Minggu, 23 Agustus 2015
" DIBALIK jeruji PERJUANGAN PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA, ADA TANGAN PALESTINA DAN ikhwanul-muslimiin, serta NEGARA-negara TIMUR TENGAH ".
Bismillahirohmanirohim,
Mengenangsejarah kemerdekaan, sudah tahukah kita wahai generasi muda 
bangsa, terhadap apa-apa yang telah terjadi di masa lalu? Ya…salah 
satunya peran saudara muslim kita dari mancanegara yang telah berperan 
dalam pengakuan kemerdekaan kita. Proklamasi kemerdekaan RI boleh saja 
diproklamasikan de facto pada 17 Agustus 1945, tetapi untuk berdiri (de 
jure) sebagai negara yang berdaulat, Indonesia membutuhkan pengakuan 
dari bangsa-bangsa lain. Patut dicatat bahwa dukungan dan pengakuan 
kedaulatan Indonesia pertama kali adalah datang dari negara-negara 
muslim di Timur Tengah. Bukan dari negara-negara Barat.
Dukungan
 Palestina ini diwakili oleh Syekh Muhammad Amin Al-Husaini—mufti besar 
Palestina. Pada 6 September 1944, Radio Berlin berbahasa Arab menyiarkan
 ‘ucapan selamat’ beliau ke seluruh dunia Islam, bertepatan ‘pengakuan 
Jepang’ atas kemerdekaan Indonesia.
Bahkan
 dukungan ini telah dimulai setahun sebelum Sukarno-Hatta benar-benar 
memproklamirkan kemerdekaan RI. Seorang yang sangat bersimpati terhadap 
perjuangan Indonesia, Muhammad Ali Taher  (seorang saudagar kaya 
Palestina) spontan menyerahkan seluruh uangnya di Bank Arabia tanpa 
meminta tanda bukti dan berkata: “Terimalah semua kekayaan saya ini 
untuk memenangkan perjuangan Indonesia”. Setelah itu dukungan mengalir.
Syaikh
 Muhammad Amin Al-Husaini dalam kapasitasnya sebagai Mufti Palestina 
juga berkenan menyambut kedatangan delegasi “Panitia Pusat Kemerdekaan 
Indonesia ” dan memberikan dukungan penuh.
Peristiwa bersejarah tersebut tidak banyak diketahui generasi sekarang, 
mungkin juga para pejabat dinegeri ini. Bahkan dukungan ini telah 
dimulai setahun sebelum Sukarno-Hatta benar-benar memproklamirkan 
kemerdekaan RI.
Di jalan-jalan terjadi demonstrasi- demonstrasi dukungan kepada 
Indonesia oleh masyarakat Timur Tengah. Ketika terjadi serangan Inggris 
atas Surabaya 10 Nopember 1945 yang menewaskan ribuan penduduk Surabaya,
 demonstrasi anti Belanda-Inggris merebak di Timur-Tengah khususnya 
Mesir. Sholat ghaib dilakukan oleh masyarakat di lapangan-lapangan dan 
masjid-masjid di Timur Tengah untuk mendoakan para syuhada yang gugur 
dlm pertempuran yang sangat dahsyat itu.
Yang menyolok dari gerakan massa internasional adalah ketika momentum 
Pasca Agresi Militer Belanda ke-1, 21 juli 1947, pada 9 Agustus. Saat 
kapal “Volendam” milik Belanda pengangkut serdadu dan senjata telah 
sampai di Port Said.
Ribuan penduduk dan buruh pelabuhan Mesir yang dimotori gerakan Ikhwanul
 Muslimin (persaudaraan kaum muslim), berkumpul di pelabuhan itu. Mereka
 menggunakan puluhan motor-boat dengan bendera merah-putih – tanda 
solidaritas- berkeliaran di permukaan air guna mengejar dan menghalau 
blokade terhadap motor-motor- boat perusahaan asing yang ingin menyuplai
 air & makanan untuk kapal “Volendam” milik Belanda yang berupaya 
melewati Terusan Suez, hingga kembali ke pelabuhan.
Dukungan juga diberikan Syria, Iraq, Lebanon, Yaman, Saudi Arabia dan 
Afghanistan. Selain negara-negara tersebut,  Liga Arab  juga berperan 
penting dalam Pengakuan RI. Secara resmi keputusan sidang Dewan Liga 
Arab tanggal 18 November 1946 menganjurkan kepada semua negara anggota 
Liga Arab supaya mengakui Indonesia sebagai negara merdeka yang 
berdaulat. Alasan Liga Arab memberikan dukungan kepada Indonesia merdeka
 didasarkan pada ikatan keagamaan, persaudaraan serta kekeluargaan.
Dukungan dari Liga Arab dijawab oleh Presiden Soekarno dengan menyatakan
 bahwa antara negara-negara Arab dan Indonesia sudah lama terjalin 
hubungan yang kekal “Karena di antara kita timbal balik terdapat 
pertalian agama”.
Fakta sejarah ini memberikan pelajaran bagi kita bahwa soliditas umat 
Islam adalah kekuatan dahsyat yang harus terus dipelihara. Oleh karena 
itu upaya-upaya untuk melakukan konsolidasi antara bangsa-bangsa muslim,
 menyangkut masalah politik, ekonomi, sosial, pertahanan keamanan, dan 
peradaban Islam secara umum harus terus diperjuangkan, sehingga rahmat 
Islam dapat menebar di seluruh penjuru bumi dan dirasakan oleh seluruh 
umat manusia.
Khusus bagi bangsa Indonesia fakta sejarah ini mengingatkan bahwa mereka
 ‘berutang budi’ pada Islam yang telah mengajarkan prinsip ukhuwah 
Islamiyah. Berkat semangat persatuan dan persaudaraan Islam inilah 
bangsa Indonesia dapat memperoleh dukungan kemerdekaan dari berbagai 
negara di dunia.
Kini giliran kita yang membantu dan mendukung saudara seiman kita di Palestina. Kalau bukan kita, siapa lagi?
Allahu Akbar! Merdeka!
SINGA BATAK MUSLIM MENGAUM / BERBICARA: PROKLAMASI KEMERDEKAAN RI DIKUMANDANGKAN PADA BULAN SUCI RAMADHAN.
Ketika Soekarno mengumandangkan proklamasi, dalam suasana suci bulan Ramadhan, di hari Jumat pula.
Kalau diingat sejarah, proklamasi itu bukan gratis. Belanda tetap ingin mencaplok Indonesia. Sehingga berkobar perang dimana mana. Dan Indonesia, berjuang bukan hanya dengan senjata, tetapi juga diplomasi menggalang dukungan luar negeri, untuk bisa menekan Belanda agar mengurungkan niatnya menguasai kembali bumi pertiwi.
Dukungan yang paling nyata itu datang dari 2 negara. Pertama adalah negara Mesir. Begitu kemerdekaan Indonesia tersebar ke luar negeri, pemerintah Mesir langsung mengirim utusannya yang berada di Bombay ke Jogjakarta (ketika itu ibukota RI sementara), bernama Mohamad Abdul Mun'im, secara berani, karena menembus blokade Belanda.
Beliau menyampaikan dokumen resmi pemerintah Mesir dalam mengakui kemerdekaan RI tersebut. Ini pertama kalinya dalam sejarah, utusan resmi suatu negara mempertaruhkan nyawanya untuk menyampaikan dukungan kemerdekaan. Inilah perutusan pertama negara lain yang mendukung kemerdekaan RI.
Jadi, bukan negara Amerika Serikat, Inggris, Perancis atau negara negara yang berteriak soal hak asasi manusia ya, yang mendukung kemerdekaan Indonesia.
Kemudian, dukungan Mesir tersebut dilanjutkan dengan Perjanjian Persahabatan Indonesia - Mesir. Ketika penanda tanganan dokumen kerjasama ini di Kairo, Kedutaan Belanda di Mesir menyerbu masuk ke dalam ruangan kerja Perdana Menteri Mesir, untuk mengajukan protes. Tetapi dengan bersikeras, Mesir mengabaikan protes tersebut.
Pengakuan Mesir ini terjadi karena kedekatan tokoh tokoh perjuangan kemerdekaan RI dengan tokoh Ikhwanul Muslimin di Mesir. Seperti Agus Salim, Sutan Syahrir, M.Natsir dengan tokoh pergerakan IM.
Dukungan ini disambut dengan hangat dan bahagia oleh Soekarno yang menyatakan bahwa: 'karena diantara kita terdapat timbal balik pertalian agama'.
Sementara Sutan Syahrir sendiri menyebutkan bahwa ' persaudaraan islam ini adalah suatu kenyataan dalam memutus rantai penjajahan asing'.
Sedangkan pengakuan yang diberikan oleh rakyat Palestina, juga sangat heroik. Palestina juga termasuk yang mendukung kemerdekaan RI. Cuman kan negara Palestina tidak diakui.
Yang lebih hebatnya lagi, ketika itu pemimpin Palestina, Muhammad Ali Taher menyumbangkan seluruh tabungannya untuk perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI.
Sumber ini kukutip dari fb, yang juga mengutip dari:
sumber : “Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri” yang ditulis oleh Ketua Panitia Pusat Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia , M. Zein Hassan Lc.
Buku ini diberi kata sambutan oleh:
- Moh. Hatta (Proklamator & Wakil Presiden pertama RI),
- M. Natsir (mantan Perdana Menteri RI),
- Adam Malik (Menteri Luar Negeri RI ketika buku ini diterbitkan) , dan
-Jenderal (Besar) A.H. Nasution.
Semoga, hubungan yang sinergis terus terjalin antara Indonesia dengan negara negara ini. Dan untuk Palestina, negeri yang masih bersimbah darah dan air mata ini, semoga Hari Al Quds sedunia ini dapat menunjukkan solidaritas yang ehmm, hanya ini. Solidaritas dan doa saja.
Kalau diingat sejarah, proklamasi itu bukan gratis. Belanda tetap ingin mencaplok Indonesia. Sehingga berkobar perang dimana mana. Dan Indonesia, berjuang bukan hanya dengan senjata, tetapi juga diplomasi menggalang dukungan luar negeri, untuk bisa menekan Belanda agar mengurungkan niatnya menguasai kembali bumi pertiwi.
Dukungan yang paling nyata itu datang dari 2 negara. Pertama adalah negara Mesir. Begitu kemerdekaan Indonesia tersebar ke luar negeri, pemerintah Mesir langsung mengirim utusannya yang berada di Bombay ke Jogjakarta (ketika itu ibukota RI sementara), bernama Mohamad Abdul Mun'im, secara berani, karena menembus blokade Belanda.
Beliau menyampaikan dokumen resmi pemerintah Mesir dalam mengakui kemerdekaan RI tersebut. Ini pertama kalinya dalam sejarah, utusan resmi suatu negara mempertaruhkan nyawanya untuk menyampaikan dukungan kemerdekaan. Inilah perutusan pertama negara lain yang mendukung kemerdekaan RI.
Jadi, bukan negara Amerika Serikat, Inggris, Perancis atau negara negara yang berteriak soal hak asasi manusia ya, yang mendukung kemerdekaan Indonesia.
Kemudian, dukungan Mesir tersebut dilanjutkan dengan Perjanjian Persahabatan Indonesia - Mesir. Ketika penanda tanganan dokumen kerjasama ini di Kairo, Kedutaan Belanda di Mesir menyerbu masuk ke dalam ruangan kerja Perdana Menteri Mesir, untuk mengajukan protes. Tetapi dengan bersikeras, Mesir mengabaikan protes tersebut.
Pengakuan Mesir ini terjadi karena kedekatan tokoh tokoh perjuangan kemerdekaan RI dengan tokoh Ikhwanul Muslimin di Mesir. Seperti Agus Salim, Sutan Syahrir, M.Natsir dengan tokoh pergerakan IM.
Dukungan ini disambut dengan hangat dan bahagia oleh Soekarno yang menyatakan bahwa: 'karena diantara kita terdapat timbal balik pertalian agama'.
Sementara Sutan Syahrir sendiri menyebutkan bahwa ' persaudaraan islam ini adalah suatu kenyataan dalam memutus rantai penjajahan asing'.
Sedangkan pengakuan yang diberikan oleh rakyat Palestina, juga sangat heroik. Palestina juga termasuk yang mendukung kemerdekaan RI. Cuman kan negara Palestina tidak diakui.
Yang lebih hebatnya lagi, ketika itu pemimpin Palestina, Muhammad Ali Taher menyumbangkan seluruh tabungannya untuk perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI.
Sumber ini kukutip dari fb, yang juga mengutip dari:
sumber : “Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri” yang ditulis oleh Ketua Panitia Pusat Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia , M. Zein Hassan Lc.
Buku ini diberi kata sambutan oleh:
- Moh. Hatta (Proklamator & Wakil Presiden pertama RI),
- M. Natsir (mantan Perdana Menteri RI),
- Adam Malik (Menteri Luar Negeri RI ketika buku ini diterbitkan) , dan
-Jenderal (Besar) A.H. Nasution.
Semoga, hubungan yang sinergis terus terjalin antara Indonesia dengan negara negara ini. Dan untuk Palestina, negeri yang masih bersimbah darah dan air mata ini, semoga Hari Al Quds sedunia ini dapat menunjukkan solidaritas yang ehmm, hanya ini. Solidaritas dan doa saja.
Rabu,
 17 Agustus 2015. Genap sudah 70 tahun usia Negara Kesatuan Republik 
Indonesia. Meskipun di usianya yang lebih dari setengah abad ini 
pemerintah Indonesia belum benar-benar berhasil melindungi segenap 
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, belum benar-benar 
berhasil memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, 
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, tetap saja nikmat kemerdekaan 
ini harus kita syukuri.
Salah satu bentuk rasa syukur adalah dengan ‘jasmerah’—jangan 
sekali-kali melupakan sejarah! Karena sejarah dapat menjadi bahan 
pelajaran dan pertimbangan bagi pilihan sikap dan tindakan di masa kini 
atau di masa mendatang.
Berkaitan
 dengan sejarah kemerdekaan Indonesia, ada hal yang jarang sekali 
diungkap, yakni tentang negara mana saja yang pertama kali membantu dan 
memberikan pengakuan atas kemerdekaan Indonesia. Patut dicatat bahwa 
dukungan dan pengakuan kedaulatan Indonesia pertama kali adalah datang 
dari negara-negara muslim di Timur Tengah. Bukan dari negara-negara 
Barat.
Berawal dari Palestina
Gong
 dukungan untuk kemerdekaan Indonesia ini dimulai dari Palestina. M. 
Zein Hassan, Lc (Ketua Panitia Pusat Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia) 
dalam bukunya “Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri” (hal. 40) 
menyatakan tentang peran serta, opini dan dukungan nyata Palestina 
terhadap kemerdekaan Indonesia, di saat negara-negara lain belum berani 
untuk memutuskan sikap.
Dukungan
 Palestina ini diwakili oleh Syekh Muhammad Amin Al-Husaini—mufti besar 
Palestina. Pada 6 September 1944, Radio Berlin berbahasa Arab menyiarkan
 ‘ucapan selamat’ beliau ke seluruh dunia Islam, bertepatan ‘pengakuan 
Jepang’ atas kemerdekaan Indonesia.
Bahkan
 dukungan ini telah dimulai setahun sebelum Sukarno-Hatta benar-benar 
memproklamirkan kemerdekaan RI. Seorang yang sangat bersimpati terhadap 
perjuangan Indonesia, Muhammad Ali Taher  (seorang saudagar kaya 
Palestina) spontan menyerahkan seluruh uangnya di Bank Arabia tanpa 
meminta tanda bukti dan berkata: “Terimalah semua kekayaan saya ini 
untuk memenangkan perjuangan Indonesia”. Setelah itu dukungan mengalir.
Dukungan Mesir
Di
 Mesir, sejak diketahui sebuah negeri Muslim bernama Indonesia 
memplokamirkan kemerdekaannya, Al-Ikhwan Al-Muslimun (IM), organisasi 
Islam yang dipimpin Syaikh Hasan Al-Banna, tanpa kenal lelah terus 
menerus memperlihatkan dukungannya. Selain menggalang opini umum lewat 
pemberitaan media yang memberikan kesempatan luas kepada para mahasiswa 
Indonesia untuk menulis tentang kemerdekaan Indonesia di koran-koran 
lokal miliknya, berbagai acara tabligh akbar dan demonstrasi pun 
digelar.
Para
 pemuda dan pelajar Mesir, juga kepanduan Ikhwan, dengan caranya sendiri
 berkali-kali mendemo Kedutaan Belanda di Kairo. Tidak hanya dengan 
slogan dan spanduk, aksi pembakaran, pelemparan batu, dan 
teriakan-teriakan permusuhan terhadap Belanda kerap mereka lakukan. 
Kondisi ini membuat Kedutaan Belanda di Kairo ketakutan. Mereka dengan 
tergesa mencopot lambang negaranya dari dinding Kedutaan. Mereka juga 
menurunkan bendera merah-putih-biru yang biasa berkibar di puncak 
gedung, agar tidak mudah dikenali pada demonstran.
Kuatnya
 dukungan rakyat Mesir atas kemerdekaan RI membuat pemerintah Mesir 
mengakui kedaulatan pemerintah RI atas Indonesia pada 22 Maret 1946. 
Dengan begitu Mesir tercatat sebagai negara pertama yang mengakui 
proklamasi kemerdekaan Indonesia. Setelah itu menyusul Syria, Iraq, 
Lebanon, Yaman, Saudi Arabia dan Afghanistan. Selain negara-negara 
tersebut,  Liga Arab  juga berperan penting dalam Pengakuan RI. Secara 
resmi keputusan sidang Dewan Liga Arab tanggal 18 November 1946 
menganjurkan kepada semua negara anggota Liga Arab supaya mengakui 
Indonesia sebagai negara merdeka yang berdaulat. Alasan Liga Arab 
memberikan dukungan kepada Indonesia merdeka didasarkan pada ikatan 
keagamaan, persaudaraan serta kekeluargaan.
Dukungan dari Liga Arab dijawab oleh Presiden Soekarno dengan menyatakan
 bahwa antara negara-negara Arab dan Indonesia sudah lama terjalin 
hubungan yang kekal “Karena di antara kita timbal balik terdapat 
pertalian agama”.
Pengakuan Mesir dan negara-negara Arab tersebut melewati proses yang 
cukup panjang dan heroik. Begitu informasi proklamasi kemerdekaan RI 
disebarkan ke seluruh dunia, pemerintah Mesir mengirim langsung konsul 
Jenderalnya di Bombay yang bernama Mohammad Abdul Mun’im ke Yogyakarta 
(waktu itu Ibukota RI) dengan menembus blokade Belanda untuk 
menyampaikan dokumen resmi pengakuan Mesir kepada Negara Republik 
Indonesia. Ini merupakan pertama kali dalam sejarah perutusan suatu 
negara datang sendiri menyampaikan pengakuan negaranya kepada negara 
lain yang terkepung dengan mempertaruhkan jiwanya. Ini juga merupakan 
Utusan resmi luar negeri pertama yang mengunjungi ibukota RI.
Pengakuan dari Mesir tersebut kemudian diperkuat dengan 
ditandatanganinya Perjanjian Persahabatan Indonesia – Mesir di Kairo. 
Situasi menjelang penandatanganan perjanjian tersebut duta besar Belanda
 di Mesir ‘menyerbu’ masuk ke ruang kerja Perdana Menteri Mesir Nuqrasy 
Pasha untuk mengajukan protes sebelum ditandatanganinya perjanjian 
tersebut. Menanggapi protes dan ancaman Belanda tersebut PM Mesir 
memberikan jawaban sebagai berikut: ”Menyesal kami harus menolak protes 
Tuan, sebab Mesir selaku negara berdaulat dan sebagai negara yang 
berdasarkan Islam tidak bisa tidak mendukung perjuangan bangsa Indonesia
 yang beragama Islam. Ini adalah tradisi bangsa Mesir dan tidak dapat 
diabaikan”.
Raja Farouk Mesir juga menyampaikan alasan dukungan Mesir dan Liga Arab 
kepada Indonesia dengan mengatakan ”Karena persaudaran Islamlah, 
terutama, kami membantu dan mendorong Liga Arab untuk mendukung 
perjuangan bangsa Indonesia dan mengakui kedaulatan negara itu”
Dengan adanya pengakuan Mesir, Indonesia secara de jure adalah
 negara berdaulat. Masalah Indonesia menjadi masalah Internasional. 
Belanda sebelumnya selalu mengatakan masalah Indonesia “masalah dalam 
negeri Belanda”. Pengakuan Mesir dan Liga Arab mengundang keterlibatan 
pihak lain termasuk PBB dalam penyelesaian masalah Indonesia.[1]
Untuk
 menghaturkan rasa terima kasih, pemerintah Soekarno mengirim delegasi 
resmi ke Mesir pada tanggal 7 April 1946. Ini adalah delegasi pemerintah
 RI pertama yang ke luar negeri. Mesir adalah negara pertama yang 
disinggahi delegasi tersebut.
Tanggal
 26 April 1946 delegasi pemerintah RI kembali tiba di Kairo. Beda dengan
 kedatangan pertama yang berjalan singkat, yang kedua ini lebih intens. 
Di Hotel Heliopolis Palace, Kairo, sejumlah pejabat tinggi Mesir dan 
Dunia Arab mendatangi delegasi RI untuk menyampaikan rasa simpati. 
Selain pejabat negara, sejumlah pemimpin partai dan organisasi juga 
hadir. Termasuk pemimpin Hasan Al-Banna dan sejumlah tokoh IM dengan 
diiringi puluhan pengikutnya.
Malam tanggal 6 Mei 1946, delegasi Indonesia dipimpin oleh H. Agus 
Salim, Deputi Menlu Indonesia berkunjung ke kantor pusat dan koran IM. 
Beliau mengungkapkan rasa terima kasih Indonesia atas dukungan IM kepada
 mereka.
Tanggal 10 November 1947, mantan PM Indonesia dan penasehat Presiden 
Soekarno, Sutan Syahrir, berkunjung ke kantor pusat dan koran IM. 
Kedatangan mereka disambut dengan gembira dan meriah oleh IM.
Sebuah Renungan
Fakta sejarah ini memberikan pelajaran bagi kita bahwa soliditas umat 
Islam adalah kekuatan dahsyat yang harus terus dipelihara. Oleh karena 
itu upaya-upaya untuk melakukan konsolidasi antara bangsa-bangsa muslim,
 menyangkut masalah politik, ekonomi, sosial, pertahanan keamanan, dan 
peradaban Islam secara umum harus terus diperjuangkan, sehingga rahmat 
Islam dapat menebar di seluruh penjuru bumi dan dirasakan oleh seluruh 
umat manusia.
Khusus bagi bangsa Indonesia fakta sejarah ini mengingatkan bahwa mereka
 ‘berutang budi’ pada Islam yang telah mengajarkan prinsip ukhuwah 
Islamiyah. Berkat semangat persatuan dan persaudaraan Islam inilah 
bangsa Indonesia dapat memperoleh dukungan kemerdekaan dari berbagai 
negara di dunia.
Oleh karena itu alangkah eloknya jika bangsa ini dapat meningkatkan 
penghargaannya pada ajaran Islam. Bahkan bersedia menegakkan nilai-nilai
 universalnya dalam masyarakat dan bangsa Indonesia.
Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar! Wa li-Llahil hamd! Merdeka!
Sumber Tulisan
Palestina Bantu kemerdekaan Indonesia, http://www.suara-islam.com
Sumbangan Al-Ikhwan Al-Muslimun untuk Kemerdekaan Republik Indonesia, Rizki Ridyasmara
Sepak Terjang IM di Indonesia, Abu Ghozzah
[1]Suatu
 kondisi yang patut kita kritisi selang beberapa tahun dari kemerdekaan 
Indonesia, Israel memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 14 Mei 
1948 pada pukul 18.01. Sepuluh menit kemudian, pada pukul 18.11, Amerika
 Serikat langsung mengakuinya. Pengakuan atas Israel juga dinyatakan 
segera oleh Inggris, Prancis dan Uni Soviet. Seharusnya hal yang sama 
bisa saja dilakukan oleh Amerika Serikat, Inggris, Prancis dan Uni 
Soviet untuk mengakui kemerdekaan Indonesia pada saat itu. Tetapi hal 
tersebut tidak terjadi, justru negara-negara Muslim lah yang 
berkontribusi konkret dalam mengakui dan mempertahankan kemerdekaan 
Indonesia.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar