Minggu, 26 Juni 2016

POLITIK

Setya Novanto Pernah Jadi Kuli Angkut Beras di Pasar

Sebelum sukses, dia sudah biasa dan akrab dengan kehidupan itu.
Setya Novanto Pernah Jadi Kuli Angkut Beras di Pasar
Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto. (VIVA.co.id/ Januar Adi Sagita.)

VIVA.co.id - Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto, mengunjungi Pasar Wonokromo, Surabaya, Sabtu, 25 Juni 2016. Saat mengunjungi pasar itu, Novanto merasa sedang bernostalgia.
Alasannya, semasa muda, Novanto pernah menjadi kuli angkut beras. Tidak hanya itu, dia juga pernah berjualan daging di salah satu pasar.
"Dulu sebelum sukses, saya sudah biasa dan sangat akrab dengan kehidupan pasar. Mulai dari menjadi kuli angkut hingga pedagang, semua pernah saya jalani," kata Novanto saat berada di DPD Partai Golkar Jatim, Surabaya, Sabtu, 25 Juni 2016.
Menurutnya, menjalani kehidupan dengan rakyat kecil, seperti para pedagang, mengajarkannya banyak hal. Salah satunya adalah tidak mudah menyerah pada kehidupan.
"Mereka itu bangun dini hari, lalu paginya kerja. Siang baru kerja, malam istirahat sebentar, lalu bekerja lagi," ujar Novanto.
Kunjungan itu sebenarnya juga merupakan rangkaian safari Ramadan yang dilakukan Novanto di Jatim. Selain ke Pasar Wonokromo, Novanto juga mengunjungi kantor Pengurus Wilayah NU (PWNU) Jatim.
"Kalau ke PWNU Jatim itu karena banyak pengurus Golkar yang merupakan kader NU, totalnya ada sekitar 7 persen. Makanya saya ingin terus menjalin silaturrahim dengan warga NU," kata Novanto.


Drs. Setya Novanto, Ak. (lahir di Bandung, 12 November 1954; umur 61 tahun[2]) adalah politikus asal Jawa Barat, Indonesia yang diusung oleh Partai Golkar.[3] Ia menjabat Ketua DPR RI periode 2014 - 2019 dan telah menjadi anggota DPR RI sejak 1999 hingga masa jabatan 2019 (tanpa putus) sebagai perwakilan Golkar dari dapil Nusa Tenggara Timur Dua, yang meliputi wilayah Pulau Timor, Rote, Sabu, dan Sumba.[3] Namun pada tanggal 16 Desember 2015, Ia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua DPR RI terkait kasus pencatutan nama Presiden RI Joko Widodo dalam rekaman kontrak PT. Freeport Indonesia.[4] Ia juga menjabat sebagai Ketua Fraksi Golkar periode 2009-2014.[5]

Daftar isi


Riwayat hidup

Awal kehidupan dan pendidikan

Setya Novanto lahir pada 12 November 1955 di Bandung, Jawa Barat dari pasangan Sewondo Mangunratsongko dan Julia Maria Sulastri.[6] Pada tahun 1967, ia meninggalkan Bandung dan bermukim di Jakarta dan melanjutkan sekolah dasarnya di SD Negeri 6 Jakarta. [7][8] Orang tuanya bercerai saat ia masih duduk di Sekolah Dasar.[2] Di Jakarta ia menempuh pendidikan di SMPN 73 Tebet, Jakarta Selatan.[8]Ia kemudian melanjutkan pendidikan menengah di SMA 9 (kini disebut SMAN 70)[8]Pada masa SMA ia bertemu dengan Hayono Isman (mantan Menteri Pemuda dan Olahraga kabinet Presiden Soeharto) yang dikemudian hari menjadi titik tolak upaya politiknya.[3] Selepas SMA ia melanjutkan kuliah di Universitas Katolik Widya Mandala, Surabaya. [6]

Pendidikan tinggi dan pekerjaan awal

Saat kuliah di Universitas Katolik Widya Mandala, Surabaya, Setya dinyatakan memiliki banyak pekerjaan selama bermukim di kota tersebut. Ia mulai dari berjualan beras dan madu modal Rp82.500 dan memulai dengan kulakan tiga kuintal beras hingga bisa berjualan beras sampai dua truk yang langsung diambil dari pusatnya di Lamongan.[9] Saat itu ia juga punya kios di pasar Keputren, Surabaya namun usaha tersebut tak bertahan lama dan predikat juragan beras ditanggalkannya karena mitra usahanya mulai tidak jujur.[9] Ia mendirikan CV Mandar Teguh bersama putra Direktur Bank BRI Surabaya, Hartawan, dan pada saat yang sama ia ditawari bekerja menjual mobil salesman Suzuki untuk Indonesia Bagian Timur. Ia mengiyakannya dan memilih membubarkan CV yang didirikannya. Berkat kepiawaiannya menjual, pada usia 22 tahun dan Setya tercatat sebagai mahasiswa Jurusan Akuntansi Universitas Widya Mandala Surabaya yang menjadi Kepala Penjualan Mobil untuk wilayah Indonesia Bagian Timur.[9] Setya pun pernah menjadi model, dan terpilih jadi pria tampan Surabaya (1975)[6]. Dimasa masa ini Setya Novanto dikenal sebagai orang yang ulet dan banyak sahabat. [6]Selepas kuliah di Widya Mandala, Setya bekerja untuk PT Aninda Cipta Perdana yang bergerak sebagai perusahaan penyalur pupuk PT Petrokimia Gresik untuk wilayah Surabaya dan Nusa Tenggara Timur.[3] PT Aninda dimiliki oleh Hayono Isman, teman sekelas Setya di SMA Negeri 9 Jakarta. [3] Pertemanan dengan Hayono Isman inilah yang menjadi awal mula persinggungan Setya dengan dunia politik.[3] Kembali ke Jakarta di tahun 1982, Setya meneruskan kuliah jurusan akuntansi di Universitas Trisakti. [3] Selama kuliah ia tinggal di rumah teman dan atasannya, Hayono, di Menteng, Jakarta dan tetap bekerja di PT Aninda Cipta Perdana.[3] Selain menjadi staf, ia juga mengurus kebun, menyapu, mengepel, hingga menyuci mobil dan menjadi sopir pribadi keluarga Hayono. [7] [3] Semasa kuliah Setya diingat oleh temannya sebagai seseorang yang rapi dan rajin, namun minim kegiatan sosial dan politik saat mahasiswa.[8] Sebagai pengusaha, ia dikenal sebagai salah satu binaan konglomerat Sudwikatmono dan oleh Sudwikatmono, Setya diakui memiliki kemampuan lobi diatas rata rata walaupun kurang matang. [9] Dalam wawancaranya dengan tabloid SWA ditahun 1999 Setya mengaku,


Bisnis dan politik

Setya memulai kiprahnya di bidang politik sebagai kader Kosgoro ditahun 1974.[9] Ia menjalin kedekatan erat dengan Hayono Isman yang telah dikenalnya ketika sama-sama menjadi siswa SMA IX Jakarta.[9]
Setya Novanto terpilih dalam pencalonan Ketua DPR RI Periode 2014 - 2019 dari Partai Golkar. Pada tanggal 2 Oktober 2014, ia terpilih sebagai Ketua DPR RI.[10][11]

Kehidupan pribadi

Setya menikah dengan Luciana Lily Herliyanti, putri dari Brigadir Jenderal Sudharsono (mantan Wakil Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat). Dari pernikahan ini ia memiliki dua anak yaitu Rheza Herwindo dan Dwina Michaella.[3][7] Ia kemudian bercerai dengan Luciana Lily dan menikah dengan Deisti Astriani Tagor dan memiliki dua anak yaitu Giovanno Farrel Novanto dan Gavriel Putranto. [7] Deisti mengaku bahwa suaminya begitu sibuknya sehingga saat saat bersama yang mereka rutin lakukan adalah berdiskusi di kamar mandi.[12]Karena ditempat lain ia kerap menerima tamu dan telpon.[12]


Kontroversi

Bank Bali

Pada tahun 2001, Setya Novanto menjadi salah satu saksi persidangan kasus hak piutang (cessie) PT Bank Bali kepada Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).[13][14][15]

KTP Elektronik

Nama Setya Novanto pernah disebut oleh mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin sebagai salah satu pengendali proyek dalam kasus e-KTP.[13] Setya ikut terseret dalam kasus pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara elektronik (e-KTP) untuk tahun anggaran 2011-2012, salah satu proyek Kementerian Dalam Negeri.[13] Dalam kasus ini, Nazaruddin menyebutkan ada aliran dana yang mengalir ke sejumlah anggota DPR salah satunya Setya Novanto. Setya diperkirakan menerima Rp300.000.000.000,00 dari proyek e-KTP.[13]

PON XVII

Setya Novanto pernah diperiksa terkait perkara suap pembangunan lanjutan tempat Pekan Olahraga Nasional XVII.[13] Ruang kerja Setya Novanto juga digeledah oleh Penyidik KPK pada 19 Maret 2013.[13] Tersangka dalam kasus itu adalah mantan Gubernur Riau Rusli Zainal.[13]

Kasus Freeport



Riwayat pendidikan


Riwayat pekerjaan

  • PT. Nagoya Plaza Hotel, Batam-Presiden Komisaris (1987 - 2004)[2]
  • PT. Dwisetia Indo Lestari, Batam-Komisaris (1987 - 2004)[2]
  • PT. Bukit Granit Mining Mandiri, Batam-Komisaris (1990 - 2004)[2]
  • PT. Orienta Sari Mahkota-Komisaris (1992 - 2003)[2]
  • PT. Menara Wenang, Jakarta-Komisaris (1992 - 2003)[2]
  • PT. Solusindo Mitra Sejati, Jakarta-Komisaris (1992 - 1996)[2]
  • PT. Dwimarunda Makmur, Jakarta-Direktur (1992 - 2000)[2]
  • PT. Bogamakmur Arthawijaya, Jakarta-Komisaris (1996 - sekarang)[2]
  • Founder Tee Box Cafe, Jakarta (1996 - sekarang)[2]
  • NOVA GROUP, Jakarta- Presiden Komisaris (1998 - 2004)[2]
  • PT. Mulia Intan Lestari, Jakarta-Presiden Direktur (1999 - 2000)[2]
  • Anggota DPR-RI dari Partai Golkar (1999 - 2004, 2004 - 2009, 2009 - 2014, 2014 - 2019)[2]
  • Badan Anggaran DPR-RI
  • Ketua Fraksi Partai Golkar (2009 - sekarang)[2]
  • Ketua DPR-RI (2014 - 2016)[4].

 
======================

 Didukung Tiga Parpol, Ahok Tetap Pilih Independen

Dengan dukungan tiga partai, sebenarnya Ahok sudah bisa mendaftar.
Didukung Tiga Parpol, Ahok Tetap Pilih Independen
Partai Golkar dukung Basuki Tjahaja Purnama di Pilkada Jakarta 2017. (VIVA.co.id/ Filzah Adini Lubis.)

VIVA.co.id – Keputusan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama, untuk maju melalui jalur independen belum tergoyahkan. Meskipun terus mendapat dukungan partai politik, Ahok, sapaan Basuki, mengaku akan terus berada di jalur independen. Hal itu disampaikannya untuk membuktikan kepada Teman Ahok, jaringan relawan pendukungnya, bahwa dirinya tidak berpaling ke partai politik.
"Kita mau ketemu Teman Ahok, mau ngomong dulu. Karena kan Teman Ahok kan kesel kan, satu-satunya cara membuktikan ya lewat independen," kata Ahok di Kawasan Kota Tua, Jakarta, Sabtu 25 Juni 2016.
Hingga saat itu, setidaknya tiga partai politik telah menyatakan dukungan kepada Ahok. Mereka yaitu partai Nasdem, Hanura, dan Golkar.
Jumlah kursi DPRD Jakarta yang dikuasai ketiga partai itu sebenarnya sudah cukup untuk mengantar Ahok maju melalui partai politik. Namun, ketiga partai itu tidak mempermasalahkan jalur yang ditempuh Ahok untuk maju dalam Pilkada DKI Jakarta 2017.
Sementara itu, terkait adanya pengakuan mantan Teman Ahok yang membongkar sistem kerja pengumpulan KTP dengan bayaran, Ahok menduga hal itu adalah ulah lawan politiknya.
"Ya mereka sudah ngaku kok, mereka (eks teman Ahok) anak ormas. Sistem Teman Ahok itu bagus, yang nggak benar tuh langsung ketangkap (dikeluarkan)," kata dia.


kungnya, bahwa dirinya tidak berpaling ke partai politik.
"Kita mau ketemu Teman Ahok, mau ngomong dulu. Karena kan Teman Ahok kan kesel kan, satu-satunya cara membuktikan ya lewat independen," kata Ahok di Kawasan Kota Tua, Jakarta, Sabtu 25 Juni 2016.
Hingga saat itu, setidaknya tiga partai politik telah menyatakan dukungan kepada Ahok. Mereka yaitu partai Nasdem, Hanura, dan Golkar.
Jumlah kursi DPRD Jakarta yang dikuasai ketiga partai itu sebenarnya sudah cukup untuk mengantar Ahok maju melalui partai politik. Namun, ketiga partai itu tidak mempermasalahkan jalur yang ditempuh Ahok untuk maju dalam Pilkada DKI Jakarta 2017.
Sementara itu, terkait adanya pengakuan mantan Teman Ahok yang membongkar sistem kerja pengumpulan KTP dengan bayaran, Ahok menduga hal itu adalah ulah lawan politiknya.
"Ya mereka sudah ngaku kok, mereka (eks teman Ahok) anak ormas. Sistem Teman Ahok itu bagus, yang nggak benar tuh langsung ketangkap (dikeluarkan)," kata dia.

















































































































Tidak ada komentar:

Posting Komentar