Senin, 29 Februari 2016


Presiden Joko Widodo disambut Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi, dan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin untuk resmikan Masjid Fatahillah [suara.com/Bowo Raharjo]

Ada Campur Tangan Jokowi di Balik Ridwan Kamil Batal Lawan Ahok

Ahok buka-bukaan. Menurut Ahok, sebenarnya ada campur tangan Presiden Joko Widodo.

Siswanto, Dwi Bowo Raharjo :
 
Follow Us
 
Suara.com - Ada cerita menarik di balik kenapa Wali Kota Bandung Ridwan Kamil tidak jadi maju ke bursa Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta tahun 2017. Sudah dapat dipastikan, kalau wali kota sohor itu ikut pemilihan di Ibu Kota, dia akan head to head dengan Ahok yang juga seorang gubernur paling berpengaruh.
Ahok buka-bukaan. Menurut Ahok, sebenarnya ada campur tangan Presiden Joko Widodo di balik sikap Ridwan Kamil.
"Ya memang Pak Jokowi kan selalu konsep sekarang adalah bagaimana mengumpulkan orang-orang baik di tiap kota, tiap kabupaten," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (29/2/2016).
Menurut Ahok, Jokowi ingin tiap daerah dipimpin oleh orang-orang terbaik. Jokowi juga ingin orang-orang hebat itu tidak saling berebut kekuasaan.
"Jadi beliau ingin sekali di tiap kota kabupaten itu ada orang-orang baik yang bagus, yang bekerja untuk kotanya. itu konsepnya Pak Jokowi saat ini," kata Ahok.
Selama ini, Ridwan Kamil memang dekat dengan Jokowi. Beberapa waktu yang lalu, mereka bertemu.
"Jadi saya menghadap dan intinya beliau menyampaikan agar saya mengambil keputusan yang terbaik. Keputusan terbaik itu, beliau bilang dengan semata-mata mengejar sesuatu yang lebih besar, tapi yang di depan mata belum terselesaikan dengan baik," kata Ridwan Kamil.
"Kemudian, beliau melihat bahwa saya dan Pak Ahok ini adalah pemimpin daerah yang diapresiasi. Jadi sebaiknya tidak bertanding dalam kondisi nanti salah satu kalau kalah tidak berguna untuk negara," Ridwan Kamil menambahkan.
Ridwan Kamil mengatakan resikonya terlalu besar kalau tetap maju ke bursa pilkada Jakarta. Kalau Ridwan menang, Ahok harus angkat kaki dari Jakarta. Sebaliknya juga begitu, kalau Ahok menang, Ridwan Kamil tak jadi pemimpin bagi rakyat Kota Bandung lagi. Soalnya, mereka harus mundur dari jabatan sekarang untuk mengikuti bursa pilkada.
"Karena kalau saya lawan Pak Ahok, dan Pak Ahok menang, saya jadi nganggur dan hidup saya jadi tidak bermanfaat. Begitu pun jika saya menang, Pak Ahok nganggur. Mungkin itu nasihat bijak yang saya pahami dengan baik," kata dia.

Ridwan Kamil Batal Ikut Pilgub DKI, Istri: Saya Bersyukur

foto: Oris Riswan/Okezone
foto: Oris Riswan/Okezone
BANDUNG - Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil, memutuskan tidak ikut dalam Pemilihan Gubernur DKI 2017. Apa komentar Atalia Praratya Kamil yang merupakan istri Kang Emil -sapaan Ridwan Kamil- menanggapi keputusan tersebut?
"Saya sangat bersyukur sekali karena Kang Emil itu termasuk orang yang mau mendengarkan. Jadi semua didengarkan, termasuk anak-anak, saya, ibunda, dan juga warga," ujar Atalia di Balai Kota Bandung, Senin (29/2/2016).
Soal restu di keluarga, Atalia mengatakan sebenarnya hanya anak-anaknya yang kurang setuju. Itu karena sang anak terbiasa dengan kehidupan Emil sebagai arsitek.
Tapi ketika Emil jadi wali kota, anak-anaknya akhirnya memberi dukungan meski keberatan. Hal itu pula yang terjadi saat ini sebelum Emil memutuskan tak maju di Pilgub DKI.
"Pada akhirnya mereka sangat mendukung apa yang diputuskan oleh Kang Emil, terutama hal-hal seperti ini," ungkapnya.
Atalia mengatakan, sebenarnya sejak beberapa bulan terakhir perbincangan soal pencalonan di DKI jadi obrolan hangat di keluarganya. "Tapi kami serahkan semuanya pada proses yang ada," ucapnya.
Sementara selain di keluarga, Atalia mengaku mendapat banyak komentar warga sebelum Emil memutuskan sikapnya. Mereka banyak yang meminta Emil bertahan.
"Tidak hanya di keluarga, warga juga banyak sekali yang bicara kepada saya dan saya hanya bisa menjawab sejauh apa yang saya tahu, saya tidak bisa mengarahkan karena memang keputusannya hari ini," pungkas Atalia.
Regional 
News/Regional

Ridwan Kamil: Saya Tak Akan Maju ke Pilkada DKI 2017 

Senin, 29 Februari 2016 | 10:47 WIB.

 
KOMPAS.com/DENDI RAMDHANI 
 
Wali Kota Bandung Ridwan Kamil saat ditemui wartawan di Pendopo Kota Bandung, 
Jalan Dalem Kaum, Selasa (16/2/2016)
 
BANDUNG, KOMPAS.com — Wali Kota Bandung Ridwan Kamil memenuhi janjinya untuk mengumumkan keputusan terkait keikutsertaannya dalam berkompetisi pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017.

Dalam konferesi pers yang digelar di Balai Kota Bandung, Senin (29/2/2016), Ridwan Kamil menekankan bahwa dirinya tidak akan ikut bertarung dalam Pilkada DKI 2017.

"Kesimpulannya, saya tidak akan maju jadi calon di Jakarta," ucap Emil, sapaan akrabnya.

Dia mengatakan, saat ini dirinya hanya ingin fokus mewujudkan mimpi-mimpinya untuk kota kelahirannya.

"Saya sudah mendengarkan masukan, melakukan survei internal, termasuk meminta pendapat keluarga. Akhirnya, saya memutuskan untuk fokus mengurus Bandung," tutupnya.
 
























































































































 
  • New / Regional 

    Nasihat Jokowi Ikut Pengaruhi Keputusan Ridwan Kamil

Senin, 29 Februari 2016 | 13:00 WIB
Fabian Januarius Kuwado Gubernur Jakarta Joko Widodo tengah berbincang serius dengan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil di kantor Ridwan, Kamis (17/4/2014).
BANDUNG, KOMPAS.com — Tanda tanya tentang langkah politik Wali Kota Bandung Ridwan Kamil akhirnya terjawab. Dia menegaskan akan tetap memimpin Kota Bandung hingga jabatannya selesai pada 2018.

(Baca juga: Ridwan Kamil: Saya Tak Akan Maju ke Pilkada DKI 2017)

Wali Kota Bandung Ridwan Kamil mengatakan, keputusan untuk tidak ikut bertarung dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017 diambil setelah meminta saran kepada sejumlah tokoh nasional.

Salah satunya, Presiden RI Joko Widodo.

"Saya kan bersahabat dengan Pak Jokowi sejak zaman masih jadi Wali Kota Solo. Apalagi sebagai Presiden, jadi saya menghadap. Intinya, beliau menyampaikan agar ambil keputusan yang terbaik," tutur Emil di Balai Kota Bandung, Jalan Wastukencana, Senin (29/2/2016).

Emil melanjutkan, Jokowi berpesan agar ia jangan mengejar sesuatu yang lebih besar, sedangkan masalah di depan mata belum terselesaikan.

"Beliau melihat saya dan Pak Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) ini pemimpin daerah yang diapresiasi, jadi sebaiknya tidak bertanding, dengan kondisi (bahwa) nanti salah satu kalau kalah tidak berguna untuk negara," ungkapnya.

Emil mengaku sangat paham dengan pesan yang disampaikan Jokowi. Menurut dia, Jokowi tidak berkehendak bahwa keduanya bertarung memperebutkan posisi yang sama.

"Jadi, logikanya sangat saya pahami. Jadi, kalau lawan Pak Ahok, Pak Ahok menang, saya nganggur, energi hidup saya tidak bermanfaat. Kalau Pak Ahok kalah, dia nganggur. Itu nasihat bijak (Jokowi) yang saya pahami," tuturnya.

 New Leader 

Sunday, February 28, 2016

Ridwan Kamil: Jokowi Berpesan Sebaiknya Saya dan Pak Ahok Tak Bertanding

Wali Kota Bandung Ridwan Kamil sudah memutuskan tidak maju ke Pilgub DKI 2017. Pria yang akrab disapa Emil itu mengungkap pesan Jokowi terkait keputusannya.

Emil menuturkan, dalam proses pengambilan keputusan, sejumlah tokoh nasional mengajaknya bertemu, di antaranya Presiden Jokowi, Ketua MPR yang juga Ketum PAN Zulkifli Hasan, Ketua DPR yang juga politikus Golkar Ade Komarudin, Ketua DPD Irman Gusman, dan ada beberapa menteri. 

Soal pesan dari Jokowi, Emil mengungkap Presiden menyampaikan pentingnya menyelesaikan sesuatu yang belum selesai dengan baik.

"Saya bersahabat dengan Pak Jokowi zaman jadi Wali Kota. Apalagi sebagai Presiden. Saya menghadap, intinya saya menyampaikan saya akan mengambil keputusan terbaik. Intinya, beliau menyampaikan, keputusan yang terbaik itu bukan semata-mata mengejar sesuatu yang lebih besar, tapi yang di depan mata belum terselesaikan dengan baik," kata Ridwan dalam jumpa pers di Balai Kota Bandung, Jalan Wastukancana, Senin (29/2/2016).

Emil juga mengungkap Jokowi berharap dia tak bertanding dengan Ahok di Pilgub DKI. Jokowi tak ingin salah satu dari dia atau Ahok akhirnya tak berkontribusi untuk bangsa.

"Beliau (Jokowi) melihat saya dan Pak Ahok ini adalah pemimpin daerah yang diapresiasi. Dan sebaiknya tidak bertanding. Nanti bila salah satu kalah dan tidak berguna bagi bangsa dan negara. Itu sebabnya, nasihat bijak beliau sangat saya pahami," beber arsitek lulusan University of Berkeley California ini.

"Kalau saya lawan Pak Ahok, Pak Ahok menang saya nganggur. Atau saya menang Pak Ahok nganggur. Jadi nggak bermanfaat. Mungkin itu nasihat bijak yang saya pahami," ungkap pemimpin 44 tahun ini. 

Bak drama, cerita Ridwan Kamil dalam pentas "Menuju Pilgub DKI" berakhir antiklimaks. Pria yang karib disapa Kang Emil itu menarik diri dari bursa cagub DKI 2017.

Sejak akhir tahun 2015 lalu, nama Ridwan Kamil dikait-kaitkan dengan Pilgub DKI 2017. Pria 44 tahun itu dianggap cocok memimpin Jakarta.

Isu bergulir, Emil juga merespons. Arsitek lulusan University of Berkeley California itu mempertimbangkan kemungkinan menantang Gubernur DKI incumbent Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Sejak awal 2016, Ridwan Kamil intensif bertemu dengan sejumlah tokoh dan mendengar aspirasi para pengusaha  yang ada di Ibu Kota. Banyak yang mendorongnya maju, berharap ada pergantian kepemimpinan di Ibu Kota.


Gerindra memasukkan namanya sebagai salah satu bakal cagub yang diseleksi. PKS mendorong-dorong ke Jakarta.

Dalam perjalanan isu pencalonannya, meski menyatakan mempertimbangkan, Emil juga memberi sinyal tak akan maju ke DKI. Seperti pernyataannya Jumat (26/2) lalu. Emil menyatakan 90 persen rakyat Bandung tak setuju dia 'hijrah' ke Jakarta, begitu juga kedua anaknya.

"Istri saya mah pasti ikut ke mana saya pergi. Kalau anak enggak setuju, baru diceritain saja sudah bilang, tidak!" ungkap Emil di Balai Kota Bandung, Jalan Wastukancana.

Emil juga tak pernah datang ke acara seleksi cagub Gerindra. Dua kali diundang, dua kali dia tak datang. Alasannya, dia belum membuat keputusan.

Meski memberi sinyal negatif soal Pilgub DKI, Emil terus membuka ruang untuk menerima aspirasi hingga 28 Februari kemarin. Bahkan, pria berkacamata itu membuka 'polling' di akun Instagramnya. 

Ridwan Kamil bertemu Ganjar Pranowo dan Ahok di Balai Kota DKI, 25 Februari 2016. Foto: Danu Damarjati

Hingga akhirnya, di hari terakhir bulan Februari tahun kabisat 2016, Emil mengumumkan tak akan maju ke Pilgub DKI 2017. Isunya, keputusan itu sudah diambilnya dua pekan lalu, namun baru diumumkan hari ini.

"Saya maju ke Jakarta, tapi tidak sekarang. Alias saya tidak akan maju menjadi calon gubernur DKI 2017," kata Ridwan Kamil di Balai Kota Bandung, Jalan Wastukancana, Senin (29/2/2016). Pernyataan Emil disampaikan secara live di akun Facebook-nya.

Keputusan yang diambil 4 hari setelah bertemu dengan Ahok dan Ganjar Pranowo di Balai Kota DKI itu tentu mengecewakan sejumlah pihak. Bisa jadi salah satunya Ahok, yang berharap bisa bertarung dengan Emil di Pilgub DKI.

"Kalau dia maju kan lebih bagus, banyak pilihan," kata Ahok santai di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Senin (29/2/2016). 
Senin 29 Feb 2016, 12:21 WIB

Ridwan Kamil: Jokowi Berpesan Sebaiknya Saya dan Pak Ahok Tak Bertanding

Avitia Nurmatari - detikNews
Ridwan Kamil: Jokowi Berpesan Sebaiknya Saya dan Pak Ahok Tak Bertanding Foto: Muhammad Iqbal/detikcom
Jakarta - Wali Kota Bandung Ridwan Kamil sudah memutuskan tidak maju ke Pilgub DKI 2017. Pria yang akrab disapa Emil itu mengungkap pesan Jokowi terkait keputusannya.

Emil menuturkan, dalam proses pengambilan keputusan, sejumlah tokoh nasional mengajaknya bertemu, di antaranya Presiden Jokowi, Ketua MPR yang juga Ketum PAN Zulkifli Hasan, Ketua DPR yang juga politikus Golkar Ade Komarudin, Ketua DPD Irman Gusman, dan ada beberapa menteri.

Soal pesan dari Jokowi, Emil mengungkap Presiden menyampaikan pentingnya menyelesaikan sesuatu yang belum selesai dengan baik.

"Saya bersahabat dengan Pak Jokowi zaman jadi Wali Kota. Apalagi sebagai Presiden. Saya menghadap, intinya saya menyampaikan saya akan mengambil keputusan terbaik. Intinya, beliau menyampaikan, keputusan yang terbaik itu bukan semata-mata mengejar sesuatu yang lebih besar, tapi yang di depan mata belum terselesaikan dengan baik," kata Ridwan dalam jumpa pers di Balai Kota Bandung, Jalan Wastukancana, Senin (29/2/2016).

Emil juga mengungkap Jokowi berharap dia tak bertanding dengan Ahok di Pilgub DKI. Jokowi tak ingin salah satu dari dia atau Ahok akhirnya tak berkontribusi untuk bangsa.

"Beliau (Jokowi) melihat saya dan Pak Ahok ini adalah pemimpin daerah yang diapresiasi. Dan sebaiknya tidak bertanding. Nanti bila salah satu kalah dan tidak berguna bagi bangsa dan negara. Itu sebabnya, nasihat bijak beliau sangat saya pahami," beber arsitek lulusan University of Berkeley California ini.

"Kalau saya lawan Pak Ahok, Pak Ahok menang saya nganggur. Atau saya menang Pak Ahok nganggur. Jadi nggak bermanfaat. Mungkin itu nasihat bijak yang saya pahami," ungkap pemimpin 44 tahun ini.
(tor/nrl)

Sabtu, 27 Februari 2016

"SURAT LEWAT E-MAIL DARI "GEDUNG PUTIH" TANGGAL 27 FEBRUARI 2016".

"LETTER BY EMAIL FROM "THE WHITE HOUSE" 

DATED 27 FEBRUARY 2016".

 The White House, Washington 

The White House, Washington

Di jantung cerita saya adalah kesalahan ketik tunggal dalam genom saya.
Kita semua membawa sekitar ribuan kesalahan ketik dalam DNA kami, yang sebagian besar tidak peduli banyak untuk kesehatan kita - tapi salah ketik saya adalah kasus biasa yang jelas. Ini satu perubahan dalam gen tertentu yang menyebabkan penyakit prion genetik fatal, di mana pasien dapat hidup 50 tahun sehat, tapi kemudian tiba-tiba jatuh ke demensia dalam dan meninggal dalam waktu satu tahun. Dan tidak ada pengobatan - setidaknya, belum.
Pada tahun 2010, saya menyaksikan penyakit ini terungkap secara langsung. Aku baru saja menikah dengan suami saya Eric Minikel, cinta hidup saya. Ibuku, sehat pada 51, memiliki seorang diri terorganisir pernikahan kami yang indah. Kemudian, tiba-tiba, kami sedang menonton limbah menjauh di depan mata kita. Kami tidak punya nama untuk apa yang kita lihat. Itu hanya dari otopsi bahwa kita pelajari ada kesempatan 50 persen saya akan mewarisi mutasi genetik yang membunuhnya.
Kami memutuskan segera saya akan dites. Kami ingin tahu apa yang kami hadapi. Setelah berbulan-bulan di limbo menyiksa, ahli genetika dikonfirmasi ketakutan terbesar kami:
"Perubahan yang sama yang ditemukan pada ibumu ditemukan pada Anda."
Meskipun kami menerima kabar buruk hari itu, memilih untuk mendapatkan tes genetik prediksi itu, kedua menikah Eric, keputusan terbaik yang pernah saya buat. Ini dikonversi trauma berpotensi hidup-pecah menjadi alat yang berpotensi memberi hidup. Mengetahui kebenaran yang sulit telah memberi kita kepala mulai melawan musuh medis tangguh kami.
Pemberdayaan berarti sesuatu yang berbeda untuk setiap pasien. Mengambil penyakit di laboratorium adalah apa artinya bagi kita.
pemberdayaan pasien adalah apa Presiden Presisi Pengobatan Initiative adalah semua tentang: mengetahui informasi kesehatan Anda sendiri sehingga Anda dapat membuat keputusan cerdas tentang perawatan kesehatan Anda sendiri.presisi Kedokteran
Eric dan saya memutuskan bahwa bahkan ketika tidak ada yang dapat Anda lakukan, ada sesuatu yang dapat Anda lakukan.
Kami melancarkan kampanye untuk mendidik diri kita sendiri - mengambil kelas malam, menghadiri konferensi, dan akhirnya mengambil pekerjaan baru di laboratorium penelitian. Kami dilatih kembali sebagai ilmuwan di siang hari dan menerapkan apa yang kami belajar untuk memahami penyakit saya dengan malam. Empat tahun kemudian, kita sekarang mahasiswa PhD Harvard side-by-side bekerja di Broad Institute, di mana di bawah bimbingan tim rekan-rekan yang luar biasa, kami mengabdikan hidup kita untuk mengembangkan terapi untuk penyakit saya.
Kemarin, saya berbicara pada sebuah panel di Gedung Putih tentang bagaimana kritis Presisi Pengobatan Initiative, bergabung dengan Presiden Obama dan profesional medis dan individu dengan cerita untuk berbagi. Anda dapat melihatnya di sini.
Kita tahu jalan di depan tidak pasti - tidak ada jumlah kerja keras bisa menjamin akan ada pengobatan bagi saya ketika saya memerlukannya.
Tapi komitmen Presiden Obama untuk Precision Medicine Initiative memberi saya harapan bahwa kita memiliki kesempatan berjuang. Sekarang adalah saat terbaik dalam sejarah untuk menjadi melawan langka, tapi genetik penyakit dipahami dengan baik.
Kami akan melakukan segala yang kami bisa, tangan-di-tangan dengan sekutu kreatif dari setiap sektor, untuk membangun jembatan ini seperti yang kita berjalan di atasnya dan mengembangkan pengobatan yang bisa menyelamatkan hidup saya, dan kehidupan banyak orang lain.
Terima kasih untuk mendengarkan,
Sonia
Sonia VallabhCambridge, MAKunjungi WhiteHouse.gov
Email ini dikirim ke rayyan.syahrial@gmail.com.berhenti berlangganan | Kebijakan pribadiTolong jangan balas ke email ini. Hubungi Gedung Putih
Gedung Putih • 1600 Pennsylvania Ave NW • Washington, DC 20500 • 202-456-1111

---------

The White House, Washington

The White House, Washington

At the heart of my story is a single typo in my genome.

We all carry around thousands of typos in our DNA, most of which don't matter much to our health -- but my typo is an unusually clear-cut case. It's a single change in a particular gene that causes fatal genetic prion disease, where patients can live 50 healthy years, but then suddenly fall into deep dementia and die within a year. And there's no treatment -- at least, not yet.

In 2010, I watched this disease unfold firsthand. I had just married my husband Eric Minikel, the love of my life. My mom, healthy at 51, had single-handedly organized our beautiful wedding. Then, all of a sudden, we were watching her waste away before our eyes. We had no name for what we were seeing. It was only from her autopsy that we learned there was a 50 percent chance I'd inherited the genetic mutation that killed her.

We decided right away I'd get tested. We wanted to know what we were up against. After months in agonizing limbo, a geneticist confirmed our greatest fear:

"The same change that was found in your mother was found in you."

Even though we received bad news that day, choosing to get predictive genetic testing was, second to marrying Eric, the best decision I have ever made. It converted a potentially life-shattering trauma into a potentially life-giving tool. Knowing the hard truth has given us a head start against our formidable medical enemy.

Empowerment means something different for every patient. Taking on the disease in the lab is what it means for us.

Patient empowerment is what the President's Precision Medicine Initiative is all about: knowing your own health information so you can make smarter decisions about your own health care.
Precision Medicine

Eric and I decided that even when there's nothing you can do, there's something you can do.

We waged a campaign to educate ourselves -- taking night classes, attending conferences, and eventually taking new jobs in research labs. We retrained as scientists by day and applied what we were learning to understanding my disease by night. Four years later, we're now Harvard PhD students working side-by-side at the Broad Institute, where under the guidance of a team of amazing colleagues, we are devoting our lives to developing therapeutics for my disease.

Yesterday, I spoke on a panel at the White House about how critical the Precision Medicine Initiative is, joined by President Obama and medical professionals and individuals with stories to share. You can watch it here.

We know the road ahead is uncertain -- no amount of hard work can guarantee there will be a treatment for me when I need one.

But President Obama's commitment to the Precision Medicine Initiative gives me hope that we have a fighting chance. Now is the best moment in history to be up against a rare, but genetically well-understood disease.

We are going to do everything we can, hand-in-hand with creative allies from every sector, to build this bridge as we walk across it and develop a treatment that could save my life, and the lives of many others.

Thanks for listening,

Sonia

Sonia Vallabh
Cambridge, MA
Visit WhiteHouse.gov

This email was sent to rayyan.syahrial@gmail.com.
Unsubscribe | Privacy Policy
Please do not reply to this email. Contact the White House

The White House • 1600 Pennsylvania Ave NW • Washington, DC 20500 • 202-456-1111

 ================================

 

 

 

 

 

 

 

 

The White House, Washington

At the heart of my story is a single typo in my genome.

We all carry around thousands of typos in our DNA, most of which don't matter much to our health -- but my typo is an unusually clear-cut case. It's a single change in a particular gene that causes fatal genetic prion disease, where patients can live 50 healthy years, but then suddenly fall into deep dementia and die within a year. And there's no treatment -- at least, not yet.

In 2010, I watched this disease unfold firsthand. I had just married my husband Eric Minikel, the love of my life. My mom, healthy at 51, had single-handedly organized our beautiful wedding. Then, all of a sudden, we were watching her waste away before our eyes. We had no name for what we were seeing. It was only from her autopsy that we learned there was a 50 percent chance I'd inherited the genetic mutation that killed her.

We decided right away I'd get tested. We wanted to know what we were up against. After months in agonizing limbo, a geneticist confirmed our greatest fear:

"The same change that was found in your mother was found in you."

Even though we received bad news that day, choosing to get predictive genetic testing was, second to marrying Eric, the best decision I have ever made. It converted a potentially life-shattering trauma into a potentially life-giving tool. Knowing the hard truth has given us a head start against our formidable medical enemy.

Empowerment means something different for every patient. Taking on the disease in the lab is what it means for us.

Patient empowerment is what the President's Precision Medicine Initiative is all about: knowing your own health information so you can make smarter decisions about your own health care.
Precision Medicine

Eric and I decided that even when there's nothing you can do, there's something you can do.

We waged a campaign to educate ourselves -- taking night classes, attending conferences, and eventually taking new jobs in research labs. We retrained as scientists by day and applied what we were learning to understanding my disease by night. Four years later, we're now Harvard PhD students working side-by-side at the Broad Institute, where under the guidance of a team of amazing colleagues, we are devoting our lives to developing therapeutics for my disease.

Yesterday, I spoke on a panel at the White House about how critical the Precision Medicine Initiative is, joined by President Obama and medical professionals and individuals with stories to share. You can watch it here.

We know the road ahead is uncertain -- no amount of hard work can guarantee there will be a treatment for me when I need one.

But President Obama's commitment to the Precision Medicine Initiative gives me hope that we have a fighting chance. Now is the best moment in history to be up against a rare, but genetically well-understood disease.

We are going to do everything we can, hand-in-hand with creative allies from every sector, to build this bridge as we walk across it and develop a treatment that could save my life, and the lives of many others.

Thanks for listening,

Sonia

Sonia Vallabh
Cambridge, MA
Visit WhiteHouse.gov

This email was sent to rayyan.syahrial@gmail.com.
Unsubscribe | Privacy Policy
Please do not reply to this email. Contact the White House

The White House • 1600 Pennsylvania Ave NW • Washington, DC 20500 • 202-456-1111

---------
The White House, Washington

Di jantung cerita saya adalah kesalahan ketik tunggal dalam genom saya.
Kita semua membawa sekitar ribuan kesalahan ketik dalam DNA kami, yang sebagian besar tidak peduli banyak untuk kesehatan kita - tapi salah ketik saya adalah kasus biasa yang jelas. Ini satu perubahan dalam gen tertentu yang menyebabkan penyakit prion genetik fatal, di mana pasien dapat hidup 50 tahun sehat, tapi kemudian tiba-tiba jatuh ke demensia dalam dan meninggal dalam waktu satu tahun. Dan tidak ada pengobatan - setidaknya, belum.
Pada tahun 2010, saya menyaksikan penyakit ini terungkap secara langsung. Aku baru saja menikah dengan suami saya Eric Minikel, cinta hidup saya. Ibuku, sehat pada 51, memiliki seorang diri terorganisir pernikahan kami yang indah. Kemudian, tiba-tiba, kami sedang menonton limbah menjauh di depan mata kita. Kami tidak punya nama untuk apa yang kita lihat. Itu hanya dari otopsi bahwa kita pelajari ada kesempatan 50 persen saya akan mewarisi mutasi genetik yang membunuhnya.
Kami memutuskan segera saya akan dites. Kami ingin tahu apa yang kami hadapi. Setelah berbulan-bulan di limbo menyiksa, ahli genetika dikonfirmasi ketakutan terbesar kami:
"Perubahan yang sama yang ditemukan pada ibumu ditemukan pada Anda."
Meskipun kami menerima kabar buruk hari itu, memilih untuk mendapatkan tes genetik prediksi itu, kedua menikah Eric, keputusan terbaik yang pernah saya buat. Ini dikonversi trauma berpotensi hidup-pecah menjadi alat yang berpotensi memberi hidup. Mengetahui kebenaran yang sulit telah memberi kita kepala mulai melawan musuh medis tangguh kami.
Pemberdayaan berarti sesuatu yang berbeda untuk setiap pasien. Mengambil penyakit di laboratorium adalah apa artinya bagi kita.
pemberdayaan pasien adalah apa Presiden Presisi Pengobatan Initiative adalah semua tentang: mengetahui informasi kesehatan Anda sendiri sehingga Anda dapat membuat keputusan cerdas tentang perawatan kesehatan Anda sendiri.presisi Kedokteran
Eric dan saya memutuskan bahwa bahkan ketika tidak ada yang dapat Anda lakukan, ada sesuatu yang dapat Anda lakukan.
Kami melancarkan kampanye untuk mendidik diri kita sendiri - mengambil kelas malam, menghadiri konferensi, dan akhirnya mengambil pekerjaan baru di laboratorium penelitian. Kami dilatih kembali sebagai ilmuwan di siang hari dan menerapkan apa yang kami belajar untuk memahami penyakit saya dengan malam. Empat tahun kemudian, kita sekarang mahasiswa PhD Harvard side-by-side bekerja di Broad Institute, di mana di bawah bimbingan tim rekan-rekan yang luar biasa, kami mengabdikan hidup kita untuk mengembangkan terapi untuk penyakit saya.
Kemarin, saya berbicara pada sebuah panel di Gedung Putih tentang bagaimana kritis Presisi Pengobatan Initiative, bergabung dengan Presiden Obama dan profesional medis dan individu dengan cerita untuk berbagi. Anda dapat melihatnya di sini.
Kita tahu jalan di depan tidak pasti - tidak ada jumlah kerja keras bisa menjamin akan ada pengobatan bagi saya ketika saya memerlukannya.
Tapi komitmen Presiden Obama untuk Precision Medicine Initiative memberi saya harapan bahwa kita memiliki kesempatan berjuang. Sekarang adalah saat terbaik dalam sejarah untuk menjadi melawan langka, tapi genetik penyakit dipahami dengan baik.
Kami akan melakukan segala yang kami bisa, tangan-di-tangan dengan sekutu kreatif dari setiap sektor, untuk membangun jembatan ini seperti yang kita berjalan di atasnya dan mengembangkan pengobatan yang bisa menyelamatkan hidup saya, dan kehidupan banyak orang lain.
Terima kasih untuk mendengarkan,
Sonia
Sonia VallabhCambridge, MAKunjungi WhiteHouse.gov
Email ini dikirim ke rayyan.syahrial@gmail.com.berhenti berlangganan | Kebijakan pribadiTolong jangan balas ke email ini. Hubungi Gedung Putih
Gedung Putih • 1600 Pennsylvania Ave NW • Washington, DC 20500 • 202-456-1111






















UCAPAN BANYAK-BANYAK TERIMA KASIH UNTUK 

GURUKU DALAM BERPOLITIK DAN THINKER : 

MR. DR. PRESIDEN BARACK OBAMA 

ATAS SURATNYA UNTUK SAYA 

LEWAT E-MAIL TANGGAL 26 FEBRUARI 2016

Dear Sir My Teacher : 
Mr. Doctorate Thinker and President Of U.S.A. BARACK OBAMA.

Saya sangat-sangat kagum dan salut kepada kamu / panjenengan, bagi saya kamu / panjenengan adalah : Presiden Amerika Terbaik sepanjang adanya Presiden di Amerika.

Sungguh ini bukan karena kamu / panjenengan parnah hidup bersama mama kamu dan bapak tiri kamu serta sekolah di Indonesia, tapi saya dapat melihat dan mempelajari kehidupan pribadi kamu / panjenengan dalam berPolitik dan Thinker, sehingga kamu saya anggap sebagai guru pribadi / private saya dalam berPolitik dan Thinker serta saya memberi kamu gelar : Doctorate Thinker and Politik.

Tapi kamu / panjenengan benar-benar melindungi rakyat kamu / panjenengan walaupun mereka ada yang muslim, tidak seperti Presiden Amerika selain kamu / panjenengan pada umumnya.

Bukan hanya itu, sampai-sampai kamu / panjenengan walaupun sedang berada diluar negeri Amerika, kamu / panjenengan masih saja memikirkan nasib rakyat kamu / panjenengan yang belum mendapat kerjaan tetap.

Dan kamu / panjenengan juga orang gaul, sangat langka ditemui Presiden seperti kamu / panjenengan, sering belanja ditempat umum, bersalaman dengan siapa saja yang kamu temui, bahkan berpelukan (pelukan persahabatan) dan lain-lain bentuk persahatan kepada rakyat kamu / panjenengan.

Boss ... Apa kamu / panjenengan tidak takut ditembak dengan antek-antek atau penembak bayaran musuh-musuh politik kamu / panjenengan ???!  yaa... ini saya hanya sekedar mengingatkan kamu / panjenenghan saja, karena saya takut kehilangan orang seperti kamu / panjenengan di Amerika, soalnya orang / presiden seperti kamu bukan hanya di Amerika tapi di dunia ini sangat langka sekali.   

Sekian dahulu surat balasan saya kepada guru saya dalam berPolitik & Thinker : 
Mr. Doctorate and Political Thinker and 
President U.S.A. "BARACK OBAMA".

BEST REGARDS,
MR.THINKER OF INDONESIA,
RAYYAN SYAHRIAL HASIBUAN,
INDONESIAN NATIONALITY,
-------------------------------------------------------------------------

 SPEECH VERY-VERY THANKS TO
MY TEACHER IN POLITICS AND THINKER :
MR. DR. PRESIDENT BARACK OBAMA
THE LETTER TO MY
BY E-MAIL DATED 26 FEBRUARY 2016

Dear Sir My Teacher:

Mr. Doctorate Thinker and President Of U.S.A. BARACK OBAMA.


I am very, very impressed and salute you / noble, for me you / noble are: Best American President along their President in America.

It is not because you / noble Parnach live with mama you and father-in-law you as well as schools in Indonesia, but I can see and learn about your personal life you / noble in politics and Thinker, so you I regard as a private teacher / private mine in politics and Thinker and I give you / noble a degree: Doctorate Thinker and Politics.

But you / noble really protect the people you / noble though they were Muslim, unlike the President of America than you / noble in general.

Not only that, to the extent that you / noble abroad despite being American, you / noble still think about the fate of the people you / noble who have not got a permanent job.

And you / noble also the slang, very rare met President like you / noble, often in public spending, shake hands with anyone you / noble meet, even hug (hugs of friendship) and other forms of friendship to the people you / noble.

Boss ... Do you / noble not afraid of being shot by accomplices or a hired gun political enemies you / noble ???! yaa ... I just remind you / noble course, because I am afraid of losing someone like you / noble in America, because people / president like you're not just in America but in the world is very rare at all .

So my first reply letter to my teacher in politics and Thinker :

Mr. Doctorate and Political Thinker and 
President U.S.A. "BARACK OBAMA".

BEST REGARDS, 
MR.THINKER OF INDONESIA:
RAYYAN Syahrial HASIBUAN,
INDONESIAN Nationality.

 ==========================================

 SURAT LEWAT E-MAIL TANGGAL 26 FEBRUARI 2016 
DARI GURU SAYA BERPOLITIK DAN THINKER : DOCTORATE THINKER AND PRESIDENT OF U.S.A.  DR.MR. "BARACK OBAMA".
BY EMAIL LETTER DATED 26 FEBRUARY 2016
TEACHER OF MY POLITICAL AND THINKER : THE THINKER DOCTORATE
AND PRESIDENT OF U.S.A. DR.MR. "BARACK OBAMA".
 The White House, Washington
 The White House

What President Obama is looking for in a Supreme Court nominee:

With the passing of Justice Antonin Scalia, the President now has a duty to nominate someone to sit on the bench of our nation's highest court. Article II, Section 2 of the Constitution makes that responsibility clear. It's a responsibility President Obama takes seriously -- and one he hopes the Senate will take seriously, too.

This week, in a guest post for SCOTUSblog, the President offered some insight into what he's looking for in a Supreme Court nominee. Here's what he had to say:

The Constitution vests in the President the power to appoint judges to the Supreme Court. It’s a duty that I take seriously, and one that I will fulfill in the weeks ahead.

It’s also one of the most important decisions that a President will make. Rulings handed down by the Supreme Court directly affect our economy, our security, our rights, and our daily lives.

Needless to say, this isn’t something I take lightly. It’s a decision to which I devote considerable time, deep reflection, careful deliberation, and serious consultation with legal experts, members of both political parties, and people across the political spectrum. And with thanks to SCOTUSblog for allowing me to guest post today, I thought I’d share some spoiler-free insights into what I think about before appointing the person who will be our next Supreme Court Justice.

First and foremost, the person I appoint will be eminently qualified. He or she will have an independent mind, rigorous intellect, impeccable credentials, and a record of excellence and integrity. I’m looking for a mastery of the law, with an ability to hone in on the key issues before the Court, and provide clear answers to complex legal questions.

Second, the person I appoint will be someone who recognizes the limits of the judiciary’s role; who understands that a judge’s job is to interpret the law, not make the law. I seek judges who approach decisions without any particular ideology or agenda, but rather a commitment to impartial justice, a respect for precedent, and a determination to faithfully apply the law to the facts at hand.

But I’m also mindful that there will be cases that reach the Supreme Court in which the law is not clear. There will be cases in which a judge’s analysis necessarily will be shaped by his or her own perspective, ethics, and judgment. That’s why the third quality I seek in a judge is a keen understanding that justice is not about abstract legal theory, nor some footnote in a dusty casebook. It’s the kind of life experience earned outside the classroom and the courtroom; experience that suggests he or she views the law not only as an intellectual exercise, but also grasps the way it affects the daily reality of people’s lives in a big, complicated democracy, and in rapidly changing times. That, I believe, is an essential element for arriving at just decisions and fair outcomes.

A sterling record. A deep respect for the judiciary’s role. An understanding of the way the world really works. That’s what I’m considering as I fulfill my constitutional duty to appoint a judge to our highest court. And as Senators prepare to fulfill their constitutional responsibility to consider the person I appoint, I hope they’ll move quickly to debate and then confirm this nominee so that the Court can continue to serve the American people at full strength.

You can read his blog post here, and make sure to get the latest updates on the Supreme Court nomination process at wh.gov/scotus.


This email was sent to rayyan.syahrial@gmail.com.
Unsubscribe | Privacy Policy
Please do not reply to this email. Contact the White House

The White House • 1600 Pennsylvania Ave NW • Washington, DC 20500 • 202-456-1111



---------


Apa Presiden Obama sedang mencari di calon Mahkamah Agung: 
Dengan berlalunya Keadilan Antonin Scalia, Presiden sekarang memiliki tugas untuk mencalonkan seseorang untuk duduk di bangku pengadilan tertinggi bangsa kita. Pasal II, Bagian 2 Konstitusi membuat tanggung jawab yang jelas. Ini adalah tanggung jawab Presiden Obama mengambil serius - dan satu dia berharap Senat akan mengambil serius, juga.Minggu ini, dalam sebuah posting tamu untuk SCOTUSblog, Presiden menawarkan beberapa wawasan ke dalam apa yang dia cari di calon Mahkamah Agung. Inilah yang dia katakan:Konstitusi rompi di Presiden kekuasaan untuk menunjuk hakim ke Mahkamah Agung. Ini adalah tugas yang saya ambil serius, dan satu yang saya akan memenuhi dalam minggu-minggu ke depan.Ini juga salah satu keputusan yang paling penting bahwa Presiden akan membuat. Putusan yang dijatuhkan oleh Mahkamah Agung secara langsung mempengaruhi perekonomian kita, keamanan kita, hak-hak kami, dan kehidupan sehari-hari.Tak perlu dikatakan, ini bukan sesuatu yang saya mengambil ringan. Ini keputusan yang saya mencurahkan waktu yang cukup, refleksi yang mendalam, pertimbangan hati-hati, dan konsultasi serius dengan para ahli hukum, anggota dari kedua partai politik, dan orang-orang di seluruh spektrum politik. Dan dengan berkat SCOTUSblog untuk mengizinkan saya untuk posting tamu hari ini, saya pikir saya akan berbagi beberapa wawasan spoiler-bebas ke dalam apa yang saya pikirkan sebelum menunjuk orang yang akan berikutnya Hakim Agung kita.Pertama dan terpenting, orang yang saya menunjuk akan sungguh berkualitas. Ia akan memiliki pikiran yang independen, kecerdasan ketat, kredensial sempurna, dan catatan keunggulan dan integritas. Saya mencari penguasaan hukum, dengan kemampuan untuk mengasah dalam pada isu-isu kunci sebelum Pengadilan, dan memberikan jawaban yang jelas untuk pertanyaan hukum yang rumit.Kedua, orang yang saya menunjuk akan menjadi seseorang yang mengakui batas-batas peran peradilan; yang memahami bahwa pekerjaan hakim adalah untuk menafsirkan hukum, tidak membuat hukum. Saya mencari hakim yang mendekati keputusan tanpa ideologi atau agenda tertentu, melainkan komitmen terhadap keadilan yang berimbang, menghormati preseden, dan tekad untuk setia menerapkan hukum dengan fakta-fakta di tangan.Tapi aku juga sadar bahwa akan ada kasus yang mencapai Mahkamah Agung di mana hukum tidak jelas. Akan ada kasus di mana analisis hakim tentu akan dibentuk oleh perspektif nya sendiri, etika, dan penilaian. Itu sebabnya kualitas ketiga saya mencari di hakim adalah pemahaman yang tajam bahwa keadilan bukan tentang teori hukum abstrak, atau beberapa catatan kaki dalam buku teks berdebu. Ini adalah jenis pengalaman hidup yang diperoleh di luar kelas dan ruang sidang; Pengalaman yang menunjukkan ia memandang hukum tidak hanya sebagai latihan intelektual, tetapi juga menggenggam cara mempengaruhi realitas sehari-hari kehidupan masyarakat dalam demokrasi rumit besar, dan yang berganti dengan cepat. Itu, saya percaya, merupakan elemen penting untuk tiba di hanya keputusan dan hasil yang adil.Sebuah catatan sterling. Sebuah penghormatan yang mendalam untuk peran peradilan. Pemahaman tentang cara dunia benar-benar bekerja. Itulah yang saya sedang mempertimbangkan karena saya memenuhi kewajiban konstitusional saya untuk menunjuk hakim untuk pengadilan tertinggi kami. Dan sebagai Senator mempersiapkan diri untuk memenuhi tanggung jawab konstitusionalnya untuk mempertimbangkan orang yang saya menunjuk, saya berharap mereka akan bergerak cepat untuk debat dan kemudian mengkonfirmasi calon ini sehingga Pengadilan dapat terus melayani rakyat Amerika dengan kekuatan penuh.Anda dapat membaca posting blog-nya di sini, dan pastikan untuk mendapatkan update terbaru pada proses nominasi Mahkamah Agung di wh.gov/scotus.
Email ini dikirim ke rayyan.syahrial@gmail.com.berhenti berlangganan | Kebijakan pribadiTolong jangan balas ke email ini. Hubungi Gedung PutihGedung Putih • 1600 Pennsylvania Ave NW • Washington, DC 20500 • 202-456-1111


===============================================================