Perundingan Berlanjut, AS Tetap Ancam Syarat Tarif bagi China
Amerika Serikat berharap untuk memulai kembali perundingan perdagangan
dengan China setelah Presiden Donald Trump dan Presiden Xi Jinping
bertemu di Jepang pada hari Sabtu lalu.
Bisnis.com,
WASHINGTON - Amerika Serikat berharap untuk memulai kembali
perundingan perdagangan dengan China setelah Presiden Donald Trump dan
Presiden Xi Jinping bertemu di Jepang pada hari Sabtu lalu.
Namun
demikian, sebagaimana dikutip dari Reuters, Rabu (26/6/2019), Washington
tidak akan menangguhkan syarat tarif kepada China. Konsekuensinya,
tarif masuk barang China pun tetap tinggi.
Ancaman itu berlaku mencakup hampir semua impor China yang masih diekspor ke AS. Produk beragam jenis itu antara lain produk konsumen seperti ponsel, komputer dan pakaian.
Ancaman itu berlaku jika pertemuan dengan Xi tidak menghasilkan kemajuan dalam penyelesaian.
Kedua belah pihak dapat setuju untuk tidak mengenakan tarif baru sebagai isyarat niat baik untuk melanjutkan negosiasi.
Namun Pejabat Senior yang jadi narasumber Reuters, masih belum dapat memastikan keberhasilan perundingan dagang kali ini.
China tidak melunak, bahkan membuat pernyataan agar perselisihan kedua negara besar tersebut harus memenangkan kepentingan dua belah pihak.
Hal ini dinilai akan selalu membuat alot perundingan dagang.
Baca juga: Perang Dagang Batasi Penguatan Harga Minyak
Informasi
itu disampaikan salah seorang Pejabat Senior Gedung Putih. Trump telah
mengancam untuk mengenakan tarif pada barang lain senilai US$ 325 miliar
untuk produk China.Ancaman itu berlaku mencakup hampir semua impor China yang masih diekspor ke AS. Produk beragam jenis itu antara lain produk konsumen seperti ponsel, komputer dan pakaian.
Ancaman itu berlaku jika pertemuan dengan Xi tidak menghasilkan kemajuan dalam penyelesaian.
Kedua belah pihak dapat setuju untuk tidak mengenakan tarif baru sebagai isyarat niat baik untuk melanjutkan negosiasi.
Namun Pejabat Senior yang jadi narasumber Reuters, masih belum dapat memastikan keberhasilan perundingan dagang kali ini.
China tidak melunak, bahkan membuat pernyataan agar perselisihan kedua negara besar tersebut harus memenangkan kepentingan dua belah pihak.
Hal ini dinilai akan selalu membuat alot perundingan dagang.
Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini : tarif impor, perang dagang AS vs China
Berita Terkait
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Temui Jokowi, Apindo Usul Revisi UU Ketenagakerjaan Terutama Dua Isu Ini
Asosiasi Pengusaha Indonesia, Apindo, mengusulkan kepada Presiden untuk
merevisi Undang-undang Ketenagakerjaan, terutama terkait dengan
investasi padat karya dan jaminan pensiun.
Bisnis.com, JAKARTA--Asosiasi Pengusaha Indonesia, Apindo, mengusulkan kepada Presiden untuk merevisi Undang-undang Ketenagakerjaan, terutama terkait dengan investasi padat karya dan jaminan pensiun.
Hal tersebut dikemukakan Ketua Umum Apindo Hariyadi B. Sukamdani ketika bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Kamis (13/6/2019).
"Tadi kami sampaikan perlu kiranya pemerintah untuk melihat kembali Undang-undang Ketenagakerjaan kita karena undang-undang ini selain sudah 15 kali diajukan ke Mahkamah Konstitusi juga kenyataannya memang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan kondisi saat ini, " kata Hariyadi.
Hariyadi mencontohkan mengenai adanya relokasi investasi besar-besaran para pemain industri padat karya ke sejumlah negara antara lain Myanmar, Laos, Bangladesh, dan Vietnam.
Padahal, lanjutnya, secara ekonomi Indonesia membutuhkan investor industri padat karya untuk menyerap tenaga kerja lokal yang masih berlatar belakang pendidikan SMP ke bawah.
Fenomena relokasi investasi ini diakui Hariyadi dipengaruhi oleh regulasi di Indonesia yang masih terkotak-kotak sehingga menimbulkan ketidakpastian secara hukum.
"Kita tentunya jangan sampai tetap berkonsentrasi kepada padat modal tetapi pada karyanya tidak ditangani dengan baik," tegas Hariyadi.
Poin lainnya adalah soal jaminan pensiun. Menurut Hariyadi sistem jaminan pensiun saat ini, yang menganut asas manfaat pasti, mengandung risiko fiskal yang cukup besar.
Hariyadi menyebutkan banyak negara yang sudah meninggalkan manfaat pasti, beralih ke iuran pasti. "Nah ini juga kami mohon untuk dilihat kembali mumpung belum terlalu lama," tambah Hariyadi.
Hal tersebut dikemukakan Ketua Umum Apindo Hariyadi B. Sukamdani ketika bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Kamis (13/6/2019).
"Tadi kami sampaikan perlu kiranya pemerintah untuk melihat kembali Undang-undang Ketenagakerjaan kita karena undang-undang ini selain sudah 15 kali diajukan ke Mahkamah Konstitusi juga kenyataannya memang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan kondisi saat ini, " kata Hariyadi.
Hariyadi mencontohkan mengenai adanya relokasi investasi besar-besaran para pemain industri padat karya ke sejumlah negara antara lain Myanmar, Laos, Bangladesh, dan Vietnam.
Padahal, lanjutnya, secara ekonomi Indonesia membutuhkan investor industri padat karya untuk menyerap tenaga kerja lokal yang masih berlatar belakang pendidikan SMP ke bawah.
Fenomena relokasi investasi ini diakui Hariyadi dipengaruhi oleh regulasi di Indonesia yang masih terkotak-kotak sehingga menimbulkan ketidakpastian secara hukum.
"Kita tentunya jangan sampai tetap berkonsentrasi kepada padat modal tetapi pada karyanya tidak ditangani dengan baik," tegas Hariyadi.
Poin lainnya adalah soal jaminan pensiun. Menurut Hariyadi sistem jaminan pensiun saat ini, yang menganut asas manfaat pasti, mengandung risiko fiskal yang cukup besar.
Hariyadi menyebutkan banyak negara yang sudah meninggalkan manfaat pasti, beralih ke iuran pasti. "Nah ini juga kami mohon untuk dilihat kembali mumpung belum terlalu lama," tambah Hariyadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar