Aksi desak tangkap Ahok
terkait kasus RS Sumber Waras, di depan Gedung KPK, Jakarta, Jumat
(22/4/2016). [Suara.com/Nikolaus Tolen]
Pengacara
Warga Luar Batang Ngamuk di Depan Gedung KPK
Egy Sujana menuduh KPK tidak mau menerima aspirasi masyarakat kecil.
Adhitya Himawan
, Nikolaus Tolen
:
Suara.com
- Warga Luar Batang yang rumahnya akan digusur oleh Gubernur DKI
Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama(Ahok) dalam waktu dekat datang ke Gedung
KPK untuk meminta menetapkan Ahok sebagai tersangka. Mereka hadir tidak
sendirian. Ditemani oleh sejumlah warga dari korban penggusuran
terdahulu, seperti Kalijodo, mereka juga ditemani oleh kuasa hukum
mereka, Egy Sudjana.
Permulaan aksi demo di depan Gedung KPK Jalan Rasuna
Said, Jakarta Selatan berjalan aman-aman saja. Namun, saat hendak
meminta izin untuk bertemu dengan pimpinan KPK, situasi pun berubah. Egy
yang sudah bernegosiasi dengan pihak KPK, tiba-tiba mengamuk dan
memberitahukan kepada kepada rombongannya bahwa Pimpinan KPK tidak bisa
ditemui oleh dirinya.
"Kawan-kawanku dari Luar Batang, kita sudah tahu bahwa
KPK ini tidak mau menerima aspirasi masyarakat kecil, KPK tidak mau
mendengar kita. Kita tidak diperbolehkan untuk bertemu dengan Pimpinan
KPK," kata Egy kepada rombongannya di depan Gedung KPK,
Jumat(22/4/2016).
Tidak hanya sampai disitu, Egy juga membandingkan penetapan tersangka
Wakapolri, Komjen Budi Gunaean oleh KPK. Menurutnya, KPK menetapkan BG
sebagai tersangka meskipun buktinya belum cukup, sementara Ahok yang
jelas-jelas sudah salah belum juga ditangkap oleh KPK.
"Kawan-kawanku, saya adalah Pengacara Pak Budi Gunawan
yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK yang kemudian jalah di
Praperadilan. KPK menetspkan Pak BG sebagai tersangka,.padahal buktinya
masih kurang, sementara Ahok yang jelas-jelas salah dan korupsi belum
juga ditetapkan sebagai tersangka," kata Egy.
Karena itu, dia pun meminta kepada Warga Luar Batang agar
tidak lagi datang ke KPK. Dia pun meminta agar pada Jumat Minggu depan,
langsung datang ke Balai Kota, tempat Ahok berakantor dan mendudukinya.
"Kita tidak usah datang lagi ke KPK, mereka teman Ahok.
Minggu depan kita langsung ke Balai kota, kita duduk, tidur dan langsung
mengadili Ahok," kata Egy.
Demo kelompok JALA desak tangkap Ahok di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (22/4/2016). [Suara.com/Nikolaus Tolen]
Kelompok
JALA Tuduh Ahok Gubernur Barbar
Ahok dinilai sebagai Gubernur yang dalam menjalankan pemerintahannya sangatlah arogan dan sewenang-wenang.
Adhitya Himawan
, Nikolaus Tolen
:
Suara.com
- Desakan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi untuk segera menangkap
Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama(Ahok) terus berdatangan.
Kali ini giliran salah satu kelompok lawan Ahok yang bernama Jaringan
Aksi Lawan Ahok(JALA) yang datang ke Gedung KPK. Mereka menilai Ahok
sudah terbukti korupsi dalam kasus Rumah Sakit Sumber Waras.
"Kasus RS Sumber Waras memperjelas bahwa Ahok jelas-jelas
korupsi. Kasus reklamasi Teluk Jakarta memperjelas bahwa Ahok
bermasalah. Kami mendukung KPK untuk segera tangkap Ahok," kata
Koordinator Aksi JALA, Sunarto di teras Gedung KPK Jalan Rasuna Said,
Jakarta Selatan, Jumat(22/4/2016).
Selain disebut terbukti melakukan korupsi, mereka juga
mengatakan bahwa Ahok adalah Gubernur yang dalam menjalankan
pemerintahannya sangatlah arogan dan sewenang-wenang. Penggusuran tumah
warga miskin tanpa peduli membuat mereka juga menilai bahwa Mantan
Bupati Belitung Timur tersebut sebagai pemimpin Barbar.
"Kenapa Gubernur DKI Jakarta, Ahok sangat arogan dan sewenang-wenang,
Ahok adalah pemimpin Barbar, reklamasi juga bar-bar," kata Sunarto.
Karena itu mereka meminta agar KPK berani menetapkan Ahok
sebagai tersangka. Selain itu, Ahok juga mereka nilai pantas dipenjara
karena melecehkan institusi negara seperti Badan Pemeriksa Keuangan.
"Ahok harus dipenajra, dia sudah menghina lembaga negara seperti BPK," kata Sunarto.
Dalam aksi yang berlangsung diteras Gedung KPK tersebut,
Sunarto dan kawan-kawannya datang dengan mengenakan topeng bergambarkan
wajah Ahok. Selain itu, mereka juga membawa jala untuk menjelaskan bahwa
matinya kehidupan para nelatan yang sudah dihancurkan oleh Ahok.
Penambahan Pintu Air di Kampung Pulo. [suara.com/Oke Atmaja]
Ahok: Masih
Ada Cerita Sinetron Kampung Pulo Tergenang Nggak?
Ahok bangga, di bawah kepemimpinannya wilayah Kampung Pulo tidak terendam banjir.
Adhitya Himawan
, Dwi Bowo Raharjo
:
Suara.com
- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok bangga, di
bawah kepemimpinannya wilayah Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur
tidak terendam banjir di saat wilayah-wilayah lain di Jakarta tergenang
air pada Kamis (21/4/2016) kemarin.
"Sekarang kamu
tanya orang Kampung Pulo, masih ada cerita sinetron Kampung Pulo nggak?
Dulu TV itu selalu namanya nggak hujan atau hujan kiriman Bogor, pasti
ke Kampung Pulo langsung di shoot, karena banjir dua meter wah jadi
sinetron," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (22/4/2016).
Saat
ini kata Ahok, wilayah Kampung Pulo setelah Pemprov DKI melakukan
normalisasi sungai Ciliwung dengan cara pemasangan sheet pile atau tiang
pancang sudah tidak lagi jadi pusat perhatian media khususnya televisi,
disaat banjir. Terlebih pada hujan lebat yang terjadi kemarin,
membuktikan Kampung Pulo sudah tidak ada cerita tergenang.
"Sekarang kok TV nggak mau ke Kampung Pulo lagi, ngak ada lagi sinetronnya?" ujar Ahok.
Selain
itu Ahok juga menyinggung wilayah langganan banjir lainnya yang berada
di sekitaran Greenville, Kebon Jeruk, Jakarta Barat sudah tidak lagi
tergenang pada hujan lebat kemarin.
"Hujan kemaren
tuh curah hujan lebat sekali lho. Sudah diatas 120 mil itu besar.
Tenggelam nggak? Nggak. Nggak tenggelam. Jadi Utara hampir semua nggak
tenggelam kecuali Pademangan. Makanya saya heran Pademangan (terendam).
Kenapa bisa gitu alasannya air laut melimpah?" kata Ahok.
Banjir
yang merendam di Jakarta Utara dan Jakarta Pusat saat ini tengah
dipersoalkan oleh Ahok. Menurutnya apabila mesin pompa air berfungsi
dengan baik kawasan tersebut tidaka akan tergenang kemarin.
"Itu
tadi saya udah sampai ke pintu air Ancol saya tanya sama tukang
jaganya. Pak, bapak udah tahun berapa disini pak? Oh saya udah sejak
tahun 1991 pak. Trus saya tanya tahun 1991 pernah nggak air laut
melimpasi jembatan ini? Nggak pernah pak," kata dia.
Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) [suara.com/Bowo Raharjo]
Banjir
Jakarta, Sebelumnya Ahok Salahkan Rob, Sekarang Pompa
Ahok bingung ada dua laporan berbeda terkait penyebab banjir di Jakarta Utara.
Adhitya Himawan
, Dwi Bowo Raharjo
:
Suara.com
- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebelum memulai
aktivitasnya di Balai Kota DKI menyempatkan terlebih dahulu menyambangi
sejumlah pintu air. Hal ini dikarenakan Ahok ingin tahu penyebab
sesungguhnya sejumlah wilayah di Jakarta dikepung banjir pada Kamis
(21/4/2016) kemarin.
"Abis cek pompa sama pintu air di Ancol sama di Gunung Sahari," ujar Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (22/4/2016).
Menurut
Ahok, ada yang tidak beres sehingga sejumlah wilayah di Jakarta kemarin
terendam banjir. Ahok siang ini juga akan memanggil seluruh Wali Kota
dan Dinas Tata Air DKI Jakarta, serta Badan Penanggulangan Bencana
Daerah DKI Jakarta, untuk membahas masalah banjir Jakarta.
"Nanti aku mau rapat sama mereka. Nanti aku jelaskan sama
mereka. Aku heran waktu kemarin ke RPTRA kenapa Pademangan tergenang,
Gunug Sahari tergenang," kata Ahok.
Tergenangnya
wilayah Pademangan, Jakarta Utara dan Gunung Sahari, Jakarta Pusat
membuat Ahok bertanya kepada Wali Kota setempat. Kalau sebelumnya Ahok
menyalahkan air laut pasang sehingga Jakarta tergenang, kali ini
dikatakan Ahok karena ada pompa yang tidak berfungsi.
"Makanya
aku pikir ini ada yang salah. Terus aku tanya sama Wali Kota, Wali Kota
bilang air masuk, aku pikir air nggak mungkin masuk karena pengalaman
kita di DKI, air pasang di DKI tertinggi itu 2,6 meter tahun lalu," kata
Ahok.
Menurut Ahok walaupun air pasang, berdasarkan
pengalaman tahun sebelumnya paling tinggi 2.6 meter, sedangkan tanggul
yang berada di Waduk Pluit, Jakarta Utara tingginya 2,8 meter.
"Sekarang
kita lagi bikin tanggul diatas muka laut 3,8 meter. Nah logika saya,
saya lihat laporan di CCTV semua hanya 1,6-1,7, bagaimana air bisa
melimpas. Dan alasanya karena kemarin dilaporkan pompa dimatikan," kata
Ahok.
Selain itu Ahok juga mendapat laporan kalau
ternyata pompa air di wilayah Jakarta Utara sengaja di matikan. Dengan
alasan tinggi permukaan air laut sudah meluber. Ternyata ketika ia
mengecek langsung alasan itu berbeda.
"Makanya tadi
saya cek. Sekarang alasannya bukan, sekaarang mana air laut melimpasnya?
Emang nggak masuk kok pak. Emang brp? Orang ini 2,8, ini 1,7 ya gak
masuk dong. Knp mati? Katanya pompanya rusak. Oke kalau itu beda," jelas
Ahok.
Ahok mengatakan dirinya sudah mendapatkan dua
laporan yang berbeda terkait tergenangnya sejumlag wilayah di Jakarta,
khususnya di Utara dan Pusat.
"Kalau kamu bilang
pompa rusak sama dimatikan itu beda lho. Ya udah nggak apa. Saya
kumpulkan mereka nanti, saya tanya lagi tadi jalan berapa unit? Dua.
Satu rusak, jadi nggak apa. Kalau jalan full, jadi semua pompa dirancang
kayak jaman Belanda," katanya.
"Jadi pademangan
kalau pompa Ancol bekerja baik, pademangan nggak mungkin banjir. Nggak
ada cerita banjir pademangan," kata Ahok menambahkan.
Berdasarkan
laporan yang diperoleh, beberapa pompa tersebut rusak karena ada mesin
dinamo yang tidak dapat berfungsi dengan baik. Selain itu debit air yang
terlalu banyak juga berpengaruh, sehingga pompa tidak dapat berjalan
dengan baik.
"Katanya karena dinamo. Bukan hanya itu, beban airnya yang dia kasih beban air terlalu banyak," jelas dia.
Petugas kebersihan membersihkan sampah yang menumpuk di Kali Sentiong, Sunter, Jakarta, Kamis (12/11). [suara.com/Oke Atmaja]
Ahok Tak
Salahkan Petugas PPSU Soal Banjir Jakarta
Ahok menilai petugas PPSU di sejumlah wilayah di Jakarta telah bekerja dengan baik.
Adhitya Himawan
, Dwi Bowo Raharjo
:
Suara.com
- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tidak
menyalahkan petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum dalam banjir
atau genangan air yang terjadi di sejumlah ruas jalan dan rumah di
Jakarta. Mantan Bupati Belitung Timur
ini menjelaskan, pasukan berbaju oranye yang sudah tersebar di sejumlah
wilayah di Jakarta bekerja dengan baik, khususnya dalam mencegah banjir
dengan cara membersihkan seluruh selokan dan sungai.
"PPSU sudah kerja cukup baik. Memang ada beberapa masalah lumpur," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (21/4/2016).
Menurut Ahok, genangan yang merendam rumah warga dan sejumlah
ruas jalan di Jakarta karena air laut pasang. Sehingga pompa penyedot
air yang dimiliki Pemprov DKI tidak dapat berfungsi dengan baik.
"Masalahnya
air laut naik, sungainya naik. Kalau sungai naik, maka semua selokan
tidak bisa turun. Nah sekarang laut mulai turun," kata Ahok. "Jadi
mulai pasang semalam jam 20.00 WIB. Pas jam 20.00 WIB malam lagi pasang
tertinggi, hujan juga turun, nggak berhenti-berhenti sampai subuh.
Otomatis nggak bisa turun air," kata mantan Politisi Golkar dan Gerindra
itu menambahkan.
Bus Transjakarta [suara.com/Eva Aulia]
Bus
Transjakarta Khusus Perempuan Hari Ini Resmi Diluncurkan
Ahok berpesan kepada seluruh perempuan atau orang tua untuk bisa memberikan air susu ibu kepada bayinya masing-masing.
Adhitya Himawan
, Dwi Bowo Raharjo
:
Suara.com
- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan segera meluncurkan bus
Transjakarta di Hari Kartini. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja
Purnama atau Ahok mengatakan bus tersebut akan khusus diperuntukan untuk
perempuan. "Hari Kartini sekarang
kita mulai meluncurkan bus Transjakarta yang khusus wanita," kata Ahok
di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (21/4/2016).
Ahok juga berpesan kepada seluruh perempuan atau orang tua untuk bisa memberikan air susu ibu kepada bayinya masing-masing.
"Pesan buat perempuan Indonesia, kalau menyusu (anaknya),
jangan tinggalkan ASI, karena ASI itu bagus. ASI itu gratis, bagus,
untuk investasi kecerdasan kesehatan anak-anak," jelas Ahok.
Berdasarkan informasi yang diterima suara.com terkait
peluncuran satu layanan bus khusus perempuan yang bersamaan dengan hari
Kartini ini akan dilakukan di halaman Balai Kota DKI Jakarta sekitar
pukul 13.30 WIB. Rencanannya akan diluncurkan oleh istri Ahok, Veronica
Tan.
Hanura
Tuding Penggunaan Materai di Jakarta untuk Menjegal Ahok
Ketua DPP Partai Hanura, Dadang Rusdiana mengatakan, penggunaan materai akan memberatkan calon independen.
Adhitya Himawan
, Bagus Santosa
:
Suara.com
- Ketua DPP Partai Hanura Dadang Rusdiana mengatakan penggunaan materai
akan memberatkan calon independen. Apalagi ketika hal itu dikaitkan
dengan Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta. Maka hal itu bisa diartikan
sebagai langkah penjegalan calon independen DKI Jakarta Basuki Tjahaja
Purnama (Ahok).
"Ini memperberat calon independen. Ini tendensius dan kurang baik.
Apalagi kalau dikaitkan dengan isu Ahok sebagai calon kuat dari jalur
independen. Maka aturan ini bisa ditafsirkan sebagai upaya penjegalan.
Di mana, seperti ada semangan 'pengeroyokan' terhadap Ahok," kata
Dadang, ketika dihubungi, Kamis (21/4/2016).
Sekretaris Fraksi Hanura di DPR ini ini menambahkan, biaya menjadi
seorang kepala daerah sudah cukup mahal. Sehingga tidak perlu ada biaya
untuk materai lagi. Apalagi untuk calon independen yang tidak cukup
punya modal.
"Banyaknya kasus korupsi sebagaimana kita ketahui
karena mahalnya biaya ketika seseorang ingin menjadi kepala daerah.
Banyak calon potensial berguguran karena nggak punya uang. Ini kan tidak
baik," tuturnya.
"Negara yang baik adalah negara yang memberikan peluan
kepada siapapun untuk berkonstentasi. Biar rakyat yang menentukan, bukan
membuat sulit dengan aturan yang aneh," sambung Dadang.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) sendiri pada Selasa (19/4/2016) telah
memutuskan penggunaan meterai pada surat pernyataan dukungan yang
diserahkan oleh calon independen cukup per desa saja, bukan per orang
yang memberikan dukungan.
Hal ini mengakhiri polemik penggunaan meterai yang harus dibubuhkan
tiap orang jika ingin memberikan dukungan kepada calon independen.
Polemik ini muncul dalam pembahasan draf Perubahan Kedua atas Peraturan
KPU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pencalonan Pemilihan Kepala Daerah, Senin
kemarin (18/4/2016).
ICW:
Berdasarkan Dokumen, Tidak Ditemukan Indikasi Ahok Korupsi
ICW tidak permasalahkan tudingan soal mendukung Gubernur DKI Jakarta Ahok
Dythia Novianty
, Ummi Hadyah Saleh
:
Suara.com
- Koordinator Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW),
Febri Hendri mengaku, tak mempermasalahkan tudingan yang dinilai
mendukung Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, terkait
pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras. Pasalnya, temuan audit BPK
Jakarta berbeda dengan pernyataan Ahok.
Hal ini dilatarbelakangi dengan penilaian pihak ICW yang berdasarkan
dokumen dan fakta, tidak ada kerugian negara dalam pembelian lahan RS
Sumber Waras.
"Kalau kita, sudah biasa dituding dan kami pada prinsip sejauh ini,
berdasarkan dokumen dan fakta yang kami miliki, memang belum ditemukan
adanya indikasi korupsi, "ujar Febri kepada Suara.com di Kantor ICW,
Kalibata, Jakarta, Rabu (20/4/2016).
Meski begitu, jika KPK telah menulusuri adanya dugaan korupsi pada
pembelian lahan RS Sumber Waras, ICW akan ikuti proses yang telah
dilakukan KPK dalam mengusut dugaan korupsi lahan tersebut.
"Tapi kalau nanti ada pihak lain, misalnya KPK punya kewenangan luas,
punya akses yang cukup besar, kalau ditemukan indikasi korupsi, ya
monggo kami ikut," ucapnya.
Pihak ICW menegaskan, hanya mengikuti berdasarkan dokumen dan fakta
yang dimiliki. "Itu yang kami kaji dan telaah. Hingga kini juga belum
ditemukan adanya indikasi korupsi," pungkas Febri.
Jumlah
Kerugian Negara Direvisi, ICW: Bisa Keliru Juga BPK
Audit laporan keuangan dilakukan oleh audit BPK DKI Jakarta, sementara audit investigasi dilakukan oleh BPK RI.
Ruben Setiawan
, Ummi Hadyah Saleh
:
Suara.com
- Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui salah satu
anggotanya, Benny Kabur Harman, mengatakan, berdasarkan audit BPK,
kerugian negara bukan Rp191 miliar seperti informasi yang beredar selama
ini, melainkan hanya Rp173 miliar. Hal itu dikatakan Benny usai
membahas kasus tersebut dengan BPK di Gedung BPK, Selasa (20/4/2016).
Menanggapi
hal tersebut, Koordinator Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch
(ICW) Febri Hendri mengaku heran lembaga audit keuangan negara yakni
BPK bisa keliru dalam melakukan audit keuangan.
"Rp 173 miliar
itu kan sudah direvisi. Ketika ada anggota BPK yang menyerahkan
investigasi kepada KPK, nilainya juga nggak jauh dari Rp 191 miliar,
sekarang turun jadi Rp 173 miliar. Ternyata bisa keliru juga BPK ketika
menghitung kerugian negara,"ujar Febri kepada Suara.com, di Kantor ICW,
Kalibata, Jakarta, Rabu (20/4/2016).
Lebih lanjut kata Febri,
ada dua jenis audit terhadap pembelian lahan Rumah Sakit. Pertama audit
laporan keuangan dilakukan oleh audit BPK DKI Jakarta, sementara audit
investigasi dilakukan oleh BPK RI.
"Kalau audit BPK Jakarta itu
rutin tiap tahun. Kalau audit investigasi atas permintaan KPK kepada
BPK. Itu audit yang dilakukan oleh dua tingkatan yang berbeda, "ucapnya
Diberitakan
sebelumnya, dalam laporan BPK DKI, pembelian lahan RS Sumber Waras
Jakarta Barat yang dilakukan Pemprov DKI pada tahun 2014 diduga
menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp191 miliar.
Hal
ini diketahui setelah ada selisih harga dengan harga pembelian lahan
yang pernah disepakati pihak RS Sumber Waras dengan PT. Ciputra Karya
Unggul setahun sebelumnya.
Namun, pada Selasa (19/4/2016), Komisi
Hukum Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), melalui salah satu anggotanya,
Benny Kabur Harman, mengatakan, berdasarkan audit BPK, kerugian negara
bukan Rp191 miliar seperti informasi yang beredar selama ini, melainkan
hanya Rp173 miliar.
Hal itu dikatakan Benny usai membahas kasus tersebut dengan BPK di Gedung BPK, Selasa.
"Semula
itu temuan BPK DKI, tapi setelah audit investigasi, hasil finalnya Rp
173 miliar," kata Benny di Kantor BPK, Jakarta, Selasa, 19 April 2016.
ICW Ungkap 3
Alasan BPK Tak Cermat Audit Pembelian Sumber Waras
Salah satunya, BPK dinilai hanya mengacu pada kondisi fisik tanah yang lokasinya dekat dengan Jalan Tomang Utara.
Ruben Setiawan
, Ummi Hadyah Saleh
:
Suara.com
- Koordinator Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri
Hendri menilai hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) soal
pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras tidak teliti.
"Menurut
kami (ICW) BPK kurang cermat dalam melakukan pemeriksaan soal Sumber
Waras,"ujar Febri kepada Suara.com di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta,
Rabu (20/4/2016).
Menurut Febri, ada tiga alasan mengapa ICW
menilai BPK kurang cermat. Yang pertama, menurut Febri, adalah soal
presedur penggunaan lahan yang dijadikan bahan acuan. Kata Febri, sudah
ada dasar terkait prosedur pengadaan lahan yakni Pasal 121 Perpres No 40
tahun 2014.
"BPK Jakarta tidak mengacu pada hal itu, karena dia tidak mengacu pada pasal itu maka jadi temuan,"ucapnya.
Selain itu, BPK hanya mengacu pada kondisi fisik tanah yang lokasinya dekat dengan Jalan Tomang Utara.
Kata
Febri, berdasarkan bukti dokumen sertifikat dan peta zonasi nilai tanah
yang dikirim oleh Dirjen Pajak pada Kementerian Keuangan, kepada
seluruh Pemerintah daerah di Indonesia, menunjukkan lokasi Rumah Sakit
Sumber Waras berada di Jalan Kiyai Tapa.
"Disitu tanah Sumber
Waras mengacu pada Jalan Kyai Tapa. Dengan demikian sebenarnya mengacu
pada Kiyai Tapa. Harusnya BPK audit itu, tidak berdasarkan fisik tanah
dekatnya dengan jalan yang mana," ucapnya.
Alasan kedua, kata
Febri, yakni soal perhitungan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Febri
menuturkan, ada peraturan perundangan-undangan yang mengatur bahwa
perhitungan NJOP bukan dilihat dari lokasi kedekatan tanah dengan satu
jalan.
"Perhitungan NJOP bukan berdasarkan pada kedekatan fisik
tanah dengan satu jalan, tapi berdasarkan dokumen sertifikat tanah,
berdasarkan peta zonasi nilai tanah yang diberikan oleh Dirjen Pajak
kepada pemerintah daerah," jelas Febri.
Lebih lanjut, ujar Febri,
alasan ketiga terkait acuan tentang perencanaan anggaran. Sebelumnya
BPK Jakarta menyatakan, pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras tidak
masuk kategori sebagai program yang layak dibiayai dalam APBD 2014 serta
melanggar pasal 163 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 tahun 2006.
Lebih lanjut kata Febri, Gubernur mempunyai kewenangan untuk mengelola anggaran untuk dialihkan ke APBD.
"Soal
disposisi gubernur, pada Bapeda itu kan gubernur kan kuasa pengelola
anggaran, jadi dia boleh kasih disposisi itu untuk APBD," imbuhnya.
Febri
mengatakan, terkait Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS),
Kemendagri sudah mengevaluasi APBD perubahan, terkait anggaran pembelian
lahan Sumber Waras dan hanya menyarankan agar penggunaannya sesuai
ketentuan yang ada.
"Kemendagri tidak mencoret masalah anggaran
itu (pembelian lahan). Jadi kemendagri aja nggak masalah, tapi kok BPK
menyatakan melanggar ketentuan Permendagri No 13 tahun 2006," ungkapnya.
Diberitakan
sebelumnya, dalam laporan BPK DKI, pembelian lahan RS Sumber Waras
Jakarta Barat yang dilakukan Pemprov DKI pada tahun 2014 diduga
menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp191 miliar. Hal ini
diketahui setelah ada selisih harga dengan harga pembelian lahan yang
pernah disepakati pihak RS Sumber Waras dengan PT. Ciputra Karya Unggul
setahun sebelumnya.
Namun, pada Selasa (19/4/2016), Komisi Hukum
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), melalui salah satu anggotanya, Benny
Kabur Harman, mengatakan, berdasarkan audit BPK, kerugian negara bukan
Rp191 miliar seperti informasi yang beredar selama ini, melainkan hanya
Rp173 miliar. Hal itu dikatakan Benny usai membahas kasus tersebut
dengan BPK di Gedung BPK, Selasa.
"Semula itu temuan BPK DKI,
tapi setelah audit investigasi, hasil finalnya Rp 173 miliar," kata
Benny di Kantor BPK, Jakarta, Selasa, 19 April 2016.
RS Sumber Waras makin merana, bangsal tak terawat. (Suara.com/Kurniawan Mas'ud)
Kerugian
Akibat Sumber Waras 191M dan 173M, KPK Pakai yang Mana?
Belakangan, BPK menyebut kerugian negara akibat pembelian lahan RS Sumber Waras menjadi Rp173 miliar.
Ruben Setiawan
, Nikolaus Tolen
:
Suara.com
- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah memberikan hasil audit
investigasi terkait pembelian lahan RS Sumber Waras oleh Pemprov DKI
Jakarta kepada pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam hasil
audit yang dilakukan pada bulan Agustus Tahun 2015, BPK menemukan
kerugian negara sebesar Rp191 miliar karena ada perbedaan Nilai Jual
Objek Pajak (NJOP) tanah yang dibeli oleh Pemprov DKI untuk lahan Rumah
Sakit Sumber Waras.
Namun, pada Selasa (19/4/2016), Komisi Hukum
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), melalui salah satu anggotanya, Benny
Kabur Harman, mengatakan, berdasarkan audit BPK, kerugian negara bukan
Rp191 miliar seperti informasi yang beredar selama ini, melainkan hanya
Rp173 miliar. Hal itu dikatakan Benny usai membahas kasus tersebut
dengan BPK di Gedung BPK, Selasa.
"Semula itu temuan BPK DKI, tapi setelah audit investigasi, hasil
finalnya Rp 173 miliar," kata Benny di Kantor BPK, Jakarta, Selasa, 19
April 2016.
Menanggapi perbedaan angka kerugian negara tersebut
KPK pun angkat bicara. KPK mengaku tetap berpatokan pada hasil audit
investigasi BPK yang dilakukannya pada Agustus Tahun 2015 lalu.
"Sampai
saat ini yang masih KPK pegang adalah hasil audit investigasi yang
diberikan waktu bulan Agustus Tahun lalu. Jadi kami masih berpegang pada
itu. Jadi belum ada informasi lanjutan dari BPK yang secara resmi
diberikan kepada KPK," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Hubungan
Masyarakat KPK, Yuyuk Andriati Iskak di Gedung KPK Jalan Rasuna Said,
Jakarta Selatan, Rabu (20/4/2016).
Lebih lanjut, KPK juga
menegaskan bahwa BPK adalah lembaga yang dapat menjalankan fungsinya
dengan baik, sehingga dapat dipercaya.
"BPK itu memang kan
lembaga yang tugasnya melakukan audit. Kami sepenuhnya percaya hasil
audit yang sudah diberikan kepada KPK, itulah yang kami pegang dan kami
lakukan untuk menjadikan dasar pemeriksaan-pemeriksaan di kasus ini,"
kata Yuyuk.
Meskipun mengatakan tetap berpatokan pada hasil audit
investigasi BPK, KPK juga tetap melakukan investigasi terhadap hasil
BPK. Hal itu dilakukan untuk membuktikan apakah hasil audit investigasi
tersebut benar atau tidak.
Terlepas dari perbedaan angka kerugian
negara hasil audit BPK tersebut, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja
Purnama (Ahok) secara terang-terangan menyebut bahwa audit tersebut
tidak benar. Bahkan, mantan Bupati Belitung Timur tersebut menggunakan
istilah "ngaco" untuk mengomentari audit BPK tersebut.
Wakil Ketua DPR dari Fraksi Gerindra Fadli Zon. [suara.com/Meg Phillips]
Ahok "Terima
Kasih" pada Fadli Zon Telah Kunjungi RS Sumber Waras
Fadli Zon bersikukuh RS Sumber Waras secara fisik bukan di Jalan Kiyai Tapa.
Adhitya Himawan
, Dwi Bowo Raharjo
:
Suara.com
- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tak menyoal
soal aksi Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Gerindra Fadli Zon yang sempat
menyambangi kawasan Rumah Sakit Sumber Waras, Jakarta Barat.
"Ya
nggak apa-apa. Nggak ada (manuver politik). DPR kan sekarang lebih
rajin, bagus. Terima kasih mereka lebih rajin," kata Ahok di Balai Kota
DKI Jakarta, Rabu (20/4/2016).
Ahok juga tak mau
menanggapi pernyataan Fadli Zon soal pembelian lahan RS Sumber Waras
yang diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp191 miliar.
Menurut Ahok sudah banyak politisi yang bicara soal pembelian lahan
Rp755,89 miliar.
"Aku nggak mau pusinglah, dia mau kunjungan ke langit kek
akhirat kek ya kan, atau mau loncat dari Monas kek, aku udah siapin
ambulan kok," kata mantan Bupati Belitung Timur itu.
Sebelumnya
Fadli Zon saat mendatangi Rumah Sakit Sumber Waras di Jakarta Barat
pada Senin (18/4/2016), mengatakan bahwa fasilitas kesehatan yang dibeli
oleh Pemerintah DKI Jakarta itu tidak terletak di Jalan Kiyai Tapa,
tetapi di Jalan Tomang Utara.
Politikus Gerindra itu
masuk ke RS Sumber Waras melalui akses Jalan Kiyai Tapa, tetapi dia
bersikukuh rumah sakit tersebut "secara fisik bukan di Jalan Kiyai
Tapa."
Dalam kunjungan itu , Fadli ditemani oleh
Abraham Tejanegara, Direktur Utama RS Sumber Waras. Dalam kesempatan
itu Abraham menunjukkan dokumen kepemilikan rumah sakit seperti
sertifikat dan dokuman Pajak Bumi dan Bangunan.
Fadli
pada kesempatan itu mengakui jika berdasarkan dokumen PBB RS Sumber
Waras berada di Jalan Kiyai Tapa, tetapi dia ngotot jika bangunan itu
berada di Jalan Tomang Utara.
"Secara fisik saya melihat ini jalannya bukan di Jalan Kyai Tapa," ujar Fadli.
Menurut Fadli seharusnya tim verifikasi Pemprov DKI Jakarta terlebih dahulu untuk mengecek perbedaan tersebut.
"Justru
dari Pemprov DKI harusnya ada tim verifikasi yang memverifikasi semua
dokumen plus realitas yang ada di lapangan. Dari sisi prosedur itulah
yang harus dikaji," kata dia, "Ibaratnya beginilah, kita mau membeli
mobil, mobilnya dibilang mobil Mercy, tapi kenyataannya fisiknya
Kijang," tambah Fadli.
Perbedaan lokasi Sumber Waras
antara Jalan Kiyai Tapa dan Tomang Utara memang membawa implikasi hukum
yang besar dan menjadi salah satu faktor yang menyebabkan Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) mengklaim adanya kerugian negara dalam
pembelian rumah sakit itu oleh Pemerintah DKI Jakarta.
Sama
seperti Fadli, BPK yakin bahwa RS Sumber Waras berada di Jalan Tomang
Utara dan karenanya harus dibeli dengan harga Rp7 juta per meter
persegi, sesuai dengan nilai jual objek pajaknya (NJOP).
Di
sisi lain, Pemda DKI Jakarta berpatokan pada PBB yang menyatakan bahwa
RS Sumber Waras terletak di Jalan Kiyai Tapa, yang NJOP-nya Rp20,755
juta per meter persegi.
Aktivitas warga yang
bermukim di kawasan Luar Batang, Pelabuhan Sunda Kelapa dan Pasar Ikan,
Jakarta, Kamis (7/4/2016). [suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Mei Depan,
Penggusuran Luar Batang Tetap Akan Dilakukan
Pemprov DKI Jakarta memastikan penertiban dilakukan setelah rumah susun siap.
Adhitya Himawan
, Dwi Bowo Raharjo
:
Suara.com
- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memastikan penertiban kawasan Luar
Batang, Jakarta Utara tetap akan dilakukan setelah Rumah Susun siap
untuk merelokasi mereka. Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta menjadwalkan
penertibkan akan dilakukan dalam bulan-bulan ini.
"Memang
(ditunda) sampai rusun siap. Kan saya bilang berkali-kali, Mei ini
rusun siap lagi. Kan rusun kita siap terus ini (penertiban). Siap
berapa, kita dorong berapa," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu
(20/4/2016).
Ahok membantah penertiban kawasan Luar
Batang disebut ditunda. Menurutnya, selagi rusun untuk menampung para
warga yang kena penggusuran belum siap pemerintah tidak akan melakukan
penertiban.
"Nggak (nunda) dong, kan bulan Mei ini siap rusunnya. Orang
banyak tanya sama saya, 'kapan bapak nyetop penertiban?' Kalau rusunnya
belum siap ya stop," kata Ahok.
Mantan Bupati
Belitung Timur ini menjelaskan, Pemprov DKI Jakarta sampai saat ini
belum mendapat surat dari Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi
yang isinya meminta menunda penertiban kawasan Luar Batang.
Diketahui,
Pemerintah DKI Jakarta terlebih dahulu melakukan penertiban kawasan
Pasar Ikan, Penjaringan Jakarta Utara. Penertiban yang berlangsung Senin
(11/4/2016) lalu itu sempat berujung ricuh dan aparat yang mencoba
melakukan penertiban sempat mendapat perlawanan dari warga yang menolak
bangunannya digusur.
Gubernur DKI Jakarta Basuki
Tjahaja Purnama atau Ahok hadir memenuhi panggilan sebagai saksi di
gedung KPK, Jakarta, Selasa (12/4). [suara.com/Oke Atmaja]
Pemprov DKI
Hari Ini Gusur Bangunan di Daerah Pacuan Kuda Pulomas
Ahok menjelaskan kawasan yang dihuni sekitar 115 kepala keluarga ini sebagian sudah mau direlokasi ke rumah susun.
Adhitya Himawan
, Dwi Bowo Raharjo
:
Suara.com
- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hari ini Rabu (20/4/2016) menertibkan
bangunan di kawasan Pacuan Kuda Pulomas, Jakarta Timur.
Gubernur
DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menjelaskan kawasan yang
dihuni sekitar 115 kepala keluarga di RT 08/RW 16, Kelurahan Kayuputih,
Kecamatan Pulo Gadung, Jakarta Timur ini sebagian sudah mau direlokasi
ke rumah susun, salah satunya ke rusun Pulogebang, Jakarta Timur.
"Yang
Pulomas udah kita pindahin (warganya), memang rusunnya tidak sebagus
yang baru, karena itu rusun lama. Tapi nggak ada pilihan," kata Ahok di
Balai Kota DKI Jakarta, Rabu pagi (20/4/2016).
Menurut Ahok kalau kawasan Pacuan Kuda tidak segera ditertibkan
oleh Pemprov DKI Jakarta, maka pemerintah akan terkendala dalam
pembangunan sarana penunjang olahraga untuk Asean Games 2018 yang akan
segera dilaksanakan.
"Karena kalau kita terlambat memindahkan itu, ada konsekiensi terlambat membuat persiapan Asean Games. Itu saja," jelas Ahok.
Mantan
Bupati Belitung Timur ini menjamin kepada warga yang memiliki KTP DKI,
apabila bangunan rumahnya terkena penertiban oleh pemerintah dipastikan
mendapatkan rusun.
"Pasti. Ini kan agak menengah.
Mereka merasa rusunnya kurang bagus. Ya susah. Rusun bagus kan baru kita
bikin, baru mulai," katanya.
Nelayan Muara Angke tolak proyek reklamasi di Teluk Jakarta [suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Ahok: Mana
Ada Ikan Ditangkap di Teluk Jakarta
Ahok membantah dirinya tidak memikirkan nasib para nelayan yang sudah kesulitan.
Adhitya Himawan
, Dwi Bowo Raharjo
:
Suara.com
- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok masih tidak
percaya kalau di perairan Teluk Jakarta masih terdapat banyak ikan.
Pernyataan Ahok ini berbanding terbalik dengan pernyataan perwakilan
Komunitas Nelayan Tradisional Indonesia yang mengatakan di perairan itu
masih terdapat banyak ikan. "Mana ada
ikan ditangkep di teluk Jakarta. Loe mau bohongin gue, gue anak pulau,"
kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (20/4/2016).
Ahok
juga membantah dengan adanya proyek reklamasi 17 pulau dan penggusuran
pemukiman warga pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak memikirkan nasib
para nelayan yang sudah kesulitan mencari pekerjaan.
Menurit Ahok dengan merelokasi warga yang berada di pemukiman
liar ke rumah susun, para warga mendapatkan pelayanan yang lebih
manusiawi oleh pemerintah DKI.
"Aku pikirin makanya
aku kasih bus gratis. Saya tanya sama loe, loe orang rata-rata nggak
tinggal di Jakarta. Kalau masih di Jakarta kamu tinggal Jakarta sejauh
mana sih Jakarta. Itu aja pertanyaan saya. Sampai anakmu aku pikirin,
aku kasih bus sekolah, kasih KJP kasih dokter, emang nggak gue pikirin.
Kasih tempat usaha," jelas Ahok.
Kemarin Selasa
(19/4/2016), Saefudin (35) nelayan yang tinggal di Muara Angke, Jakarta
Utara, bersama perwakilan dari Komunitas Nelayan Tradisional mendatangi
Balai Kota DKI Jakarta. Mereka ingin menunjukan kepada Ahok kalau
wilayah Teluk Jakarta masih banyak ikan.
"Itu ikan
yang kita tangkap tidak tercemar, kalau ikan yang sudah tercemar dia
nggak nempel di jaring, mendem ke tanah. Ini ikan seger, kalau perlu
agar dia (Ahok) nyicipn, bila perlu kalau mau di goreng bareng-bareng
kita makan bareng-bareng, biar kita tunjukin. Saya pingin Ahok cabut
izin reklamasi," kata Saefudin.
Suasana lokasi reklamasi Teluk Jakarta. (suara.com)
Anggota
Dewan Dukung Reklamasi Teluk Jakarta Dihentikan Sementara
Sambil dicari solusi yang tepat terkait dampak lingkungan yang ditimbulkan.
Esti Utami :
Suara.com
- Keputusan pemerintah pusat untuk menghentikan sementara (moratorium)
reklamasi di Teluk Jakarta mendapat apresiasi dari anggota DPR. Anggota
Komisi IV dari Fraksi Partai NasDem Fadholi menilai keputusan ini
sangat tepat.
“Keputusan Pemerintah ini sudah tepat, karena
sesuai dengan amanat UU Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup,” ujarnya saat dihubungi, Selasa
(19/4/2016)
Menurut Fadholi, langkah yang diambil oleh
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan beserta kementerian lainnya
telah menjadi langkah solutif bagi kegaduhan yang sudah berlangsung
selama beberapa minggu ini.
“Saya kira dengan moratorium ini bisa
menjadi solusi sebelum ada keputusan final dan mengikat sehingga ada
jawaban bagi keresahan dan kegaduhan bagi masyarakat DKI terutama yang
tinggal di pesisir pantai Jakarta,” kata Kapoksi Komisi IV ini.
Baginya,
yang terpenting adalah bagaimana kebijakan pemerintah ini memberi
manfaat bagi semua pihak dan tidak terjaid kerusakan lingkungan yang
lebih besar.
"Marilah kita bersama mencari jalan terbaik agar ditemukan win-win solution bagi seluruh pihak," imbuhnya.
Sebelumnya,
pemerintah pusat telah menyepakati moratorium terhadap proyek reklamasi
Teluk Jakarta. Keputusan itu diambil dalam rapat koordinasi antara
Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli, Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Gubernur DKI Jakarta Basuki
Tjahaja Purnama, serta jajaran Kementerian Kelautan dan Perikanan,
Senin kemarin (18/4/2016).
Nelayan segel pulau G hasil reklamasi
Kasus Dugaan
Suap Raperda Reklamasi Terkuak, Ini Kata Pengamat
Kasus ini dinilai sebagai momen terkuaknya polarisasi pejabat-pengusaha di DKI Jakarta.
Ririn Indriani
, Agung Sandy Lesmana
:
Suara.com
- Pengamat politik dan peneliti LIPI, Siti Zuhro menganggap terkuaknya
kasus dugaan suap pembahasan Raperda soal Reklamasi Teluk Jakarta telah
membentuk polarisasi kongkalikong antara pejabat dan pengusaha.
"Siapa
bermain apa, siapa berperan apa, siapa mendapat apa, motivasinya apa,
mulai terkuak. Bahwa kasus ini sebetulnya merupakan satu momen
terkuaknya polarisasi pempeng (pejabat-pengusaha) di DKI Jakarta,"
katanya dalam diskusi 'Grand Corruption Ahok dan Para Kartelnya' di
Dunkin Donut, Jalan HOS Cokroaminoto 94 Menteng Jakarta Pusat, Selasa
(19/4/2016).
Menurut Siti Zuhro, terungkapnya kasus dugaan
korupsi megaproyek tersebut menandakan jika pendanaan politik di Pilgub
DKI 2017 membutuhkan donasi dari para pengusaha.
"Oh iya, meminta bantuan untuk mendanai. Nah, ini yang ujung-ujungnya karena Pilkada kita mahal," kata dia.
Siti
menambahkan jika peran korporasi sangat dominan di konstelasi Pilgub
2017. Dia bahkan mengatakan jika dinamika politik di Pilgub tidak ramai
jika tidak ada campur tangan para pemodal.
"Korporasi yang tadi
disebutkan itu berperan sangat central, sangat dominan karena pilkada
ternyata sangat tergantung pada peran pemodal. Peran pemodal disini
sangat penting. Pilkada terkesan menjadi tidak seru tanpa adanya
pemodal," kata dia.
Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan
KPK terhadap Sanusi pada Kamis (31/3/3016) malam. Ketika itu, dia masih
menjabat Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra. Dia
diduga menerima suap senilai Rp2 miliar dari Personal Assistant PT.
Agung Podomoro Land (Tbk) Trinanda Prihantoro. Uang tersebut diduga
titipan dari Presiden Direktur PT. Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja.
Sehari
setelah itu, Jumat (1/4/2016), Ariesman Widjaja menyerahkan diri ke
KPK.Ketiga orang ini telah ditetapkan menjadi tersangka dan KPK terus
mendalaminya.
Sejauh ini, KPK juga telah mencekal ke luar negeri
beberapa pihak, di antaranya, Bos PT Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma
alias Aguan, dan Staf Khusus Gubernur Basuki Tjahaka Purnama (Ahok)
Sunny Tanuwidjaja.
Kasus dugaan penyuapan ini disinyalir untuk
mempengaruhi proses pembahasan raperda tentang reklamasi. Ada tiga
kewenangan pengembang yang diatur dalam rancangan. Yakni, keharusan
menyerahkan fasilitas umum dan sosial, seperti jalan dan ruang terbuka
hijau, kontribusi lima persen lahan, serta kontribusi tambahan sebesar
15 persen untuk menanggulangi dampak reklamasi.
Pengembang diduga
keberatan dengan kontribusi tambahan 15 persen yang diatur di Pasal 110
Raperda Tata Ruang. Mereka pun melobi DPRD agar nilainya turun jadi
lima persen.
Setelah aroma suap tercium, DPRD DKI Jakarta langsung menghentikan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tersebut.
Bos Agung Sedayu Group,
Sugianto Kusuma alias Aguan, kembali diperiksa KPK, di Jakarta, Selasa
(19/4/2016). [Suara.com/Oke Atmaja]
Pemeriksaan
Kedua, Aguan Ditanyai Hubungan dengan Perusahaan Lain
Bos Agung Sedayu Group tersebut juga ditanyai seputar komunikasinya dengan Sunny Tanuwidjaja.
Ruben Setiawan
, Nikolaus Tolen
:
Suara.com
- Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa bos PT.
Agung Sedayu Group, Sugiyanto Kusuma alias Aguan pada Selasa
(19/4/2016) untuk menjadi saksi dalam kasus dugaan suap pembahasan
Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang reklamasi Pantai Utara
Jakarta. Aguan diperiksa untuk tersangka Mohamad Sanusi anggota DPRD DKI
Jakarta, yang tertangkap tangan menerima suap Rp2 miliar dari pihak PT.
Agung Podomoro Land (PT APL).
Aguan tidak mau mengungkap
tentang pemeriksaannya hari ini kepada awak media. Tetapi, menurut
Pelaksana Harian Biro Hubungan Masyarakat KPK, Yuyuk Andriati, Aguan
diperiksa untuk mendalami komunikasi dirinya dengan Sunny Tanuwidjaja
yang disebut-sebut sebagai 'staf khusus' Gubernur DKI Jakarta, Basuki
Tjahaja Purnama(Ahok).
"Ya, Aguan diperiksa sebagai saksi MSN,
ditanyakan seputar komunikasi dengan Sunny," kata Yuyuk di Gedung KPK
Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan.
Selain itu, hal lain yang
ditanyakan penyidik pada pemeriksaan hari ini adalah berkaitan dengan
hubungan perusahaan milik Aguan dengan perusahaan-perusahaan yang
lainnya. Santer dikabarkan, ada hubungan antara Aguan dengan PT. Kapuk
Naga Indah dan PT.Muara Wisesa Samudera, pemegang proyek reklamasi di
Teluk Jakarta.
"Itu yang sedang didalami penyidik, apakah ada
hubungan perusahaan satu dengan yang lain, apakah ada kegiatan dengan PT
KNI dan PT MWS," kata Yuyuk.
Namun, saat ditanya terkait adanya
pertemuan anatara Aguan dengan Pihak DPRD, Yuyuk mengaku belum
mengetahuinya. Bahkan dia mengatakan terkait hal tersebut belum ada
keterangan dari penyidik KPK.
"Soal pertemuan saya belum dapat, tapi yang tadi soal komunikasi dengan Sunny dan hubungan dua perusahaan itu," katanya.
Ahok Berikan Klarifikasi
Ahok: Teluk
Jakarta Sudah Tercemar Sebelum Reklamasi
Ahok emoh cicipi ikan tangkapan nelayan di Teluk Jakarta.
Ardi Mandiri
, Dwi Bowo Raharjo
:
Suara.com
- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) emoh mencicipi
ikan hasil tangkapan nelayan Jakarta. Ahok meyakini bahwa ikan di teluk
Jakarta sudah tercemar.
Meski begitu, Ahok membantah tercemarnya laut di Utara Jakarta karena
proyek reklamasi 17 pulau. "Sebelum reklamasi teluk Jakarta sudah
tercemar, belum dari pabrik-pabrik. Jadi bayangin 13 sungai bermuara di
teluk Jakarta. Kita tahu sendiri ada nggak pengolahan air limbah dari
dulu sampai sekarang? Hampir nggak ada," ujar Ahok di Balai Kota DKI
Jakarta, Selasa (19/4/2016).
Ahok menilai penolakan sebagian warga soal adanya proyek reklamasi
berbau politis, apalagi dia bakal mengikuti bursa Pemilihan Kepala
Daerah DKI Jakarta tahun 2017.
Selain itu, dia juga menyebut sikap Kesatuan Nelayan Tradisional
Indonesia tak konsisten. Sebab reklamasi sebelumnya tidak pernah
mendapat penolakan dari warga maupun masyarakat.
"Sekarang nelayan tinggal teriak-teriak itu reklamasi. Kamu nggak
fair. Muara baru tempat kamu ngangkat (ikan) di Pelabuhan Nizam
Zachman, satu jalur dengan Pantai Mutiara. Itu hasil dari mana Pelabuhan
Nizam Zachman? Yang 5000-6000 nelayan naikin hasil tangkapan?
reklamasi," kata Ahok.
Mantan Bupati Belitung Timur ini juga menganggap kebanyakan nelayan
yang tinggal di Jakarta Utara bukan merupakan warga asli Jakarta.
"Nelayan juga lebih banyak pendatang kok, kamu lihat saja di Muara
Baru, Muara Angke, Cakung, Cilincing, itu lebih banyak orang Indramayu,
dari Tegal. Saya tidak mengatakan tidak ada nelayan, tapi porsinya
berapa banyak?" kata Ahok.
Tadi sore, Saefudin (35) nelayan yang tinggal di Muara Angke, Jakarta
Utara, bersama perwakilan dari Komunitas Nelayan Tradisional mendatangi
Balai Kota DKI Jakarta. Mereka ingin menunjukan kepada Ahok kalau
wilayah Teluk Jakarta masih banyak ikan.
"Itu ikan yang kita tangkap tidak tercemar, kalau ikan yang sudah
tercemar dia nggak nempel di jaring, mendem ke tanah. Ini ikan segar,
kalau perlu agar dia (Ahok) nyicipin, bila perlu kalau mau di goreng
bareng-bareng, kita makan bareng-bareng, biar kita tunjukin. Saya pingin
Ahok cabut izin reklamasi," kata Saefudin.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). [suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Tak Mau
Debat dengan Nelayan, Ahok: Urusan Apa?
Ahok mengaku heran dengan sebagian orang yang mempersoalkan reklamasi 17 pulau.
Arsito Hidayatullah :
Suara.com
- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) justru bertanya
balik kepada perwakilan Komunitas Nelayan Tradisional (KNT) yang ingin
menemuinya untuk meminta menghentikan proyek reklamasi 17 pulau yang
tengah dikerjakan pihak swasta.
"Nemui saya, urusan apa? Kalau
kita berdebat kayak gitu, nggak ketemu debatnya. Tanya saja. Kalau mau
temui saya, gampang. Semua bisa temui (saya) kapan saja kok," kata Ahok,
di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (19/4/2016).
Diketahui, perwakilan dari KNT baru saja mendatangi Balai Kota
DKI Jakarta untuk menunjukkan hasil tangkapan ikan mereka. Hal ini
sekaligus untuk menunjukkan kepada Ahok bahwa di Teluk Jakarta masih
terdapat banyak ikan. Para nelayan pun berharap Pemprov DKI menghentikan
reklamasi, karena dianggap telah menyusahkan masyarakat dalam mencari
ikan.
Menanggapi hal tersebut, Ahok memastikan bahwa pihaknya
tidak akan mengabulkan permohonan mereka. Sebab menurut Ahok, justru
tempat (kediaman) sebagian nelayan di Jakarta saat ini pun merupakan
pulau atau kawasan hasil reklamasi.
"Anda menolak reklamasi. Saya
tanya dulu, tempat tinggal Anda (nelayan) di Angke, Muara Baru, itu
bukan hasil reklamasi? Anda jawab saya dulu. Berarti Anda jangan tinggal
di situ dulu (kalau tak suka reklamasi). Kalian yang anti-reklamasi,
tinggalkanlah Muara Angke, Muara Baru, Cilincing, Cakung. (Itu) Baru
konsisten," kata Ahok.
Mantan Bupati Belitung Timur ini pun
mengaku heran terhadap sebagian orang yang mempermasalahkan reklamasi 17
pulau. Sebab menurutnya, kenapa tidak ada masyarakat yang protes adanya
reklamasi yang dilakukan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) dan PT
Karya Citra Nusantara (KCN).
"Saya tanya, kelompok nelayan KNTI,
pernah nggak Anda protes KBN reklamasi? Sekarang nambah ke laut. Nggak
pernah. Kok saya cari di Google, nggak pernah mereka protes KCN dan KBN.
Mereka juga gak pernah protes reklamasi Pulau N," kata Ahok lagi.
Gubernur DKI Jakarta Basuki
Tjahaja Purnama menjalani pemeriksaan di Badan Reserse Kriminal
(Bareskrim) Mabes Polri, Jakarta, Kamis (25/2/2016). [suara.com/Oke
Atmaja]
Bukti
Kepemimpinan Ahok Seperti Orba Versi Gerindra
Proyek reklamasi Teluk Jakarta yang dianggap lebih mementingkan kelompok pengusaha.
Pebriansyah Ariefana
, Agung Sandy Lesmana
:
Suara.com
- Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fery J Juliantono menilai gaya
kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)
cenderung mirip dengan rezim Orde Baru.
Ahok lebih menggunakan kekuatan Polri dan TNI untuk melakukan
penggusuran pemukiman warga di kawasan Pasar Ikan dan Luar Batang,
Penjaringan, Jakarta Pusat.
"Buktinya sampai saat ini masih banyak yang tinggal di perahu. Mereka
mau tinggal di rusun tapi karena jaraknya jauh dari tempat bekerja
mereka akhirnya tidak jadi," kata Fery dalam diskusi 'Grand Corruption
Ahok dan Para Kartelnya', di Dunkin Donut, Jalam HOS Cokroaminoto 94
Menteng Jakarta Pusat, Selasa (19/4/2016).
Terkait sikap tersebut, Fery menilai jika tindakan Ahok cenderung
otoriter dan mirip dengan gaya kepemimpinan mantan Presiden Soeharto.
"Secara teori, hikmahnya bahwa di zaman Soeharto kekuatan otoriter
berbasis militer dan bersekutu dengan birokrat secara teori. Intinya
orde baru persekongkolan militer dan birokrat," kata dia.
Feri berkata, meski keberadaan militer saat ini lebih mendominasi
kalangan pengusaha. Namun, kata Fery tetap saja pola yang dibangun Ahok
cenderung sama dengan Orde Baru.
"Sekarang yang terjadi, militer tidak berperan dominan tapi kartel. Kartel ini yang bersekongkol dengan birokrat," kata dia.
Lebih lanjut, Fery juga menyinggung soal proyek reklamasi Teluk Jakarta yang dianggap lebih mementingkan kelompok pengusaha.
"Implikasi dari terlalu dominannya birokrasi dan perusahaan akibatnya
aturan banyak ditabrak. Contohnya reklamasi pembangunan sudah dominan,"
kata dia.
Gubernur DKI Jakarta Basuki
Tjahaja Purnama (Ahok) usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK,
Jakarta, Selasa (12/4) malam. [suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Ahok Bantah
Adik Bungsunya Terseret Kasus Sumber Waras
"Lu cari saja daftar notaris, ada nggak nama adik saya?"
Pebriansyah Ariefana
, Dwi Bowo Raharjo
:
Suara.com
- Nama Adik bungsu Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok),
Fifi Lety Tjahaja Purnama sempat disebut-sebut sebagai notaris pembelian
sebagian lahan Rumah Sakit Sumber Waras yang dilakukan oleh Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2014 lalu.
"Itu mah fitnah banget. Lu cari saja daftar notaris, ada nggak nama
adik saya. Adik saya itu pengacara, bukan notaris," ujar Ahok ketika
menanggapi tudingan tersebut di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa
(19/4/2016).
Ahok menegaskan dalam kisruh pembelian sebagaian lahan RS Sumber
Waras yang berkembang saat ini tidak ada kaitannya dengan adik
perempuannya tersebut. Ia bahkan menyebut orang yang ingin mencoba
memfitnahnya itu tidak cerdas.
"Mau fitnah itu nggak cerdas sedikit fitnahnya. Adik saya bukan
notaris, yang notaris itu bu Kartini Mulyadi, yang katanya saudara bini
gua. Saudara dari Adam-Hawa kali," kata Ahok.
Mantan Bupati Belitung Timur ini meminta kepada jurnalis tidak lagi
bicara soal Sumber Waras, terlebih kasus ini tengah ditangani oleh
Komisi Pemberantas Korupsi.
"Nggak usah ngomong itu lah, Sumber Waras udah terlalu banyak. Orang
mau fitnah fitnah saja terus. Silakan dia fitnah, nanti kan juga malu
sendiri," katanya.
Sebelumnya, Direktur Utama Yayasan Kesehatan Sumber Waras, Abraham
Tedjanegara sempat mengatakan ada nama Fifi dalam pembelian sebagian
lahan RS Sumber Waras.
"Notaris Fifi, setahu saya pernah diajukan," kata Abraham saat jumpa
pers di RS Sumber Waras, Grogol, Jakarta Barat, Sabtu (16/4/2016) lalu.
Namun ia menjelaskan, peranan Fifi tidak sampai proses pembelian
lahan seluas 3,6 haktare tersebut. Namun ia mengatakan pembiayaan jasa
Fifi juga menjadi kewajiban Pemprov DKI.
"Jadi, atas kesepakatan, kita tunjuk Tri Firdaus," jelasnya.
Penunjukan Tri Firdaus sebagai notaris dikarenakan pihak RS Sumber
Waras karena menganggap Fifi tidak pernah ada dalam proses pembelian
lahan berstatus hak guna bangunan (HGB) itu. Adapun penunjukkan Tri
Firdaus, menurut Abraham, lantaran dianggap sebagai notaris tersohor.
Gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta, Minggu (17/4/2016). [Suara.com/Adhitya Himawan]
Bahas Audit
RS Sumber Waras, DPR Sambangi Gedung BPK
Kedatangan Komisi III DPR untuk membahas hasil pemeriksaan BPK terhadap pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras.
Adhitya Himawan
, Ummi Hadyah Saleh
:
Suara.com - Komisi III DPR menyambangi Gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), pada haris Selasa (19/4/2016).
Wakil Ketua Komisi III DPR Benny K Harman mengatakan
kedatangannya ke Gedung BPK untuk melakukan rapat konsultasi, yang akan
membahas hasil pemeriksaan BPK terhadap pembelian lahan Rumah Sakit
Sumber Waras.
"Datang untuk rapat konsultasi dengan BPK mengenai hasil
audit BPK dalam lima tahun yang sudah ditindaklanjuti dan belum
ditindaklanjuti oleh instansi terkait," ujar Benny di Gedung BPK,
Jakarta, Selasa (19/4/2016).
Tak hanya itu, dengan melakukan rapat konsultasi, Komisi
III yang merupakan komisi hukum bisa menindaklanjuti masalah hukum,
yang hasilnya disampaikan ke instansi terkait. Hal ini berdasarkan
laporan masyarakat terkait kasus Rumah Sakit Sumber Waras.
"Nanti kita lihat, dalam kasus Sumber Waras ada kelompok
masyarakat yang mengadukan masalah ini dan Komisi III akan menyampaikan
pengaduan kenapa kasus sumber waras tak diproses,"ungkapnya.
Hingga saat ini rapat konsultasi masih berlangsung.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Fraksi Gerindra Desmond J Mahesa. (suara.com/Bagus Santosa)
Soal Sumber
Waras, Desmon: Ahok Penakut Ngomong Doang
Desmon J Mahesa, akan memanggil sejumlah pihak yang terkait dengan Rumah Sakit Sumber Waras.
Adhitya Himawan
, Bagus Santosa
:
Suara.com - Wakil Ketua Komisi III DPR RI Desmon J Mahesa, akan memanggil sejumlah pihak yang terkait dengan Rumah Sakit Sumber Waras.
Ketua Panitia Kerja Penegakan Hukum Komisi III ini juga akan
berkunjung ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk meminta audit BPK,
yang salah satunya berisi audit tentang Sumber Waras. Kunjungan
tersebut akan dilakukan siang ini.
"Sumber Waras, salah satu yang yang diminta (auditnya ke
BPK). Dari sana dasar untuk melakukan pengawasan, dan mendorong mitra
kita untuk proaktif lagi. Ini akan jadi dasar kita untuk
rapat dengan KPK, Polri, Kejaksaan, kalau data ada penyimpangan, mengapa
KPK katakan tidak. Kalau penyimpangan ada berarti ada unsur korupsi,"
kata Desmon dihubungi, Selasa (19/4/2016).
Audit BPK menemukan ada indikasi kerugian negara pada pembelian lahan RS
Sumber Waras yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ini. Kasus
tersebut berkaitan dengan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama
(Ahok).
Terkait Ahok, Desmon mengatakan, Panja ini tidak akan
memanggilnya. Sebab, pengalaman Komisi III beberapa waktu lalu, Ahok
tidak hadir ketika dipanggil ke DPR.
"Kawan-kawan meyakini, Ahok kalau dipanggil nggak akan datang. Itu sudah pernah, tapi nggak datang. Tahun lalu. Yang
datang Sekda nya. Pengalaman saya pada saat itu dia utus orang. Bukan
orang gentleman, antara omongan dan perbuatan nggak sama," katanya.
"Jadi belum tentu manggil. Ngapain panggil. Karena punya pengalaman
itu. Ahok penakut, ngomong doang. berhadapan dengan orang nggak berani,
berani cuma dengan orang lemah," tambah Politisi Gerindra ini.
Gubernur DKI Jakarta Basuki
Tjahaja Purnama (Ahok) usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK,
Jakarta, Selasa (12/4) malam. [suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Ahok Ogah
Gubris Isu Jokowi Melindunginya di Kasus Sumber Waras
"Nggak usah ditanggepin, biarin aja lah."
Ririn Indriani
, Agung Sandy Lesmana
:
Suara.com
- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama ogah menggubris rumor
yang menyebutkan jika Presiden Joko Widodo melindunginya terkait kasus
dugaan korupsi pengadaan lahan Rumah Sakit (RS) Sumber Waras. Wakil
Ketua DPR dari Fraksi Gerindra Fadli Zon bahkan meminta Jokowi
mengklarifikasi rumor tersebut.
"Nggak usah ditanggepin, biarin aja lah," tegas Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (18/4/2016).
Mantan
Bupati Belitung Timur itu tidak mau terpancing isu soal pembelian lahan
RS Sumber Waras yang diduga ada penggelembungan dana sehingga
menyebabkan kerugian negara. Menurutnya, soal kasus RS Sumber Waras
telah dijelaskan di berbagai media. Untuk itu, Ahok ogah menyebarkan
opini di luar kasus penyelidikan kasus Sumber Waras yang saat ini
ditangani KPK. "Biarin aja lah, udah terlalu banyak soal sumber Waras,
saya tinggal baca aja," katanya lagi.
Pernyataan Fadli Zon yang
meminta Jokowi mengklarifikasi rumor melindungi Ahok terkait kasus RS
Sumber Waras disampaikan di acara diskusi bertema Pro Kontra Audit
Sumber Waras di Warung Daun, Jakarta Pusat, Sabtu (16/4/2016).
"Saya
kira harus ada klarifikasi dari Presiden. Kasus ini ada rumor kalau
Presiden melindungi Ahok. Makanya Presiden harus berikan klarifikasi,"
katanya.
Fadli mengatakan kalau rumor tersebut tidak benar, harus dibantah oleh Jokowi.
"Saya
enggak tahu, ini harus diklarifikasi, kasus ini tertahan (di KPK)
katanya presiden melindungi Ahok. Ini kasus, rumor ini harus dibantah
kalau ini enggak benar," tutupnya.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
Reklamasi
Ditunda, Ini Komentar Ahok
Ahok mengaku senang dengan hasil rapat koordinasi dengan pemerintah pusat.
Ririn Indriani
, Agung Sandy Lesmana
:
Suara.com
- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengaku cukup
senang dengan hasil rapat koordinasi dengan pemerintah pusat yang
membahas proyek Reklamasi Teluk Jakarta.
Menurutnya, dengan adanya pertemuan tersebut permasalahan proyek reklamasi 17 pulau buatan itu bisa cepat segera terselesaikan.
"Saya
ucapkan terima kasih ke Pak Menko, Menteri, KLH, Menteri KKP diwakili
Pak Dirjen supaya polemik ini selesai," kata Ahok dalam rapat koordinasi
di gedung BPPT, Jakarta Pusat, Senin (18/4/2016).
Dalam rapat
yang dihadiri Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli,
Menteri KLH Siti Nurbaya dan perwakilan dari Kementerian Kelautan dan
Perikanan, sepakat untuk menunda pelaksanaan reklamasi sampai segala
aturan di dalam perundang-undangan dipenuhi.
Dalam rapat
tersebut, Ahok mengatakan tidak ada yang salah dalam penggarapan proyek
reklamasi. Menurut dia, penundaan tersebut dikarenakan adanya aturan
yang tumpang tindih.
"Kita sepakat reklamasi nggak ada yang
salah, reklamasi kamu tenggelem Jakarta, ikan pada mati. Kita sadar ada
tumpang tindih peraturan," ungkapnya.
Lebih lanjut, Ahok mengaku
adanya rapat koordinasi yang digagas Menteri Rizal Ramli bisa
menyelamatkan dirinya. Ini dikarenakan, ia menilai banyak pihak yang
menyalahkannya terkait penggarapan proyek reklamasi 17 pulau di pesisir
Jakarta.
"Ini inisiatif baik dari Menko kalau nggak saya diserang melulu," ungkapnya.
Menteri KLH Siti Nurbaya
dan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama menemui Menko Bidang Kemaritiman
Rizal Ramli untuk membahas Reklamasi Teluk di Jakarta, Senin
(18/4/2016). (Suara.com/Dian Kusumo Hapsari)
Reklamasi
Ditunda, Menteri Rizal "Pasang Badan" Jika Ada Gugatan
Penghentian sementara proyek reklamasi berdasarkan landasan hukum.
Suwarjono
, Agung Sandy Lesmana
:
Suara.com - Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli
mengaku 'pasang badan' apabila ada upaya pihak pengembang melakukan
gugatan ke Pemprov DKI Jakarta setelah pemerintah pusat sepakat menunda
proyek reklamasi Teluk Jakarta.
Dalam rapat koordinasi yang dihadiri Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Siti Nurbaya, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama
(Ahok) dan perwakilan dari Kementerian Perikanan dan Kelautan, Rizal
mengatakan penghentian sementara proyek reklamasi berdasarkan landasan
hukum dan diatur oleh Undang-undang.
"Nggak usah khawatir. UU jelas. Siapa yang berani gugat Rizal
Ramli?," katanya dalam rapat koordinasi soal reklamasi Teluk Jakarta di
gedung BPPT, Jakarta Pusat, Senin (18/4/2016).
Rizal juga meminta Ahok tak perlu khawatir apabila ada upaya dari
pihak pengembang untuk melakukan gugatan. Sebab, menurutnya kesepakatan
penghentian proyek pembuatan 17 pulau buatan itu sudah berlandaskan
hukum yang jelas.
"Pak Ahok bisa refer ke keputusan kali ini ada landasan hukum. Jangan khawatir lah gitu," katanya.
Namun, Ahok sendiri enggan berkomentar soal langkah para pengembang
untuk melakukan gugatan pasca kesepakatan penghentian reklamasi
dilakukan.
Sebelumnya, Ahok mengatakan kalau proyek pembuatan 17 pulau
dihentikan sekarang, pemerintah akan digugat pengembang. Ahok sendiri
mengatakan banyak pihak yang meminta proyek reklamasi Teluk Jakarta
dihentikan untuk sementara, termasuk Wakil Presiden Jusuf Kalla, namun
belum ada yang menjelaskan dasar hukumnya.
"Kalau Pak JK minta hentikan. Tadi kan saya bilang banyak yang minta
hentikan, tapi dasar hukumnya apa, jika kirim surat resmi ke saya akan
saya pelajari. Kalau nggak, saya akan digugat PTUN dan jika kalah pemda
ganti beberpa triliun itu yang bayar pemda, loh. Kira-kira DPRD akan
pecat saya nggak kalau gitu," kata Ahok saat ditemui di kantor BPJS
Ketenagakerjaan, Minggu (17/4/2016).
Ahok menceritakan pengalaman pada tahun 2008. Ketika itu, Kementerian
Lingkungan Hidup melayangkan gugatan ke pengadilan untuk membatalkan
proyek reklamasi Pantai Utara.
"Tapi apa hasilnya, itu dipatahkan oleh pengadilan. Karena itu dinilai salah gugatan," kata Ahok.
Menurut Ahok tidak ada yang salah dari proses proyek reklamasi itu.
Yang salah, menurutnya, jika ada pejabat negara yang menerima uang ke
pengembang sebagai imbalan membantu mengurus proyek agar berjalan
lancar.
"Kalau nggak ada yang minta duit, reklamasi itu untung kok. Semua
pulau hasil reklamasi punya DKI, 45 persen pansus-pansus punya DKI lima
gross pulau punya DKI, setiap tanah dijual lima persen NJOP punya DKI,
salah dimana. Semua orang kayak waktu dia menyambung sertifikat HGB di
atas ini lima persen lagi dari NJOP, jadi siapa yang untung ya DKI,"
kata Ahok.
Jusuf Kalla sebelumnya meminta agar proyek reklamasi Teluk Jakarta
dihentikan untuk sementara waktu karena diduga menyalahi sejumlah
aturan, terutama terkait lingkungan.
Rizal Ramli:
Reklamasi Teluk Jakarta Dihentikan Untuk Sementara
Proyek reklamasi di teluk Jakarta dihentikan hingga semua persyaratan sudah dipenuhi semuanya.
Ririn Indriani
, Dian Kusumo Hapsari
:
Suara.com
- Hari ini, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama bersama
Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLH), Siti Nurbaya mendatangi
kantor Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli untuk
membahas nasib proyek reklamasi di Teluk Jakarta, yang terus menuai
polemik dalam beberapa hari terakhir.
Di pertemuan tertutup yang
berlangsung selama satu jam ini, Rizal Ramli memutuskan untuk
menghentikan untuk sementara proyek reklamasi di Teluk Jakarta.
"Tadi
kesimpulannya begini, kami meminta untuk sementara kita hentikan proyek
ini hingga semua persyaratan sudah dilengkapi," katanya saat menggelar
konferensi pers di kantornya, Senin (18/4/2016).
Menurut Rizal,
dari proyek reklamasi ini tidak ada yang salah. Pasalnya, reklamasi ini
sebagai metode dari sebuah pembangunan yang kerap diterapkan
negara-negara di dunia.
Namun, karena masih ada beberapa
persyaratan yang belum lengkap sehingga pemerintah harus menghentikan
pembahasan reklamasi untuk sementara.
"Masih banyak Undang-undang yang bolong-bolong. Jadi, ini harus diselesaikan terlebih dahulu agar bisa dilanjutkan," katanya.
Ketua Komisi D DPRD DKI
Jakarta, M. Sanusi, berjalan keluar seusai menjalani pemeriksaan di
gedung KPK, Jakarta, Jumat (1/4/2016) malam. [Suara.com/Oke Atmaja].
Sanusi
Bantah Bisa Pengaruhi DPRD Jakarta dalam Kasus Reklamasi
Permasalahan hukum ini yang merupakan sepenuhnya berada di pundak saya sendiri," Sanusi.
Liberty Jemadu
, Dinda Rachmawati
:
Suara.com
- Mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi, membantah
punya wewenang untuk mempengaruhi siapa pun di DPRD. Ia mengatakan
jabatannya sebagai Ketua Komisi D tidak dapat memberikan pengaruh
apa-apa untuk menggerakan siapa pun, baik itu di Badan Legislasi, Badan
Musyawarah, maupun di rapat Paripurna DPRD.
"Artinya adalah suatu hal yang tidak mungkin, bahkan muskil adanya
saya dapat mempengaruhi dan atau menggerakan dan atau menggiring, baik
itu Balegda, Bamus maupun Paripurna serta anggota DPRD lainnya," kata
Sanusi melalui keterangan pers tertulis diterima di Jakarta
Senin(18/4/2016).
Oleh karena itu dia mengakui bahwa yang sepenuhnya untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapinya saat ini adalah dirinya sendiri.
Karenanya, dia membantah kalau kasus yang terungkap melalui operasi
tangkap tangan pada tanggal 31 Maret 2014 lalu tersebut juga melibatkan
partainya.
"Permasalahan hukum ini yang merupakan sepenuhnya berada di pundak
saya sendiri, artinya permasalahn atas proses hukum yang sedang berjalan
sepenuhnya dan sebenranya tidak ada keterkaitan dengan partai," lanjut
dia.
Adik dari Wakil Ketua DPRD DKI, Mohamad Taufik tersebut pun
menyampaikan permohonan maafnya kepada Ketua Umum Gerindra, Prabowo
Subianto dan masyarakat yang telah dirugikannya.
"Dari lubuk hati yang terdalam, saya menyampaikan dalam kesempatan
ini permohonan maaf kepada keluarga, masyarakat Jakarta, khususnya
konstituen, dan Ketum Partai Gerindra, Prabowo Subianto," tulis Sanusi.
KPK menangkap Sanusi pada 31 Maret lalu di Jakarta karena diduga
menerima suap dari Agung Podomoro Land (APL). Suap itu diduga diberikan
sebagai bagian dari upaya untuk mempengaruhi DPRD DKI Jakarta dalam
pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang reklamasi Pantai Utara
Jakarta.
Sanusi
Akhirnya Buka Mulut, Siap Kerja Sama dengan KPK
Berjanji akan terus terbuka pada KPK.
Liberty Jemadu
, Nikolaus Tolen
:
Suara.com
- Mohamad Sanusi, Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta mengatakan akan siap
bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus
dugaan suap pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang reklamasi
Pantai Utara Jakarta.
"Jadi hari ini saya diperiksa sebagai saksi dan saya akan terus
kooperatif dan akan terus terbuka," kata Sanusi usai diperiksa sebagai
saksi untuk tersangka Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL),
Ariesman Widjaja di Gedung KPK, Jakarta, Senin (18/4/2016).
Itu adalah pernyataan pertama Sanusi setelah dia ditangkap KPK di
Jakarta pada 31 Maret silam, setelah diduga menerima suap dari salat
seorang staf APL.
Dalam kesempatan yang langka itu, Sanusi juga menegaskan bahwa saat
ini dirinya bukan lagi sebagai anggota DPRD DKI Jakarta, karena ia telah
mengundurkan diri dari keanggotaannya di Partai Gerindra.
"Saya sudah mengundurkan diri dari partai saya. Saya sudah
menyerahkan seluruh kewajiban saya sebagai anggota DPRD. Saya sudah
lakukan semuanya," imbuh Sanusi, yang tadinya dijagokan Gerindra sebagai
bakal calon gubernur DKI Jakarta dalam pemilihan kepala daerah 2017.
Sanusi sendiri diduga menerima suap senilai Rp2 miliar yang diberikan
oleh Trinanda Prihantor, salah satu staf APL. Uang itu diduga sebagai
titipan dari Ariesman.
Sehari setelah Sanusi ditangkap, Ariesman menyerahkan diri ke KPK.
Bersama Sanusi dan Trinanda, Ariesman ditetapkan sebagai tersangka dalam
kasus tersebut.
Sanusi disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau
Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU
Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU
Tipikor) juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Sedangkan Ariesman dan Trinanda dikenakan Pasal 5 Ayat (1) huruf a
atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat
(1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Kepala Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Tuty Kusumawati memenuhi panggilan KPK
di Jakarta, Jumat (15/4). [suara.com/Oke Atmaja]
Periksa
Kepala Bappeda DKI, KPK Dalami Angka 15 atau 5 Persen
Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Provinsi DKI Jakarta, Tuti Kusumawati diperiksa KPK untuk ketiga kalinya.
Adhitya Himawan
, Nikolaus Tolen
:
Suara.com
- Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Provinsi DKI
Jakarta, Tuti Kusumawati mengatakan bahwa pemeriksaan untuk ketiga
kalinya pada saat ini hanya berkaitan dengan pendalaman angka 15 persen
dan lima persen. Sebab menurutnya, selama ini ada yang masih belum
memahami tentang dua angka yang nilainya berbeda tersebut.
"Ya pendalaman-pendalaman ya, yang djidalamin masih
bekaitan dengan pemahaman ya, bagaimana yang 15 persen, karena masih
banyak juga yang sepertinya masih miss(missunderstand)," kata Tuti usai
diperiksa di Gedung KPK Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan,
Jumat(15/4/2016).
Menurutnya,angka lima persen yang selalu dipertahankan
oleh Anggota DPRD dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tersebut
bukan berarti penurunan dari angka 15 persen yang diminta oleh
pemerintah Provinsi DKI.
"Angka 15 persen itu dari NJOP(Nilai Jual Objek Pajak), dan lima persen
itu bukan berarti penurunan daeri 15 persen ya, tapi 5 persen lahan
yang diserahkan ke pemprov DKI," kata Tuti.
Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan KPK
terhadap Sanusi pada Kamis (31/3/3016) malam. Ketika itu, dia masih
menjabat Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra. Dia
diduga menerima suap senilai Rp2 miliar dari Personal Assistant PT.
Agung Podomoro Land (Tbk) Trinanda Prihantoro. Uang tersebut diduga
titipan dari Presiden Direktur PT. Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja.
Sehari setelah itu, Jumat (1/4/2016), Ariesman Widjaja
menyerahkan diri ke KPK.Ketiga orang ini telah ditetapkan menjadi
tersangka dan KPK terus mendalaminya.
Kasus dugaan penyuapan ini disinyalir untuk mempengaruhi
proses pembahasan raperda tentang reklamasi. Ada tiga kewenangan
pengembang yang diatur dalam rancangan. Yakni, keharusan menyerahkan
fasilitas umum dan sosial, seperti jalan dan ruang terbuka hijau,
kontribusi lima persen lahan, serta kontribusi tambahan sebesar 15
persen untuk menanggulangi dampak reklamasi.
Pengembang diduga keberatan dengan kontribusi tambahan 15
persen yang diatur di Pasal 110 Raperda Tata Ruang. Mereka pun melobi
DPRD agar nilainya turun jadi lima persen.
Setelah aroma suap tercium, DPRD DKI Jakarta langsung
menghentikan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Zonasi
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta Tahun
2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis
Pantai Utara Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar