NASIONAL     
    
    
    
     
Panglima TNI: Bayar Tebusan Abu Sayyaf Berarti Kita Pengecut  
TNI siap mengerahkan semua kekuatan, tapi menghormati Filipina. 
 
Sabtu, 2 Juli 2016 | 04:02 WIB
Oleh : 
      Mohammad Arief Hidayat, Eka Permadi      
 
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. (Puspen TNI.) 
VIVA.co.id  - 
Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI), Jenderal Gatot Nurmantyo, 
mengaku selalu siap untuk melakukan operasi militer membebaskan warga 
Indonesia yang disandera kelompok militan Abu Sayyaf di Filipina. Namun 
hal itu baru bisa dilakukan setelah Indonesia dan Filipina 
menandatangani kesepakatan kerja sama.
"Semuanya ini baru pembicaraan saja. Operasinya belum. Kemudian harus
 ditindaklanjuti, duduk bersama, buat MoU (kesepakatan kerja sama). 
Belum sampai situ, belum merumuskan formulasinya bagaimana," kata Gatot 
di kantor Menkopolhukam, Jakarta, pada Jumat, 1 Juli 2016.  
Gatot menegaskan, TNI didesain untuk selalu siaga melakukan opersi 
militer, termasuk pembebasan sandera di mana pun. Namun setiap operasi 
militer harus dipikirkan dan disiapkan secara matang. 
"Kita selalu memperkirakan segala kemungkinan dan menyiapkan 
opsi-opsinya. Selain perintah Presiden, saya tidak akan lakukan, karena 
yang punya tanggung jawab Presiden," ujarnya. 
Ia menambahkan, kekuatan TNI untuk melakukan operasi militer tidak 
boleh diragukan. TNI selalu memperkirakan semua kemungkinan dan 
menyiapkan berbagai opsi untuk menyelesaikannya. 
"Kita punya pesawat. Kita terbangkan saja selesai, mau terjun, bawah 
laut. Tapi kita ini bangsa yang bertetangga. Tiap negara punya hukum 
masing-masing," ujarnya. 
Menurut Gatot, tujuh warga Indonesia yang disandera Abu Sayyaf telah 
dipecah menjadi dua kelompok. Namun dia enggan menjelaskan di mana saja 
keberadaan mereka. 
"Sekarang saya bilang tahu, besok berubah lagi tempatnya, geser lagi.
 Sekarang ini negosiasi sama siapa. Kita mencari benar (atau) tidak yang
 dibicarakan itu. Ini harus bener-benar kita cari," katanya. 
Gatot menegaskan menolak pembebasan sandera dengan cara memenuhi 
tebusan yang diminta Abu Sayyaf. "Saya sangat amat menentang dengan cara
 pembayaran, karena menunjukkan bangsa pengecut dan sapi perah. Jangan 
mau kita bayar," ujarnya. 
  
================ 
  
 NASIONAL    
    
    
    
      
WNI Disandera, Pemerintah Utamakan Jalur Perundingan 
 
Meski siapkan dua opsi, perundingan menjadi langkah utama. 
 
Jum'at, 1 Juli 2016 | 23:47 WIB
Oleh : 
      Rendra Saputra, Eka Permadi      
 
Kelompok bersenjata Abu Sayyaf di Filipina Selatan (www.worldbulletin.net) 
VIVA.co.id  – Menteri 
Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Luhut 
Binsar Panjaitan, menyampaikan perkembangan upaya pembebasan sandera 
oleh kelompok bersenjata Abu Sayyaf.
Menurut Luhut, ada dua poin penting yang didapat usai melakukan 
pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, Menteri 
Pertahanan Ryamizard Ryacudu, dan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.  
"Kita baru mendapat penjelasan dari Bu Menlu dan Menhan. Menlu dan 
Menhan telah bertemu dengan otoritas di sana (Filipina)," kata Luhut di 
Kantor Menkopolhukam, Jakarta, Jumat malam, 1 Juli 2016. 
Menurut Luhut, dua poin penting hasil pertemuan menlu dan menhan dengan pemerintah Filipina beberapa waktu lalu. Pertama ,
 mengenai kerja sama antarkedua negara untuk mengamankan jalur ekonomi. 
"Perjanjiannya kita boleh taruh tentara di kapal," ucapnya. 
Poin kedua , mengenai pembebasan tujuh warga negara Indonesia
 yang disandera kelompok Abu Sayyaf. "Belum banyak yang bisa saya 
ungkap. Karena kita masih melakukan perundingan," ujarnya. 
Namun, Purnawirawan Jenderal TNI itu memastikan, pemerintah tetap 
menyiapkan dua opsi mengenai pembebasan sandera dan mengutamakan 
perundingan. "Opsi militer masih dikesampingkan. Kita enggak mungkin 
masuk begitu saja karena konstitusi di sana," paparnya.  
 ================  
  
 
NASIONAL     
    
    
    
     
TNI Boleh 'Serbu' ke Filipina, Pasukan Raider Siaga  
Filipina merestui Indonesia untuk ikut mengejar kelompok Abu Sayyaf 
    
     
      
Selasa, 28 Juni 2016 | 17:43 WIB
Oleh : 
      Harry Siswoyo , antv/tvOne      
 
Ilustrasi/Latihan pasukan TNI di Tarakan (Puspen TNI) 
VIVA.co.id  – 
Prajurit TNI di Komando Daerah Militer (Kodam) VI Mulawarman mengaku 
belum mendapatkan informasi berkaitan dengan kesepakatan Indonesia dan 
Filipina untuk terlibat dalam proses pembebasan sandera yang dilakukan 
kelompok bersenjata Abu Sayyaf. 
"Kami masih belum terima surat atau pun telegram dari Mabes TNI 
terkait masalah itu," kata Kepala Penerangan Kodam VI Mulawarman, Letkol
 Inf Subagiyo, Selasa 28 Juni 2016. 
Pekan lalu, di Filipina. Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu bersama
 Menteri Pertahanan Filipina Gazmin T. Voltaire memang telah membuat 
kesepakatan kerjasama keamanan laut dari aksi perompakan. 
Salah satu kesepakatan adalah diizinkannya Indonesia untuk bisa 
‘menyerbu’ atau melakukan pengejaran kepada pelaku kejahatan terhadap 
warga negara Indonesia ke Filipina. Dasarnya adalah perjanjian bilateral
 antara RI dan Filipina pada tahun 1975. 
"Bagaimana perencanaannya, mereka setuju untuk kita masuk ke laut 
kemudian nanti bagaimana kita ke darat," kata Ryamizard di Jakarta, 
Selasa 28 Juni 2016. 
Baca Juga:  
Filipina Izinkan Indonesia Masuk Wilayahnya Bebaskan Sandera  
Direstui Filipina Masuk, DPR Minta TNI Bikin Jera Abu Sayyaf  
Meski demikian, hasil pertemuan itu, kata Ryamizard, baru bisa 
direalisasikan untuk pembebasan sandera di kemudian hari, bukan untuk 
pembebasan sandera kali ini. 
"Untuk sandera ini (7 ABK WNI) kan sudah kejadian. Kemarin itu, yang akan datang tidak boleh terjadi lagi," ujar dia 
Terlepas dari itu, Subagiyo memastikan bahwa personel TNI, khususnya 
dari kesatuan Raider, akan terjun ke Filipina jika memang sewaktu-waktu 
dibutuhkan. 
"Kami sampai saat ini masih monitor dan mengikuti perkembangan," katanya. 
Iqbal Abdullah/Balikpapan  
                
================   
 
  
NASIONAL     
Menlu: Kesepakatan Bebaskan Sandera Abu Sayyaf Belum Matang  
Presiden baru Filipina Rodrigo Duterte baru saja dilantik. 
Sabtu, 2 Juli 2016 | 03:48 WIB
Oleh : 
      Mohammad Arief Hidayat, Eka Permadi      
 
Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Retno Marsudi. (REUTERS/Darren Whiteside) 
  VIVA.co.id  - 
Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Retno Marsudi, telah bertemu 
Menteri Luar Negeri Filipina, Perfecto Rivas Yasay Jr, di Manila untuk 
membahas upaya pembebasan warga Indonesia yang disandera kelompok 
militan Abu Sayyaf. Retno langsung melaporkan hasil pertemuan kepada 
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Luhut 
Binsar Panjaitan. 
"Semuanya ini baru pembicaraan saja, operasinya belum," kata Retno di kantor Menko Polhukam, Jakarta, pada Jumat, 1 Juli 2016. 
Ratno menjelaskan pertemuan itu belum mengarah pada sebuah 
kesepakatan kedua negara untuk membebaskan sandera. Hal itu karena 
Filipina baru saja melantik Rodrigo Duterte sebagai Presiden. 
"Bagaimana pun kita harus menghargai pergantian dan pelantikan 
Presiden Filipina yang baru dilaksanakan tanggal 30 (Juni 2016) 
kemarin," katanya. 
Sebelumnya Menteri Luhut Binsar Panjaitan menilai Presiden baru 
Filipina akan lebih tegas terhadap kelompok Abu Sayyaf. "Presiden 
Duterte sepertinya lebih tegas dibanding presiden sebelumnya," katanya. 
Menurut Luhut, Duterte mempunyai hubungan dengan Nur Misuari, seorang
 politikus dan pendiri Front Pembebasan Nasional Moro (MILF). Misuari 
sudah lama menjalin kontak dengan kelompok Abu Sayyaf. 
Pemerintah Indonesia masih mengandalkan semua upaya, termasuk 
informasi intelijen, terkait keberadaan para sandera dari pemerintah 
Filipina. 
"Kita masih bertumpu dengan intelijen Filipina. Sandera masih sehat. 
Kita enggak mau spekulasi membuat tidak nyaman Filipina," ujarnya. 
 
 
 
 
 ================  
 
NASIONAL     
    
    
    
     
Bahas Pembebasan Sandera, Sejumlah Menteri Rapat Mendadak  
Rapat digelar di kantor Kemenkopolhukam. 
Jum'at, 1 Juli 2016 | 22:23 WIB
Oleh : 
      Rendra Saputra, Eka Permadi      
 
 
     
Menkopolhukam Luhut Pandjaitan.
 (VIVA.co.id/ Zahrul Darmawan.) 
VIVA.co.id  – 
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Luhut Binsar 
Panjaitan, melakukan rapat mendadak mengenai pembebasan Warga Negara 
Indonesia (WNI) yang disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina, Jumat, 1
 Juli 2016. 
 Dari pantauan  VIVA.co.id , rapat mendadak itu juga turut 
serta melibatkan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, Menteri Luar 
Negeri Retno LP Marsudi, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, dan 
Kepala Badan Intelijen Negara Sutiyoso.  
 Tidak ada menteri yang bersedia menjawab pertanyaan wartawan. Mereka langsung masuk ke ruang pertemuan.  
 Sebelumnya, Panglima TNI, Gatot Nurmantyo menginformasilkan kabar 
terbaru terkait tujuh WNI yang disandera oleh kelompok Abu Sayyaf. 
Ketujuh sandera dikatakan saat ini berada di Pulau Sulu, Filipina.  
 "Hingga saat ini TNI terus memonitor perkembangan terkait kasus 
penyanderaan tujuh WNI yang disandera oleh kelompok teroris dan apa saja
 yang menjadi tuntutannya. Saat ini, ketujuh WNI tersebut telah 
diketahui keberadaannya, hanya saja ketujuh WNI tersebut posisinya 
terpisah dan tidak menjadi satu,” kata Panglima TNI melalui siaran 
persnya.  
 Terkait pengerahan pasukan TNI ke Filipina, Gatot Nurmantyo 
menyampaikan masih dalam tahap pembahasan. Di mana sebelumnya Menhan RI 
Jenderal (Purn) Ryamizard Ryacudu telah berkoordinasi dengan menhan 
Filipina terkait rencana operasi yang dilakukan TNI untuk membebaskan 
tujuh WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf. 
  
Menurut Panglima TNI, ini merupakan informasi yang positif, di mana 
menhan Filipina mengizinkan TNI untuk dapat melakukan operasi pembebasan
 tujuh WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf. “Hasil koordinasi antara 
menhan RI dan menhan Filipina nantinya akan ditindaklanjuti oleh 
panglima Angkatan Bersenjata Filipina dan panglima TNI,” ujarnya  
    
                             
 
======================  
 
       
        
  
 
      
        
 
 
 
 
 
  
 
 
 
 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar