Minggu, 23 Agustus 2015
" DIBALIK jeruji PERJUANGAN PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA, ADA TANGAN PALESTINA DAN ikhwanul-muslimiin, serta NEGARA-negara TIMUR TENGAH ".
Bismillahirohmanirohim,
Mengenangsejarah kemerdekaan, sudah tahukah kita wahai generasi muda
bangsa, terhadap apa-apa yang telah terjadi di masa lalu? Ya…salah
satunya peran saudara muslim kita dari mancanegara yang telah berperan
dalam pengakuan kemerdekaan kita. Proklamasi kemerdekaan RI boleh saja
diproklamasikan de facto pada 17 Agustus 1945, tetapi untuk berdiri (de
jure) sebagai negara yang berdaulat, Indonesia membutuhkan pengakuan
dari bangsa-bangsa lain. Patut dicatat bahwa dukungan dan pengakuan
kedaulatan Indonesia pertama kali adalah datang dari negara-negara
muslim di Timur Tengah. Bukan dari negara-negara Barat.
Gong
dukungan untuk kemerdekaan Indonesia ini dimulai dari Palestina. M.
Zein Hassan, Lc (Ketua Panitia Pusat Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia)
dalam bukunya “Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri” (hal. 40)
menyatakan tentang peran serta, opini dan dukungan nyata Palestina
terhadap kemerdekaan Indonesia, di saat negara-negara lain belum berani
untuk memutuskan sikap.
Dukungan
Palestina ini diwakili oleh Syekh Muhammad Amin Al-Husaini—mufti besar
Palestina. Pada 6 September 1944, Radio Berlin berbahasa Arab menyiarkan
‘ucapan selamat’ beliau ke seluruh dunia Islam, bertepatan ‘pengakuan
Jepang’ atas kemerdekaan Indonesia.
Bahkan
dukungan ini telah dimulai setahun sebelum Sukarno-Hatta benar-benar
memproklamirkan kemerdekaan RI. Seorang yang sangat bersimpati terhadap
perjuangan Indonesia, Muhammad Ali Taher (seorang saudagar kaya
Palestina) spontan menyerahkan seluruh uangnya di Bank Arabia tanpa
meminta tanda bukti dan berkata: “Terimalah semua kekayaan saya ini
untuk memenangkan perjuangan Indonesia”. Setelah itu dukungan mengalir.
Syaikh
Muhammad Amin Al-Husaini dalam kapasitasnya sebagai Mufti Palestina
juga berkenan menyambut kedatangan delegasi “Panitia Pusat Kemerdekaan
Indonesia ” dan memberikan dukungan penuh.
Peristiwa bersejarah tersebut tidak banyak diketahui generasi sekarang,
mungkin juga para pejabat dinegeri ini. Bahkan dukungan ini telah
dimulai setahun sebelum Sukarno-Hatta benar-benar memproklamirkan
kemerdekaan RI.
Setelah
seruan dari Mufti Palestina itu, maka negara berdaulat yang berani
mengakui kedaulatan RI pertama kali oleh Negara Mesir 1949. Setelah itu,
sokongan dunia Arab terhadap kemerdekaan Indonesia menjadi sangat kuat.
Para pembesar Mesir, Arab dan Islam membentuk ‘Panitia Pembela
Indonesia ‘. Para pemimpin negara dan perwakilannya di lembaga
internasional PBB dan Liga Arab sangat gigih mendorong diangkatnya isu
Indonesia dalam pembahasan di dalam sidang lembaga tersebut.
Di jalan-jalan terjadi demonstrasi- demonstrasi dukungan kepada
Indonesia oleh masyarakat Timur Tengah. Ketika terjadi serangan Inggris
atas Surabaya 10 Nopember 1945 yang menewaskan ribuan penduduk Surabaya,
demonstrasi anti Belanda-Inggris merebak di Timur-Tengah khususnya
Mesir. Sholat ghaib dilakukan oleh masyarakat di lapangan-lapangan dan
masjid-masjid di Timur Tengah untuk mendoakan para syuhada yang gugur
dlm pertempuran yang sangat dahsyat itu.
Yang menyolok dari gerakan massa internasional adalah ketika momentum
Pasca Agresi Militer Belanda ke-1, 21 juli 1947, pada 9 Agustus. Saat
kapal “Volendam” milik Belanda pengangkut serdadu dan senjata telah
sampai di Port Said.
Ribuan penduduk dan buruh pelabuhan Mesir yang dimotori gerakan Ikhwanul
Muslimin (persaudaraan kaum muslim), berkumpul di pelabuhan itu. Mereka
menggunakan puluhan motor-boat dengan bendera merah-putih – tanda
solidaritas- berkeliaran di permukaan air guna mengejar dan menghalau
blokade terhadap motor-motor- boat perusahaan asing yang ingin menyuplai
air & makanan untuk kapal “Volendam” milik Belanda yang berupaya
melewati Terusan Suez, hingga kembali ke pelabuhan.
Dukungan juga diberikan Syria, Iraq, Lebanon, Yaman, Saudi Arabia dan
Afghanistan. Selain negara-negara tersebut, Liga Arab juga berperan
penting dalam Pengakuan RI. Secara resmi keputusan sidang Dewan Liga
Arab tanggal 18 November 1946 menganjurkan kepada semua negara anggota
Liga Arab supaya mengakui Indonesia sebagai negara merdeka yang
berdaulat. Alasan Liga Arab memberikan dukungan kepada Indonesia merdeka
didasarkan pada ikatan keagamaan, persaudaraan serta kekeluargaan.
Dukungan dari Liga Arab dijawab oleh Presiden Soekarno dengan menyatakan
bahwa antara negara-negara Arab dan Indonesia sudah lama terjalin
hubungan yang kekal “Karena di antara kita timbal balik terdapat
pertalian agama”.
Fakta sejarah ini memberikan pelajaran bagi kita bahwa soliditas umat
Islam adalah kekuatan dahsyat yang harus terus dipelihara. Oleh karena
itu upaya-upaya untuk melakukan konsolidasi antara bangsa-bangsa muslim,
menyangkut masalah politik, ekonomi, sosial, pertahanan keamanan, dan
peradaban Islam secara umum harus terus diperjuangkan, sehingga rahmat
Islam dapat menebar di seluruh penjuru bumi dan dirasakan oleh seluruh
umat manusia.
Khusus bagi bangsa Indonesia fakta sejarah ini mengingatkan bahwa mereka
‘berutang budi’ pada Islam yang telah mengajarkan prinsip ukhuwah
Islamiyah. Berkat semangat persatuan dan persaudaraan Islam inilah
bangsa Indonesia dapat memperoleh dukungan kemerdekaan dari berbagai
negara di dunia.
Kini giliran kita yang membantu dan mendukung saudara seiman kita di Palestina. Kalau bukan kita, siapa lagi?
Allahu Akbar! Merdeka!
SINGA BATAK MUSLIM MENGAUM / BERBICARA: PROKLAMASI KEMERDEKAAN RI DIKUMANDANGKAN PADA BULAN SUCI RAMADHAN.
Ketika Soekarno mengumandangkan proklamasi, dalam suasana suci bulan Ramadhan, di hari Jumat pula.
Kalau diingat sejarah, proklamasi itu bukan gratis. Belanda tetap ingin mencaplok Indonesia. Sehingga berkobar perang dimana mana. Dan Indonesia, berjuang bukan hanya dengan senjata, tetapi juga diplomasi menggalang dukungan luar negeri, untuk bisa menekan Belanda agar mengurungkan niatnya menguasai kembali bumi pertiwi.
Dukungan yang paling nyata itu datang dari 2 negara. Pertama adalah negara Mesir. Begitu kemerdekaan Indonesia tersebar ke luar negeri, pemerintah Mesir langsung mengirim utusannya yang berada di Bombay ke Jogjakarta (ketika itu ibukota RI sementara), bernama Mohamad Abdul Mun'im, secara berani, karena menembus blokade Belanda.
Beliau menyampaikan dokumen resmi pemerintah Mesir dalam mengakui kemerdekaan RI tersebut. Ini pertama kalinya dalam sejarah, utusan resmi suatu negara mempertaruhkan nyawanya untuk menyampaikan dukungan kemerdekaan. Inilah perutusan pertama negara lain yang mendukung kemerdekaan RI.
Jadi, bukan negara Amerika Serikat, Inggris, Perancis atau negara negara yang berteriak soal hak asasi manusia ya, yang mendukung kemerdekaan Indonesia.
Kemudian, dukungan Mesir tersebut dilanjutkan dengan Perjanjian Persahabatan Indonesia - Mesir. Ketika penanda tanganan dokumen kerjasama ini di Kairo, Kedutaan Belanda di Mesir menyerbu masuk ke dalam ruangan kerja Perdana Menteri Mesir, untuk mengajukan protes. Tetapi dengan bersikeras, Mesir mengabaikan protes tersebut.
Pengakuan Mesir ini terjadi karena kedekatan tokoh tokoh perjuangan kemerdekaan RI dengan tokoh Ikhwanul Muslimin di Mesir. Seperti Agus Salim, Sutan Syahrir, M.Natsir dengan tokoh pergerakan IM.
Dukungan ini disambut dengan hangat dan bahagia oleh Soekarno yang menyatakan bahwa: 'karena diantara kita terdapat timbal balik pertalian agama'.
Sementara Sutan Syahrir sendiri menyebutkan bahwa ' persaudaraan islam ini adalah suatu kenyataan dalam memutus rantai penjajahan asing'.
Sedangkan pengakuan yang diberikan oleh rakyat Palestina, juga sangat heroik. Palestina juga termasuk yang mendukung kemerdekaan RI. Cuman kan negara Palestina tidak diakui.
Yang lebih hebatnya lagi, ketika itu pemimpin Palestina, Muhammad Ali Taher menyumbangkan seluruh tabungannya untuk perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI.
Sumber ini kukutip dari fb, yang juga mengutip dari:
sumber : “Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri” yang ditulis oleh Ketua Panitia Pusat Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia , M. Zein Hassan Lc.
Buku ini diberi kata sambutan oleh:
- Moh. Hatta (Proklamator & Wakil Presiden pertama RI),
- M. Natsir (mantan Perdana Menteri RI),
- Adam Malik (Menteri Luar Negeri RI ketika buku ini diterbitkan) , dan
-Jenderal (Besar) A.H. Nasution.
Semoga, hubungan yang sinergis terus terjalin antara Indonesia dengan negara negara ini. Dan untuk Palestina, negeri yang masih bersimbah darah dan air mata ini, semoga Hari Al Quds sedunia ini dapat menunjukkan solidaritas yang ehmm, hanya ini. Solidaritas dan doa saja.
Kalau diingat sejarah, proklamasi itu bukan gratis. Belanda tetap ingin mencaplok Indonesia. Sehingga berkobar perang dimana mana. Dan Indonesia, berjuang bukan hanya dengan senjata, tetapi juga diplomasi menggalang dukungan luar negeri, untuk bisa menekan Belanda agar mengurungkan niatnya menguasai kembali bumi pertiwi.
Dukungan yang paling nyata itu datang dari 2 negara. Pertama adalah negara Mesir. Begitu kemerdekaan Indonesia tersebar ke luar negeri, pemerintah Mesir langsung mengirim utusannya yang berada di Bombay ke Jogjakarta (ketika itu ibukota RI sementara), bernama Mohamad Abdul Mun'im, secara berani, karena menembus blokade Belanda.
Beliau menyampaikan dokumen resmi pemerintah Mesir dalam mengakui kemerdekaan RI tersebut. Ini pertama kalinya dalam sejarah, utusan resmi suatu negara mempertaruhkan nyawanya untuk menyampaikan dukungan kemerdekaan. Inilah perutusan pertama negara lain yang mendukung kemerdekaan RI.
Jadi, bukan negara Amerika Serikat, Inggris, Perancis atau negara negara yang berteriak soal hak asasi manusia ya, yang mendukung kemerdekaan Indonesia.
Kemudian, dukungan Mesir tersebut dilanjutkan dengan Perjanjian Persahabatan Indonesia - Mesir. Ketika penanda tanganan dokumen kerjasama ini di Kairo, Kedutaan Belanda di Mesir menyerbu masuk ke dalam ruangan kerja Perdana Menteri Mesir, untuk mengajukan protes. Tetapi dengan bersikeras, Mesir mengabaikan protes tersebut.
Pengakuan Mesir ini terjadi karena kedekatan tokoh tokoh perjuangan kemerdekaan RI dengan tokoh Ikhwanul Muslimin di Mesir. Seperti Agus Salim, Sutan Syahrir, M.Natsir dengan tokoh pergerakan IM.
Dukungan ini disambut dengan hangat dan bahagia oleh Soekarno yang menyatakan bahwa: 'karena diantara kita terdapat timbal balik pertalian agama'.
Sementara Sutan Syahrir sendiri menyebutkan bahwa ' persaudaraan islam ini adalah suatu kenyataan dalam memutus rantai penjajahan asing'.
Sedangkan pengakuan yang diberikan oleh rakyat Palestina, juga sangat heroik. Palestina juga termasuk yang mendukung kemerdekaan RI. Cuman kan negara Palestina tidak diakui.
Yang lebih hebatnya lagi, ketika itu pemimpin Palestina, Muhammad Ali Taher menyumbangkan seluruh tabungannya untuk perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI.
Sumber ini kukutip dari fb, yang juga mengutip dari:
sumber : “Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri” yang ditulis oleh Ketua Panitia Pusat Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia , M. Zein Hassan Lc.
Buku ini diberi kata sambutan oleh:
- Moh. Hatta (Proklamator & Wakil Presiden pertama RI),
- M. Natsir (mantan Perdana Menteri RI),
- Adam Malik (Menteri Luar Negeri RI ketika buku ini diterbitkan) , dan
-Jenderal (Besar) A.H. Nasution.
Semoga, hubungan yang sinergis terus terjalin antara Indonesia dengan negara negara ini. Dan untuk Palestina, negeri yang masih bersimbah darah dan air mata ini, semoga Hari Al Quds sedunia ini dapat menunjukkan solidaritas yang ehmm, hanya ini. Solidaritas dan doa saja.
Rabu,
17 Agustus 2015. Genap sudah 70 tahun usia Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Meskipun di usianya yang lebih dari setengah abad ini
pemerintah Indonesia belum benar-benar berhasil melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, belum benar-benar
berhasil memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, tetap saja nikmat kemerdekaan
ini harus kita syukuri.
Salah satu bentuk rasa syukur adalah dengan ‘jasmerah’—jangan
sekali-kali melupakan sejarah! Karena sejarah dapat menjadi bahan
pelajaran dan pertimbangan bagi pilihan sikap dan tindakan di masa kini
atau di masa mendatang.
Berkaitan
dengan sejarah kemerdekaan Indonesia, ada hal yang jarang sekali
diungkap, yakni tentang negara mana saja yang pertama kali membantu dan
memberikan pengakuan atas kemerdekaan Indonesia. Patut dicatat bahwa
dukungan dan pengakuan kedaulatan Indonesia pertama kali adalah datang
dari negara-negara muslim di Timur Tengah. Bukan dari negara-negara
Barat.
Berawal dari Palestina
Gong
dukungan untuk kemerdekaan Indonesia ini dimulai dari Palestina. M.
Zein Hassan, Lc (Ketua Panitia Pusat Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia)
dalam bukunya “Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri” (hal. 40)
menyatakan tentang peran serta, opini dan dukungan nyata Palestina
terhadap kemerdekaan Indonesia, di saat negara-negara lain belum berani
untuk memutuskan sikap.
Dukungan
Palestina ini diwakili oleh Syekh Muhammad Amin Al-Husaini—mufti besar
Palestina. Pada 6 September 1944, Radio Berlin berbahasa Arab menyiarkan
‘ucapan selamat’ beliau ke seluruh dunia Islam, bertepatan ‘pengakuan
Jepang’ atas kemerdekaan Indonesia.
Bahkan
dukungan ini telah dimulai setahun sebelum Sukarno-Hatta benar-benar
memproklamirkan kemerdekaan RI. Seorang yang sangat bersimpati terhadap
perjuangan Indonesia, Muhammad Ali Taher (seorang saudagar kaya
Palestina) spontan menyerahkan seluruh uangnya di Bank Arabia tanpa
meminta tanda bukti dan berkata: “Terimalah semua kekayaan saya ini
untuk memenangkan perjuangan Indonesia”. Setelah itu dukungan mengalir.
Dukungan Mesir
Di
Mesir, sejak diketahui sebuah negeri Muslim bernama Indonesia
memplokamirkan kemerdekaannya, Al-Ikhwan Al-Muslimun (IM), organisasi
Islam yang dipimpin Syaikh Hasan Al-Banna, tanpa kenal lelah terus
menerus memperlihatkan dukungannya. Selain menggalang opini umum lewat
pemberitaan media yang memberikan kesempatan luas kepada para mahasiswa
Indonesia untuk menulis tentang kemerdekaan Indonesia di koran-koran
lokal miliknya, berbagai acara tabligh akbar dan demonstrasi pun
digelar.
Para
pemuda dan pelajar Mesir, juga kepanduan Ikhwan, dengan caranya sendiri
berkali-kali mendemo Kedutaan Belanda di Kairo. Tidak hanya dengan
slogan dan spanduk, aksi pembakaran, pelemparan batu, dan
teriakan-teriakan permusuhan terhadap Belanda kerap mereka lakukan.
Kondisi ini membuat Kedutaan Belanda di Kairo ketakutan. Mereka dengan
tergesa mencopot lambang negaranya dari dinding Kedutaan. Mereka juga
menurunkan bendera merah-putih-biru yang biasa berkibar di puncak
gedung, agar tidak mudah dikenali pada demonstran.
Kuatnya
dukungan rakyat Mesir atas kemerdekaan RI membuat pemerintah Mesir
mengakui kedaulatan pemerintah RI atas Indonesia pada 22 Maret 1946.
Dengan begitu Mesir tercatat sebagai negara pertama yang mengakui
proklamasi kemerdekaan Indonesia. Setelah itu menyusul Syria, Iraq,
Lebanon, Yaman, Saudi Arabia dan Afghanistan. Selain negara-negara
tersebut, Liga Arab juga berperan penting dalam Pengakuan RI. Secara
resmi keputusan sidang Dewan Liga Arab tanggal 18 November 1946
menganjurkan kepada semua negara anggota Liga Arab supaya mengakui
Indonesia sebagai negara merdeka yang berdaulat. Alasan Liga Arab
memberikan dukungan kepada Indonesia merdeka didasarkan pada ikatan
keagamaan, persaudaraan serta kekeluargaan.
Dukungan dari Liga Arab dijawab oleh Presiden Soekarno dengan menyatakan
bahwa antara negara-negara Arab dan Indonesia sudah lama terjalin
hubungan yang kekal “Karena di antara kita timbal balik terdapat
pertalian agama”.
Pengakuan Mesir dan negara-negara Arab tersebut melewati proses yang
cukup panjang dan heroik. Begitu informasi proklamasi kemerdekaan RI
disebarkan ke seluruh dunia, pemerintah Mesir mengirim langsung konsul
Jenderalnya di Bombay yang bernama Mohammad Abdul Mun’im ke Yogyakarta
(waktu itu Ibukota RI) dengan menembus blokade Belanda untuk
menyampaikan dokumen resmi pengakuan Mesir kepada Negara Republik
Indonesia. Ini merupakan pertama kali dalam sejarah perutusan suatu
negara datang sendiri menyampaikan pengakuan negaranya kepada negara
lain yang terkepung dengan mempertaruhkan jiwanya. Ini juga merupakan
Utusan resmi luar negeri pertama yang mengunjungi ibukota RI.
Pengakuan dari Mesir tersebut kemudian diperkuat dengan
ditandatanganinya Perjanjian Persahabatan Indonesia – Mesir di Kairo.
Situasi menjelang penandatanganan perjanjian tersebut duta besar Belanda
di Mesir ‘menyerbu’ masuk ke ruang kerja Perdana Menteri Mesir Nuqrasy
Pasha untuk mengajukan protes sebelum ditandatanganinya perjanjian
tersebut. Menanggapi protes dan ancaman Belanda tersebut PM Mesir
memberikan jawaban sebagai berikut: ”Menyesal kami harus menolak protes
Tuan, sebab Mesir selaku negara berdaulat dan sebagai negara yang
berdasarkan Islam tidak bisa tidak mendukung perjuangan bangsa Indonesia
yang beragama Islam. Ini adalah tradisi bangsa Mesir dan tidak dapat
diabaikan”.
Raja Farouk Mesir juga menyampaikan alasan dukungan Mesir dan Liga Arab
kepada Indonesia dengan mengatakan ”Karena persaudaran Islamlah,
terutama, kami membantu dan mendorong Liga Arab untuk mendukung
perjuangan bangsa Indonesia dan mengakui kedaulatan negara itu”
Dengan adanya pengakuan Mesir, Indonesia secara de jure adalah
negara berdaulat. Masalah Indonesia menjadi masalah Internasional.
Belanda sebelumnya selalu mengatakan masalah Indonesia “masalah dalam
negeri Belanda”. Pengakuan Mesir dan Liga Arab mengundang keterlibatan
pihak lain termasuk PBB dalam penyelesaian masalah Indonesia.[1]
Untuk
menghaturkan rasa terima kasih, pemerintah Soekarno mengirim delegasi
resmi ke Mesir pada tanggal 7 April 1946. Ini adalah delegasi pemerintah
RI pertama yang ke luar negeri. Mesir adalah negara pertama yang
disinggahi delegasi tersebut.
Tanggal
26 April 1946 delegasi pemerintah RI kembali tiba di Kairo. Beda dengan
kedatangan pertama yang berjalan singkat, yang kedua ini lebih intens.
Di Hotel Heliopolis Palace, Kairo, sejumlah pejabat tinggi Mesir dan
Dunia Arab mendatangi delegasi RI untuk menyampaikan rasa simpati.
Selain pejabat negara, sejumlah pemimpin partai dan organisasi juga
hadir. Termasuk pemimpin Hasan Al-Banna dan sejumlah tokoh IM dengan
diiringi puluhan pengikutnya.
Malam tanggal 6 Mei 1946, delegasi Indonesia dipimpin oleh H. Agus
Salim, Deputi Menlu Indonesia berkunjung ke kantor pusat dan koran IM.
Beliau mengungkapkan rasa terima kasih Indonesia atas dukungan IM kepada
mereka.
Tanggal 10 November 1947, mantan PM Indonesia dan penasehat Presiden
Soekarno, Sutan Syahrir, berkunjung ke kantor pusat dan koran IM.
Kedatangan mereka disambut dengan gembira dan meriah oleh IM.
Sebuah Renungan
Fakta sejarah ini memberikan pelajaran bagi kita bahwa soliditas umat
Islam adalah kekuatan dahsyat yang harus terus dipelihara. Oleh karena
itu upaya-upaya untuk melakukan konsolidasi antara bangsa-bangsa muslim,
menyangkut masalah politik, ekonomi, sosial, pertahanan keamanan, dan
peradaban Islam secara umum harus terus diperjuangkan, sehingga rahmat
Islam dapat menebar di seluruh penjuru bumi dan dirasakan oleh seluruh
umat manusia.
Khusus bagi bangsa Indonesia fakta sejarah ini mengingatkan bahwa mereka
‘berutang budi’ pada Islam yang telah mengajarkan prinsip ukhuwah
Islamiyah. Berkat semangat persatuan dan persaudaraan Islam inilah
bangsa Indonesia dapat memperoleh dukungan kemerdekaan dari berbagai
negara di dunia.
Oleh karena itu alangkah eloknya jika bangsa ini dapat meningkatkan
penghargaannya pada ajaran Islam. Bahkan bersedia menegakkan nilai-nilai
universalnya dalam masyarakat dan bangsa Indonesia.
Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar! Wa li-Llahil hamd! Merdeka!
Sumber Tulisan
Palestina Bantu kemerdekaan Indonesia, http://www.suara-islam.com
Sumbangan Al-Ikhwan Al-Muslimun untuk Kemerdekaan Republik Indonesia, Rizki Ridyasmara
Sepak Terjang IM di Indonesia, Abu Ghozzah
[1]Suatu
kondisi yang patut kita kritisi selang beberapa tahun dari kemerdekaan
Indonesia, Israel memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 14 Mei
1948 pada pukul 18.01. Sepuluh menit kemudian, pada pukul 18.11, Amerika
Serikat langsung mengakuinya. Pengakuan atas Israel juga dinyatakan
segera oleh Inggris, Prancis dan Uni Soviet. Seharusnya hal yang sama
bisa saja dilakukan oleh Amerika Serikat, Inggris, Prancis dan Uni
Soviet untuk mengakui kemerdekaan Indonesia pada saat itu. Tetapi hal
tersebut tidak terjadi, justru negara-negara Muslim lah yang
berkontribusi konkret dalam mengakui dan mempertahankan kemerdekaan
Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar