR kan sekarang lebih rajin, bagus. Terima kasih mereka lebih rajin," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (20/4/2016).

Ahok juga tak mau menanggapi pernyataan Fadli Zon soal pembelian lahan RS Sumber Waras yang diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp191 miliar. Menurut Ahok sudah banyak politisi yang bicara soal pembelian lahan Rp755,89 miliar.
"Aku nggak mau pusinglah, dia mau kunjungan ke langit kek akhirat kek ya kan, atau mau loncat dari Monas kek, aku udah siapin ambulan kok," kata mantan Bupati Belitung Timur itu.

Sebelumnya Fadli Zon saat mendatangi Rumah Sakit Sumber Waras di Jakarta Barat pada Senin (18/4/2016), mengatakan bahwa fasilitas kesehatan yang dibeli oleh Pemerintah DKI Jakarta itu tidak terletak di Jalan Kiyai Tapa, tetapi di Jalan Tomang Utara.

Politikus Gerindra itu masuk ke RS Sumber Waras melalui akses Jalan Kiyai Tapa, tetapi dia bersikukuh rumah sakit tersebut "secara fisik bukan di Jalan Kiyai Tapa."

Dalam kunjungan itu , Fadli ditemani oleh Abraham Tejanegara, ‎Direktur Utama RS Sumber Waras. Dalam kesempatan itu Abraham menunjukkan dokumen kepemilikan rumah sakit seperti sertifikat dan dokuman Pajak Bumi dan Bangunan.

Fadli pada kesempatan itu mengakui jika berdasarkan dokumen PBB RS Sumber Waras berada di Jalan Kiyai Tapa, tetapi dia ngotot jika bangunan itu berada di Jalan Tomang Utara.

"Secara fisik saya melihat ini jalannya bukan di Jalan Kyai Tapa," ujar Fadli.

Menurut Fadli seharusnya tim verifikasi Pemprov DKI Jakarta terlebih dahulu untuk mengecek perbedaan tersebut.

"Justru dari Pemprov DKI harusnya ada tim verifikasi yang memverifikasi semua dokumen plus realitas yang ada di lapangan. Dari sisi prosedur itulah yang harus dikaji," kata dia, "Ibaratnya beginilah, kita mau membeli mobil, mobilnya dibilang mobil Mercy, tapi kenyataannya fisiknya Kijang," tambah Fadli.

Perbedaan lokasi Sumber Waras antara Jalan Kiyai Tapa dan Tomang Utara memang membawa implikasi hukum yang besar dan menjadi salah satu faktor yang menyebabkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengklaim adanya kerugian negara dalam pembelian rumah sakit itu oleh Pemerintah DKI Jakarta.

Sama seperti Fadli, BPK yakin bahwa RS Sumber Waras berada di Jalan Tomang Utara dan karenanya harus dibeli dengan harga Rp7 juta per meter persegi, sesuai dengan nilai jual objek pajaknya (NJOP).

Di sisi lain, Pemda DKI Jakarta berpatokan pada PBB yang menyatakan bahwa RS Sumber Waras terletak di Jalan Kiyai Tapa, yang NJOP-nya Rp20,755 juta per meter persegi.

Aktivitas warga yang bermukim di kawasan Luar Batang, Pelabuhan Sunda Kelapa dan Pasar Ikan, Jakarta, Kamis (7/4/2016). [suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Aktivitas warga yang bermukim di kawasan Luar Batang, Pelabuhan Sunda Kelapa dan Pasar Ikan, Jakarta, Kamis (7/4/2016). [suara.com/Kurniawan Mas'ud]

Mei Depan, Penggusuran Luar Batang Tetap Akan Dilakukan

Pemprov DKI Jakarta memastikan penertiban dilakukan setelah rumah susun siap.

Adhitya Himawan , Dwi Bowo Raharjo :
Suara.com - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memastikan penertiban kawasan Luar Batang, Jakarta Utara tetap akan dilakukan setelah Rumah Susun siap untuk merelokasi mereka. Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta menjadwalkan penertibkan akan dilakukan dalam bulan-bulan ini.

"Memang (ditunda) sampai rusun siap. Kan saya bilang berkali-kali, Mei ini rusun siap lagi. Kan rusun kita siap terus ini (penertiban). Siap berapa, kita dorong berapa," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (20/4/2016).

Ahok membantah penertiban kawasan Luar Batang disebut ditunda. Menurutnya, selagi rusun untuk menampung para warga yang kena penggusuran belum siap pemerintah tidak akan melakukan penertiban.
"Nggak (nunda) dong, kan bulan Mei ini siap rusunnya. Orang banyak tanya sama saya, 'kapan bapak nyetop penertiban?' Kalau rusunnya belum siap ya stop," kata Ahok.

Mantan Bupati Belitung Timur ini menjelaskan, Pemprov DKI Jakarta sampai saat ini belum mendapat surat dari Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi yang isinya meminta menunda penertiban kawasan Luar Batang.

Diketahui, Pemerintah DKI Jakarta terlebih dahulu melakukan penertiban kawasan Pasar Ikan, Penjaringan Jakarta Utara. Penertiban yang berlangsung Senin (11/4/2016) lalu itu sempat berujung ricuh dan aparat yang mencoba melakukan penertiban sempat mendapat perlawanan dari warga yang menolak bangunannya digusur. 

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok hadir memenuhi panggilan sebagai saksi di gedung KPK, Jakarta, Selasa (12/4). [suara.com/Oke Atmaja]
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok hadir memenuhi panggilan sebagai saksi di gedung KPK, Jakarta, Selasa (12/4). [suara.com/Oke Atmaja]

Pemprov DKI Hari Ini Gusur Bangunan di Daerah Pacuan Kuda Pulomas

Ahok menjelaskan kawasan yang dihuni sekitar 115 kepala keluarga ini sebagian sudah mau direlokasi ke rumah susun.

Adhitya Himawan , Dwi Bowo Raharjo : 
 
Suara.com - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hari ini Rabu (20/4/2016) menertibkan bangunan di kawasan Pacuan Kuda Pulomas, Jakarta Timur. 

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menjelaskan kawasan yang dihuni sekitar 115 kepala keluarga di RT 08/RW 16, Kelurahan Kayuputih, Kecamatan Pulo Gadung, Jakarta Timur ini sebagian sudah mau direlokasi ke rumah susun, salah satunya ke rusun Pulogebang, Jakarta Timur.

"Yang Pulomas udah kita pindahin (warganya), memang rusunnya tidak sebagus yang baru, karena itu rusun lama. Tapi nggak ada pilihan," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu pagi (20/4/2016).
Menurut Ahok kalau kawasan Pacuan Kuda tidak segera ditertibkan oleh Pemprov DKI Jakarta, maka pemerintah akan terkendala dalam pembangunan sarana penunjang olahraga untuk Asean Games 2018 yang akan segera dilaksanakan.

"Karena kalau kita terlambat memindahkan itu, ada konsekiensi terlambat membuat persiapan Asean Games. Itu saja," jelas Ahok.

Mantan Bupati Belitung Timur ini menjamin kepada warga yang memiliki KTP DKI, apabila bangunan rumahnya terkena penertiban oleh pemerintah dipastikan mendapatkan rusun.

"Pasti. Ini kan agak menengah. Mereka merasa rusunnya kurang bagus. Ya susah. Rusun bagus kan baru kita bikin, baru mulai," katanya.

Nelayan Muara Angke tolak proyek reklamasi di Teluk Jakarta [suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Nelayan Muara Angke tolak proyek reklamasi di Teluk Jakarta [suara.com/Kurniawan Mas'ud]

Ahok: Mana Ada Ikan Ditangkap di Teluk Jakarta

Ahok membantah dirinya tidak memikirkan nasib para nelayan yang sudah kesulitan.

Adhitya Himawan , Dwi Bowo Raharjo :
Suara.com - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok masih tidak percaya kalau di perairan Teluk Jakarta masih terdapat banyak ikan. Pernyataan Ahok ini berbanding terbalik dengan pernyataan perwakilan Komunitas Nelayan Tradisional Indonesia yang mengatakan di perairan itu masih terdapat banyak ikan.
 
"Mana ada ikan ditangkep di teluk Jakarta. Loe mau bohongin gue, gue anak pulau," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (20/4/2016).

Ahok juga membantah dengan adanya proyek reklamasi 17 pulau dan penggusuran pemukiman warga pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak memikirkan nasib para nelayan yang sudah kesulitan mencari pekerjaan.
Menurit Ahok dengan merelokasi warga yang berada di pemukiman liar ke rumah susun, para warga mendapatkan pelayanan yang lebih manusiawi oleh pemerintah DKI.

"Aku pikirin makanya aku kasih bus gratis. Saya tanya sama loe, loe orang rata-rata nggak tinggal di Jakarta. Kalau masih di Jakarta kamu tinggal Jakarta sejauh mana sih Jakarta. Itu aja pertanyaan saya. Sampai anakmu aku pikirin, aku kasih bus sekolah, kasih KJP kasih dokter, emang nggak gue pikirin. Kasih tempat usaha," jelas Ahok.

Kemarin Selasa (19/4/2016), Saefudin (35) nelayan yang tinggal di Muara Angke, Jakarta Utara, bersama perwakilan dari Komunitas Nelayan Tradisional mendatangi Balai Kota DKI Jakarta. Mereka ingin menunjukan kepada Ahok kalau wilayah Teluk Jakarta masih banyak ikan.

"Itu ikan yang kita tangkap tidak tercemar, kalau ikan yang sudah tercemar dia nggak nempel di jaring, mendem ke tanah. Ini ikan seger, kalau perlu agar dia (Ahok) nyicipn, bila perlu kalau mau di goreng bareng-bareng kita makan bareng-bareng, biar kita tunjukin. Saya pingin Ahok cabut izin reklamasi," kata Saefudin.

Suasana lokasi  reklamasi Teluk Jakarta.  (suara.com)
Suasana lokasi reklamasi Teluk Jakarta. (suara.com)

Anggota Dewan Dukung Reklamasi Teluk Jakarta Dihentikan Sementara

Sambil dicari solusi yang tepat terkait dampak lingkungan yang ditimbulkan.

Esti Utami :
Suara.com - Keputusan pemerintah pusat untuk menghentikan sementara (moratorium) reklamasi di Teluk Jakarta  mendapat apresiasi dari anggota DPR. Anggota Komisi IV dari Fraksi Partai NasDem Fadholi menilai keputusan ini sangat tepat.

“Keputusan Pemerintah ini sudah tepat, karena sesuai dengan amanat UU Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” ujarnya saat dihubungi, Selasa (19/4/2016)

Menurut Fadholi, langkah yang diambil oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan beserta kementerian ‎lainnya telah menjadi langkah solutif bagi kegaduhan yang sudah berlangsung selama beberapa minggu ini.

“Saya kira dengan moratorium ini bisa menjadi solusi sebelum ada keputusan final dan mengikat sehingga ada jawaban bagi keresahan dan kegaduhan bagi masyarakat DKI terutama yang tinggal di pesisir pantai Jakarta,” kata Kapoksi Komisi IV ini.

Baginya, yang terpenting adalah bagaimana kebijakan pemerintah ini memberi manfaat bagi semua pihak dan tidak terjaid kerusakan lingkungan yang lebih besar.

"Marilah kita bersama mencari jalan terbaik agar ditemukan win-win solution bagi seluruh pihak," imbuhnya.             

Sebelumnya, pemerintah pusat telah menyepakati moratorium terhadap proyek reklamasi Teluk Jakarta. Keputusan itu diambil dalam rapat koordinasi antara Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, serta jajaran Kementerian Kelautan dan Perikanan, Senin kemarin (18/4/2016).

Nelayan segel pulau G hasil reklamasi
Nelayan segel pulau G hasil reklamasi

Kasus Dugaan Suap Raperda Reklamasi Terkuak, Ini Kata Pengamat

Kasus ini dinilai sebagai momen terkuaknya polarisasi pejabat-pengusaha di DKI Jakarta.

Ririn Indriani , Agung Sandy Lesmana :
Suara.com - Pengamat politik dan peneliti LIPI, Siti Zuhro menganggap terkuaknya kasus dugaan suap pembahasan Raperda soal Reklamasi Teluk Jakarta telah membentuk polarisasi kongkalikong antara pejabat dan pengusaha.

"Siapa bermain apa, siapa berperan apa, siapa mendapat apa, motivasinya apa, mulai terkuak. Bahwa kasus ini sebetulnya merupakan satu momen terkuaknya polarisasi pempeng (pejabat-pengusaha) di DKI Jakarta," katanya dalam diskusi 'Grand Corruption Ahok dan Para Kartelnya' di Dunkin Donut, Jalan HOS Cokroaminoto 94 Menteng Jakarta Pusat, Selasa (19/4/2016).

Menurut Siti Zuhro, terungkapnya kasus dugaan korupsi megaproyek tersebut menandakan jika pendanaan politik di Pilgub DKI 2017 membutuhkan donasi dari para pengusaha.

"Oh iya, meminta bantuan untuk mendanai. Nah, ini yang ujung-ujungnya karena Pilkada kita mahal," kata dia.

Siti menambahkan jika peran korporasi sangat dominan di konstelasi Pilgub 2017. Dia bahkan mengatakan jika dinamika politik di Pilgub tidak ramai jika tidak ada campur tangan para pemodal.

"Korporasi yang tadi disebutkan itu berperan sangat central, sangat dominan karena pilkada ternyata sangat tergantung pada peran pemodal. Peran pemodal disini sangat penting. Pilkada terkesan menjadi tidak seru tanpa adanya pemodal," kata dia.

Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan KPK terhadap Sanusi pada Kamis (31/3/3016) malam. Ketika itu, dia masih menjabat Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra. Dia diduga menerima suap senilai Rp2 miliar dari Personal Assistant PT. Agung Podomoro Land (Tbk) Trinanda Prihantoro. Uang tersebut diduga titipan dari Presiden Direktur PT. Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja.

Sehari setelah itu, Jumat (1/4/2016), Ariesman Widjaja menyerahkan diri ke KPK.Ketiga orang ini telah ditetapkan menjadi tersangka dan KPK terus mendalaminya.

Sejauh ini, KPK juga telah mencekal ke luar negeri beberapa pihak, di antaranya, Bos PT Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan, dan Staf Khusus Gubernur Basuki Tjahaka Purnama (Ahok) Sunny Tanuwidjaja.

Kasus dugaan penyuapan ini disinyalir untuk mempengaruhi proses pembahasan raperda tentang reklamasi. Ada tiga kewenangan pengembang yang diatur dalam rancangan. Yakni, keharusan menyerahkan fasilitas umum dan sosial, seperti jalan dan ruang terbuka hijau, kontribusi lima persen lahan, serta kontribusi tambahan sebesar 15 persen untuk menanggulangi dampak reklamasi.

Pengembang diduga keberatan dengan kontribusi tambahan 15 persen yang diatur di Pasal 110 Raperda Tata Ruang. Mereka pun melobi DPRD agar nilainya turun jadi lima persen.

Setelah aroma suap tercium, DPRD DKI Jakarta langsung menghentikan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tersebut.



Bos Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan, kembali diperiksa KPK, di Jakarta, Selasa (19/4/2016). [Suara.com/Oke Atmaja]
Bos Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan, kembali diperiksa KPK, di Jakarta, Selasa (19/4/2016). [Suara.com/Oke Atmaja]

Pemeriksaan Kedua, Aguan Ditanyai Hubungan dengan Perusahaan Lain

Bos Agung Sedayu Group tersebut juga ditanyai seputar komunikasinya dengan Sunny Tanuwidjaja.

Ruben Setiawan , Nikolaus Tolen :
Suara.com - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa bos PT. Agung Sedayu Group, Sugiyanto Kusuma alias Aguan pada Selasa (19/4/2016) untuk menjadi saksi dalam kasus dugaan suap pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang reklamasi Pantai Utara Jakarta. Aguan diperiksa untuk tersangka Mohamad Sanusi anggota DPRD DKI Jakarta, yang tertangkap tangan menerima suap Rp2 miliar dari pihak PT. Agung Podomoro Land (PT APL).

Aguan tidak mau mengungkap tentang pemeriksaannya hari ini kepada awak media. Tetapi, menurut Pelaksana Harian Biro Hubungan Masyarakat KPK, Yuyuk Andriati, Aguan diperiksa untuk mendalami komunikasi dirinya dengan Sunny Tanuwidjaja yang disebut-sebut sebagai 'staf khusus' Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama(Ahok).

"Ya, Aguan diperiksa sebagai saksi MSN, ditanyakan seputar komunikasi dengan Sunny," kata Yuyuk di Gedung KPK Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan.

Selain itu, hal lain yang ditanyakan penyidik pada pemeriksaan hari ini adalah berkaitan dengan hubungan perusahaan milik Aguan dengan perusahaan-perusahaan yang lainnya. Santer dikabarkan, ada hubungan antara Aguan dengan PT. Kapuk Naga Indah dan PT.Muara Wisesa Samudera, pemegang proyek reklamasi di Teluk Jakarta.

"Itu yang sedang didalami penyidik, apakah ada hubungan perusahaan satu dengan yang lain, apakah ada kegiatan dengan PT KNI dan PT MWS," kata Yuyuk.

Namun, saat ditanya terkait adanya pertemuan anatara Aguan dengan Pihak DPRD, Yuyuk mengaku belum mengetahuinya. Bahkan dia mengatakan terkait hal tersebut belum ada keterangan dari penyidik KPK.

"Soal pertemuan saya belum dapat, tapi yang tadi soal komunikasi dengan Sunny dan hubungan dua perusahaan itu," katanya.

Ahok Berikan Klarifikasi
Ahok Berikan Klarifikasi

Ahok: Teluk Jakarta Sudah Tercemar Sebelum Reklamasi

Ahok emoh cicipi ikan tangkapan nelayan di Teluk Jakarta.

Ardi Mandiri , Dwi Bowo Raharjo : 
Suara.com - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) emoh mencicipi ikan hasil tangkapan nelayan Jakarta. Ahok meyakini bahwa ikan di teluk Jakarta sudah tercemar.
Meski begitu, Ahok membantah tercemarnya laut di Utara Jakarta karena proyek reklamasi 17 pulau. "Sebelum reklamasi teluk Jakarta sudah tercemar, belum dari pabrik-pabrik. Jadi bayangin 13 sungai bermuara di teluk Jakarta. Kita tahu sendiri ada nggak pengolahan air limbah dari dulu sampai sekarang? Hampir nggak ada," ujar Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (19/4/2016).
Ahok menilai penolakan sebagian warga soal adanya proyek reklamasi berbau politis, apalagi dia bakal mengikuti bursa Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta tahun 2017.
Selain itu, dia juga menyebut sikap Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia tak konsisten. Sebab reklamasi sebelumnya tidak pernah mendapat penolakan dari warga maupun masyarakat.
"Sekarang nelayan tinggal teriak-teriak itu reklamasi. Kamu nggak fair. ‎Muara baru tempat kamu ngangkat (ikan) di Pelabuhan Nizam Zachman, satu jalur dengan Pantai Mutiara. Itu hasil dari mana Pelabuhan Nizam Zachman? Yang 5000-6000 nelayan naikin hasil tangkapan? reklamasi," kata Ahok.
Mantan Bupati Belitung Timur ini juga menganggap kebanyakan nelayan yang tinggal di Jakarta Utara bukan merupakan warga asli Jakarta.
"Nelayan juga lebih banyak pendatang kok, kamu lihat saja di Muara Baru, Muara Angke, Cakung, Cilincing, itu lebih banyak orang Indramayu, dari Tegal. Saya tidak mengatakan tidak ada nelayan, tapi porsinya berapa banyak?" kata Ahok.
Tadi sore, Saefudin (35) nelayan yang tinggal di Muara Angke, Jakarta Utara, bersama perwakilan dari Komunitas Nelayan Tradisional mendatangi Balai Kota DKI Jakarta. Mereka ingin menunjukan kepada Ahok kalau wilayah Teluk Jakarta masih banyak ikan.
"Itu ikan yang kita tangkap tidak tercemar, kalau ikan yang sudah tercemar dia nggak nempel di jaring, mendem ke tanah. Ini ikan segar, kalau perlu agar dia (Ahok) nyicipin, bila perlu kalau mau di goreng bareng-bareng, kita makan bareng-bareng, biar kita tunjukin. Saya pingin Ahok cabut izin reklamasi," kata Saefudin.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). [suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). [suara.com/Kurniawan Mas'ud]

Tak Mau Debat dengan Nelayan, Ahok: Urusan Apa?

Ahok mengaku heran dengan sebagian orang yang mempersoalkan reklamasi 17 pulau.

Arsito Hidayatullah :
Suara.com - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) justru bertanya balik kepada perwakilan Komunitas Nelayan Tradisional (KNT) yang ingin menemuinya untuk meminta menghentikan proyek reklamasi 17 pulau yang tengah dikerjakan pihak swasta.

"Nemui saya, urusan apa? Kalau kita berdebat kayak gitu, nggak ketemu debatnya. Tanya saja. Kalau mau temui saya, gampang. Semua bisa temui (saya) kapan saja kok," kata Ahok, di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (19/4/2016).

Diketahui, perwakilan dari KNT baru saja mendatangi Balai Kota DKI Jakarta untuk menunjukkan hasil tangkapan ikan mereka. Hal ini sekaligus untuk menunjukkan kepada Ahok bahwa di Teluk Jakarta masih terdapat banyak ikan. Para nelayan pun berharap Pemprov DKI menghentikan reklamasi, karena dianggap telah menyusahkan masyarakat dalam mencari ikan.

Menanggapi hal tersebut, Ahok memastikan bahwa pihaknya tidak akan mengabulkan permohonan mereka. Sebab menurut Ahok, justru tempat (kediaman) sebagian nelayan di Jakarta saat ini pun merupakan pulau atau kawasan hasil reklamasi.

"Anda menolak reklamasi. Saya tanya dulu, tempat tinggal Anda (nelayan) di Angke, Muara Baru, itu bukan hasil reklamasi? Anda jawab saya dulu. Berarti Anda jangan tinggal di situ dulu (kalau tak suka reklamasi). Kalian yang anti-reklamasi, tinggalkanlah Muara Angke, Muara Baru, Cilincing, Cakung. (Itu) Baru konsisten," kata Ahok.

Mantan Bupati Belitung Timur ini pun mengaku heran terhadap sebagian orang yang mempermasalahkan reklamasi 17 pulau. Sebab menurutnya, kenapa tidak ada masyarakat yang protes adanya reklamasi yang dilakukan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) dan PT Karya Citra Nusantara (KCN).

"Saya tanya, kelompok nelayan KNTI, pernah nggak Anda protes KBN reklamasi? Sekarang nambah ke laut. Nggak pernah. Kok saya cari di Google, nggak pernah mereka protes KCN dan KBN. Mereka juga gak pernah protes reklamasi Pulau N," kata Ahok lagi.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menjalani pemeriksaan di Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri, Jakarta, Kamis (25/2/2016). [suara.com/Oke Atmaja]
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menjalani pemeriksaan di Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri, Jakarta, Kamis (25/2/2016). [suara.com/Oke Atmaja]

Bukti Kepemimpinan Ahok Seperti Orba Versi Gerindra

Proyek reklamasi Teluk Jakarta yang dianggap lebih mementingkan kelompok pengusaha.

Pebriansyah Ariefana , Agung Sandy Lesmana :
Suara.com - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fery J Juliantono menilai gaya kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) cenderung mirip dengan rezim Orde Baru.
Ahok lebih menggunakan kekuatan Polri dan TNI untuk melakukan penggusuran pemukiman warga di kawasan Pasar Ikan dan Luar Batang, Penjaringan, Jakarta Pusat.
"Buktinya sampai saat ini masih banyak yang tinggal di perahu. Mereka mau tinggal di rusun tapi karena jaraknya jauh dari tempat bekerja mereka akhirnya tidak jadi," kata Fery dalam diskusi 'Grand Corruption Ahok dan Para Kartelnya', di Dunkin Donut, Jalam HOS Cokroaminoto 94 Menteng Jakarta Pusat, Selasa (19/4/2016).
Terkait sikap tersebut, Fery menilai jika tindakan Ahok cenderung otoriter dan mirip dengan gaya kepemimpinan mantan Presiden Soeharto.
"Secara teori, hikmahnya bahwa di zaman Soeharto kekuatan otoriter berbasis militer dan bersekutu dengan birokrat secara teori. Intinya orde baru persekongkolan militer dan birokrat," kata dia.
Feri berkata, meski keberadaan militer saat ini lebih mendominasi kalangan pengusaha. Namun, kata Fery tetap saja pola yang dibangun Ahok cenderung sama dengan Orde Baru.
"Sekarang yang terjadi, militer tidak berperan dominan tapi kartel. Kartel ini yang bersekongkol dengan birokrat," kata dia.
Lebih lanjut, Fery juga menyinggung soal proyek reklamasi Teluk Jakarta yang dianggap lebih mementingkan kelompok pengusaha.
"Implikasi dari terlalu dominannya birokrasi dan perusahaan akibatnya aturan banyak ditabrak. Contohnya reklamasi pembangunan sudah dominan," kata dia.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (12/4) malam. [suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (12/4) malam. [suara.com/Kurniawan Mas'ud]

Ahok Bantah Adik Bungsunya Terseret Kasus Sumber Waras

"Lu cari saja daftar notaris, ada nggak nama adik saya?"

Pebriansyah Ariefana , Dwi Bowo Raharjo :
Suara.com - Nama Adik bungsu Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Fifi Lety Tjahaja Purnama sempat disebut-sebut sebagai notaris pembelian sebagian lahan Rumah Sakit Sumber Waras yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2014 lalu.
"Itu mah fitnah banget. Lu cari saja daftar notaris, ada nggak nama adik saya. Adik saya itu pengacara, bukan notaris," ujar Ahok ketika menanggapi tudingan tersebut di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (19/4/2016).
Ahok menegaskan dalam kisruh pembelian sebagaian lahan RS Sumber Waras yang berkembang saat ini tidak ada kaitannya dengan adik perempuannya tersebut. Ia bahkan menyebut orang yang ingin mencoba memfitnahnya itu tidak cerdas.
"Mau fitnah itu nggak cerdas sedikit fitnahnya. Adik saya bukan notaris, yang notaris itu bu Kartini Mulyadi, yang katanya saudara bini gua. Saudara dari Adam-Hawa kali," kata Ahok.
Mantan Bupati Belitung Timur ini meminta kepada jurnalis tidak lagi bicara soal Sumber Waras, terlebih kasus ini tengah ditangani oleh Komisi Pemberantas Korupsi.
"Nggak usah ngomong itu lah, Sumber Waras udah terlalu banyak. Orang mau fitnah fitnah saja terus. Silakan dia fitnah, nanti kan juga malu sendiri," katanya.
Sebelumnya, Direktur Utama Yayasan Kesehatan Sumber Waras, Abraham Tedjanegara sempat mengatakan ada nama Fifi dalam pembelian sebagian lahan RS Sumber Waras.
"Notaris Fifi, setahu saya pernah diajukan," kata Abraham saat jumpa pers di RS Sumber Waras, Grogol, Jakarta Barat, Sabtu (16/4/2016) lalu.
Namun ia menjelaskan, peranan Fifi tidak sampai proses pembelian lahan seluas 3,6 haktare tersebut. Namun ia mengatakan pembiayaan jasa Fifi juga menjadi kewajiban Pemprov DKI.
"Jadi, atas kesepakatan, kita tunjuk Tri Firdaus," jelasnya.
Penunjukan Tri Firdaus sebagai notaris dikarenakan pihak RS Sumber Waras karena menganggap Fifi tidak pernah ada dalam proses pembelian lahan berstatus hak guna bangunan (HGB) itu. Adapun penunjukkan Tri Firdaus, menurut Abraham, lantaran dianggap sebagai notaris tersohor.
Gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta, Minggu (17/4/2016). [Suara.com/Adhitya Himawan]
Gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta, Minggu (17/4/2016). [Suara.com/Adhitya Himawan]

Bahas Audit RS Sumber Waras, DPR Sambangi Gedung BPK

Kedatangan Komisi III DPR untuk membahas hasil pemeriksaan BPK terhadap pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras.

Adhitya Himawan , Ummi Hadyah Saleh :
Suara.com - Komisi III DPR menyambangi Gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), pada haris Selasa (19/4/2016).
Wakil Ketua Komisi III DPR Benny K Harman mengatakan kedatangannya ke Gedung BPK untuk melakukan rapat konsultasi,  yang akan membahas hasil pemeriksaan BPK terhadap pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras.
"Datang untuk rapat konsultasi dengan BPK mengenai hasil audit BPK dalam lima tahun yang sudah ditindaklanjuti dan belum ditindaklanjuti oleh instansi terkait," ujar Benny di Gedung BPK, Jakarta, Selasa (19/4/2016).
Tak hanya itu, dengan melakukan rapat konsultasi, Komisi III yang merupakan  komisi hukum bisa menindaklanjuti masalah hukum, yang hasilnya disampaikan ke instansi terkait. Hal ini berdasarkan laporan masyarakat terkait kasus Rumah Sakit Sumber Waras.
"Nanti kita lihat, dalam kasus Sumber Waras ada kelompok masyarakat yang mengadukan masalah ini dan Komisi III akan menyampaikan pengaduan kenapa  kasus sumber waras tak diproses,"ungkapnya.
Hingga saat ini rapat konsultasi masih berlangsung.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Fraksi Gerindra Desmond J Mahesa. (suara.com/Bagus Santosa)
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Fraksi Gerindra Desmond J Mahesa. (suara.com/Bagus Santosa)

Soal Sumber Waras, Desmon: Ahok Penakut Ngomong Doang

Desmon J Mahesa, akan memanggil sejumlah pihak yang terkait dengan Rumah Sakit Sumber Waras.

Adhitya Himawan , Bagus Santosa :
Suara.com - Wakil Ketua Komisi III DPR RI Desmon J Mahesa, akan memanggil sejumlah pihak yang terkait dengan Rumah Sakit Sumber Waras.
 
Ketua Panitia Kerja Penegakan Hukum Komisi III ini juga akan berkunjung ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk meminta audit BPK, yang salah satunya berisi audit tentang Sumber Waras.‎ Kunjungan tersebut akan dilakukan siang ini.
 
"Sumber Waras, salah satu yang yang diminta (auditnya ke BPK). Dari sana dasar untuk melakukan pengawasan, dan mendorong mitra kita untuk proaktif lagi. Ini akan jadi dasar kita untuk rapat dengan KPK, Polri, Kejaksaan, kalau data ada penyimpangan, mengapa KPK katakan tidak. Kalau penyimpangan ada berarti ada unsur korupsi," kata Desmon dihubungi, Selasa (19/4/2016).
 
Audit BPK menemukan ada indikasi kerugian negara pada pembelian lahan RS Sumber Waras yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ini. Kasus tersebut berkaitan dengan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
 
Terkait Ahok, Desmon mengatakan, Panja ini tidak akan memanggilnya. Sebab, pengalaman Komisi III beberapa waktu lalu, Ahok tidak hadir ketika dipanggil ke DPR. 
 
"‎Kawan-kawan meyakini, Ahok kalau dipanggil nggak akan datang. Itu sudah pernah, tapi nggak datang. Tahun lalu.  Yang datang Sekda nya. Pengalaman saya pada saat itu dia utus orang. Bukan orang gentleman, antara omongan dan perbuatan nggak sama," katanya.
 
"Jadi belum tentu manggil. Ngapain panggil. Karena punya pengalaman itu. Ahok penakut, ngomong doang. berhadapan dengan orang nggak berani, berani cuma dengan orang lemah," tambah Politisi Gerindra ini.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (12/4) malam. [suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (12/4) malam. [suara.com/Kurniawan Mas'ud]

Ahok Ogah Gubris Isu Jokowi Melindunginya di Kasus Sumber Waras

"Nggak usah ditanggepin, biarin aja lah."

Ririn Indriani , Agung Sandy Lesmana :
Suara.com - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama ogah menggubris rumor yang menyebutkan jika Presiden Joko Widodo melindunginya terkait kasus dugaan  korupsi pengadaan lahan Rumah Sakit (RS) Sumber Waras. Wakil Ketua DPR dari Fraksi Gerindra Fadli Zon bahkan meminta Jokowi mengklarifikasi rumor tersebut.

"Nggak usah ditanggepin, biarin aja lah," tegas Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (18/4/2016).

Mantan Bupati Belitung Timur itu tidak mau terpancing isu soal pembelian lahan RS Sumber Waras yang diduga ada penggelembungan dana sehingga menyebabkan kerugian negara. Menurutnya, soal kasus RS Sumber Waras telah dijelaskan di berbagai media.
Untuk itu, Ahok ogah menyebarkan opini di luar kasus penyelidikan kasus Sumber Waras yang saat ini ditangani KPK. "Biarin aja lah, udah terlalu banyak soal sumber Waras, saya tinggal baca aja," katanya lagi.

Pernyataan Fadli Zon yang meminta Jokowi mengklarifikasi rumor melindungi Ahok terkait kasus RS Sumber Waras disampaikan di acara diskusi bertema Pro Kontra Audit Sumber Waras di Warung Daun, Jakarta Pusat, Sabtu (16/4/2016).

"Saya kira harus ada klarifikasi dari Presiden. Kasus ini ada rumor kalau Presiden melindungi Ahok. Makanya Presiden harus berikan klarifikasi," katanya.

Fadli mengatakan kalau rumor tersebut tidak benar, harus dibantah oleh Jokowi.

"Saya enggak tahu, ini harus diklarifikasi, kasus ini tertahan (di KPK) katanya presiden melindungi Ahok. Ini kasus, rumor ini harus dibantah kalau ini enggak benar," tutupnya.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.

Reklamasi Ditunda, Ini Komentar Ahok

Ahok mengaku senang dengan hasil rapat koordinasi dengan pemerintah pusat.

Ririn Indriani , Agung Sandy Lesmana :
Suara.com - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengaku cukup senang dengan hasil rapat koordinasi dengan pemerintah pusat yang membahas proyek Reklamasi Teluk Jakarta.

Menurutnya, dengan adanya pertemuan tersebut permasalahan proyek reklamasi 17 pulau buatan itu bisa cepat segera terselesaikan.

"Saya ucapkan terima kasih ke Pak Menko, Menteri, KLH, Menteri KKP diwakili Pak Dirjen supaya polemik ini selesai," kata Ahok dalam rapat koordinasi di gedung BPPT, Jakarta Pusat, Senin (18/4/2016).

Dalam rapat yang dihadiri Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli, Menteri KLH Siti Nurbaya dan perwakilan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, sepakat untuk menunda pelaksanaan reklamasi sampai segala aturan di dalam perundang-undangan dipenuhi.

Dalam rapat tersebut, Ahok mengatakan tidak ada yang salah dalam penggarapan proyek reklamasi. Menurut dia, penundaan tersebut dikarenakan adanya aturan yang tumpang tindih.

"Kita sepakat reklamasi nggak ada yang salah, reklamasi kamu tenggelem Jakarta, ikan pada mati. Kita sadar ada tumpang tindih peraturan," ungkapnya.

Lebih lanjut, Ahok mengaku adanya rapat koordinasi yang digagas Menteri Rizal Ramli bisa menyelamatkan dirinya. Ini dikarenakan, ia menilai banyak pihak yang menyalahkannya terkait penggarapan proyek reklamasi 17 pulau di pesisir Jakarta.

"Ini inisiatif baik dari Menko kalau nggak saya diserang melulu," ungkapnya.

Menteri KLH Siti Nurbaya dan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama menemui Menko Bidang Kemaritiman Rizal Ramli untuk membahas Reklamasi Teluk di Jakarta, Senin (18/4/2016). (Suara.com/Dian Kusumo Hapsari)
Menteri KLH Siti Nurbaya dan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama menemui Menko Bidang Kemaritiman Rizal Ramli untuk membahas Reklamasi Teluk di Jakarta, Senin (18/4/2016). (Suara.com/Dian Kusumo Hapsari)

Reklamasi Ditunda, Menteri Rizal "Pasang Badan" Jika Ada Gugatan

Penghentian sementara proyek reklamasi berdasarkan landasan hukum.

Suwarjono , Agung Sandy Lesmana :
Suara.com - Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli mengaku 'pasang badan' apabila ada upaya pihak pengembang melakukan gugatan ke Pemprov DKI Jakarta setelah pemerintah pusat sepakat menunda proyek reklamasi Teluk Jakarta.
Dalam rapat koordinasi yang dihadiri Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan perwakilan dari Kementerian Perikanan dan Kelautan, Rizal mengatakan penghentian sementara proyek reklamasi berdasarkan landasan hukum dan diatur oleh Undang-undang.
"Nggak usah khawatir. UU jelas. Siapa yang berani gugat Rizal Ramli?," katanya dalam rapat koordinasi soal reklamasi Teluk Jakarta di gedung BPPT, Jakarta Pusat, Senin (18/4/2016).
Rizal juga meminta Ahok tak perlu khawatir apabila ada upaya dari pihak pengembang untuk melakukan gugatan. Sebab, menurutnya kesepakatan penghentian proyek pembuatan 17 pulau buatan itu sudah berlandaskan hukum yang jelas.
"Pak Ahok bisa refer ke keputusan kali ini ada landasan hukum. Jangan khawatir lah gitu," katanya.
Namun, Ahok sendiri enggan berkomentar soal langkah para pengembang untuk melakukan gugatan pasca kesepakatan penghentian reklamasi dilakukan.
Sebelumnya, Ahok mengatakan kalau proyek pembuatan 17 pulau dihentikan sekarang, pemerintah akan digugat pengembang. Ahok sendiri mengatakan banyak pihak yang meminta proyek reklamasi Teluk Jakarta dihentikan untuk sementara, termasuk Wakil Presiden Jusuf Kalla, namun belum ada yang menjelaskan dasar hukumnya.
"Kalau Pak JK minta hentikan. Tadi kan saya bilang banyak yang minta hentikan, tapi dasar hukumnya apa, jika kirim surat resmi ke saya akan saya pelajari. Kalau nggak, saya akan digugat PTUN dan jika kalah pemda ganti beberpa triliun itu yang bayar pemda, loh. Kira-kira DPRD akan pecat saya nggak kalau gitu," kata Ahok saat ditemui di kantor BPJS Ketenagakerjaan, Minggu (17/4/2016).
Ahok menceritakan pengalaman pada tahun 2008. Ketika itu, Kementerian Lingkungan Hidup melayangkan gugatan ke pengadilan untuk membatalkan proyek reklamasi Pantai Utara.
"Tapi apa hasilnya, itu dipatahkan oleh pengadilan. Karena itu dinilai salah gugatan," kata Ahok.
Menurut Ahok tidak ada yang salah dari proses proyek reklamasi itu. Yang salah, menurutnya, jika ada pejabat negara yang menerima uang ke pengembang sebagai imbalan membantu mengurus proyek agar berjalan lancar.
"Kalau nggak ada yang minta duit, reklamasi itu untung kok. Semua pulau hasil reklamasi punya DKI, 45 persen pansus-pansus punya DKI lima gross pulau punya DKI, setiap tanah dijual lima persen NJOP punya DKI, salah dimana. Semua orang kayak waktu dia menyambung sertifikat HGB di atas ini lima persen lagi dari NJOP, jadi siapa yang untung ya DKI," kata Ahok.
Jusuf Kalla sebelumnya meminta agar proyek reklamasi Teluk Jakarta dihentikan untuk sementara waktu karena diduga menyalahi sejumlah aturan, terutama terkait lingkungan.

Rizal Ramli: Reklamasi Teluk Jakarta Dihentikan Untuk Sementara

Proyek reklamasi di teluk Jakarta dihentikan hingga semua persyaratan sudah dipenuhi semuanya.

Ririn Indriani , Dian Kusumo Hapsari :
Suara.com - Hari ini, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama bersama Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLH), Siti Nurbaya mendatangi kantor Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli untuk membahas nasib proyek reklamasi di Teluk Jakarta, yang terus menuai polemik dalam beberapa hari terakhir.

Di pertemuan tertutup yang berlangsung selama satu jam ini, Rizal Ramli memutuskan untuk menghentikan untuk sementara proyek reklamasi di Teluk Jakarta.

"Tadi kesimpulannya begini, kami meminta untuk sementara kita hentikan proyek ini hingga semua persyaratan sudah dilengkapi," katanya saat menggelar konferensi pers di kantornya, Senin (18/4/2016).

Menurut Rizal, dari proyek reklamasi ini tidak ada yang salah. Pasalnya, reklamasi ini sebagai metode dari sebuah pembangunan yang kerap diterapkan negara-negara di dunia.

Namun, karena masih ada beberapa persyaratan yang belum lengkap sehingga pemerintah harus menghentikan pembahasan reklamasi untuk sementara.

"Masih banyak Undang-undang yang bolong-bolong. Jadi, ini harus diselesaikan terlebih dahulu agar bisa dilanjutkan," katanya.

Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, M. Sanusi, berjalan keluar seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (1/4/2016) malam. [Suara.com/Oke Atmaja].
Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, M. Sanusi, berjalan keluar seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (1/4/2016) malam. [Suara.com/Oke Atmaja].

Sanusi Bantah Bisa Pengaruhi DPRD Jakarta dalam Kasus Reklamasi

Permasalahan hukum ini yang merupakan sepenuhnya berada di pundak saya sendiri," Sanusi.

Liberty Jemadu , Dinda Rachmawati :
Suara.com - Mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi, membantah punya wewenang untuk mempengaruhi siapa pun di DPRD. Ia mengatakan jabatannya sebagai Ketua Komisi D tidak dapat memberikan pengaruh apa-apa untuk menggerakan siapa pun, baik itu di Badan Legislasi, Badan Musyawarah, maupun di rapat Paripurna DPRD.
"Artinya adalah suatu hal yang tidak mungkin, bahkan muskil adanya saya dapat mempengaruhi dan atau menggerakan dan atau menggiring, baik itu Balegda, Bamus maupun Paripurna serta anggota DPRD lainnya," kata Sanusi melalui keterangan pers tertulis diterima di Jakarta Senin(18/4/2016).
Oleh karena itu dia mengakui bahwa yang sepenuhnya untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya saat ini adalah dirinya sendiri. Karenanya, dia membantah kalau kasus yang terungkap melalui operasi tangkap tangan pada tanggal 31 Maret 2014 lalu tersebut juga melibatkan partainya.
"Permasalahan hukum ini yang merupakan sepenuhnya berada di pundak saya sendiri, artinya permasalahn atas proses hukum yang sedang berjalan sepenuhnya dan sebenranya tidak ada keterkaitan dengan partai," lanjut dia.
Adik dari Wakil Ketua DPRD DKI, Mohamad Taufik tersebut pun menyampaikan permohonan maafnya kepada Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto dan masyarakat yang telah dirugikannya.
"Dari lubuk hati yang terdalam, saya menyampaikan dalam kesempatan ini permohonan maaf kepada keluarga, masyarakat Jakarta, khususnya konstituen, dan Ketum Partai Gerindra, Prabowo Subianto," tulis Sanusi.
KPK menangkap Sanusi pada 31 Maret lalu di Jakarta karena diduga menerima suap dari Agung Podomoro Land (APL). Suap itu diduga diberikan sebagai bagian dari upaya untuk mempengaruhi DPRD DKI Jakarta dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang reklamasi Pantai Utara Jakarta.

Sanusi Akhirnya Buka Mulut, Siap Kerja Sama dengan KPK

Berjanji akan terus terbuka pada KPK.

Liberty Jemadu , Nikolaus Tolen : 
Suara.com - Mohamad Sanusi, Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta mengatakan akan siap bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan suap pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang reklamasi Pantai Utara Jakarta.
"Jadi hari ini saya diperiksa sebagai saksi dan saya akan terus kooperatif dan akan terus terbuka," kata Sanusi usai diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL), Ariesman Widjaja di Gedung KPK, Jakarta, Senin (18/4/2016).
Itu adalah pernyataan pertama Sanusi setelah dia ditangkap KPK di Jakarta pada 31 Maret silam, setelah diduga menerima suap dari salat seorang staf APL.
Dalam kesempatan yang langka itu, Sanusi juga menegaskan bahwa saat ini dirinya bukan lagi sebagai anggota DPRD DKI Jakarta, karena ia telah mengundurkan diri dari keanggotaannya di Partai Gerindra.
"Saya sudah mengundurkan diri dari partai saya. Saya sudah menyerahkan seluruh kewajiban saya sebagai anggota DPRD. Saya sudah lakukan semuanya," imbuh Sanusi, yang tadinya dijagokan Gerindra sebagai bakal calon gubernur DKI Jakarta dalam pemilihan kepala daerah 2017.
Sanusi sendiri diduga menerima suap senilai Rp2 miliar yang diberikan oleh Trinanda Prihantor, salah satu staf APL. Uang itu diduga sebagai titipan dari Ariesman.
Sehari setelah Sanusi ditangkap, Ariesman menyerahkan diri ke KPK. Bersama Sanusi dan Trinanda, Ariesman ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
Sanusi disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
‎Sedangkan Ariesman dan Trinanda dikenakan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Tuty Kusumawati memenuhi panggilan KPK di Jakarta, Jumat (15/4). [suara.com/Oke Atmaja]
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Tuty Kusumawati memenuhi panggilan KPK di Jakarta, Jumat (15/4). [suara.com/Oke Atmaja]

Periksa Kepala Bappeda DKI, KPK Dalami Angka 15 atau 5 Persen

Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Provinsi DKI Jakarta, Tuti Kusumawati diperiksa KPK untuk ketiga kalinya.

Adhitya Himawan , Nikolaus Tolen :
Suara.com - Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Provinsi  DKI Jakarta, Tuti Kusumawati mengatakan bahwa pemeriksaan untuk ketiga kalinya pada saat ini hanya berkaitan dengan pendalaman angka 15 persen dan lima persen.  Sebab menurutnya, selama ini ada yang masih belum memahami tentang dua angka yang nilainya berbeda tersebut.
 
"Ya pendalaman-pendalaman ya, yang  djidalamin masih bekaitan dengan pemahaman ya,  bagaimana yang 15 persen, karena masih banyak juga yang sepertinya masih miss(missunderstand)," kata Tuti usai diperiksa di Gedung KPK Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat(15/4/2016).
 
Menurutnya,angka  lima persen yang selalu dipertahankan oleh Anggota DPRD dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tersebut bukan berarti penurunan dari angka 15 persen yang diminta oleh pemerintah Provinsi DKI.
 
"Angka 15 persen itu dari NJOP(Nilai Jual Objek Pajak), dan lima persen  itu bukan berarti penurunan daeri 15 persen ya, tapi 5 persen lahan yang diserahkan ke pemprov DKI," kata Tuti.
 
Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan KPK terhadap Sanusi pada Kamis (31/3/3016) malam. Ketika itu, dia masih menjabat Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra. Dia diduga menerima suap senilai Rp2 miliar dari Personal Assistant PT. Agung Podomoro Land (Tbk) Trinanda Prihantoro. Uang tersebut diduga titipan dari Presiden Direktur PT. Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja.
 
Sehari setelah itu, Jumat (1/4/2016), Ariesman Widjaja menyerahkan diri ke KPK.Ketiga orang ini telah ditetapkan menjadi tersangka dan KPK terus mendalaminya.
 
Kasus dugaan penyuapan ini disinyalir untuk mempengaruhi proses pembahasan raperda tentang reklamasi. Ada tiga kewenangan pengembang yang diatur dalam rancangan. Yakni, keharusan menyerahkan fasilitas umum dan sosial, seperti jalan dan ruang terbuka hijau, kontribusi lima persen lahan, serta kontribusi tambahan sebesar 15 persen untuk menanggulangi dampak reklamasi.
 
Pengembang diduga keberatan dengan kontribusi tambahan 15 persen yang diatur di Pasal 110 Raperda Tata Ruang. Mereka pun melobi DPRD agar nilainya turun jadi lima persen.
 
Setelah aroma suap tercium, DPRD DKI Jakarta langsung menghentikan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar