VIVA.co.id - Kapolri
Jenderal Polisi Tito Karnavian mengatakan, kerusuhan yang terjadi pada
berbagai vihara, tempat ibadah umat Budha, di Tanjungbalai, Sumatera
Utara, karena adanya kesalahpahaman.
"Masalah kesalahan komunikasi antar tetangga, karena ini adalah
penduduk lama di situ, bukan penduduk baru. Cuma mungkin kurang
komunikasi, ada kata-kata yang kurang pas ketika ada suara pengeras
suara masjid, sehingga ada warga keturunan yang berbicara agak keras,"
kata Tito di Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Minggu, 31 Juli 2016.
Menurut Tito, konflik ini sudah selesai dimediasi ketua lingkungan
setempat. Namun, karena masih terjadi perdebatan di warga, akhirnya
masalah ini dibawa ke polsek setempat agar dapat diselesaikan.
"Nah, saat di Polsek beredarlah di media sosial yang berbau
provokatif. Kemudian warga ramai, secara sporadis melakukan aksi
kekerasan, khusunya pembakaran di tiga rumah kalau tidak salah, kemudian
ada kendaraan, serta vihara dan klenteng," katanya.
Tito memastikan, setelah aparat keamanan diturunkan, situasi di
kota tersebut sudah berangsung kondusif, dan sekarang sudah aman
terkendali.
Seorang warga berinisial M (41 tahun) menegur pengurus masjid
meminta mengurangi volume pengeras suara. Namun cara M menegur ternyata
membuat pengurus masjid tersinggung. Usai salat Isya, jemaah dan nazir
masjid mendatangi M di rumahnya, dan membawanya pada kepala lingkungan
ke kantor Lurah.
"Karena suasana saat itu sudah agak memanas maka M dan suaminya
diamankan ke Polsek Tanjungbalai Selatan," kata Kepala Bidang Hubungan
Masyarakat Kepolisian Daerah Sumatera Utara, Komisaris Besar Polisi Rina
Sari Ginting, saat dikonfirmasi VIVA.co.id pada Sabtu pagi, 30 Juli
2016.
Peristiwa itu kemudian melebar menjadi amukan masa, setelah beredar
pesan bernada provokatif terkait peristiwa itu. Massa, terutama
kalangan muda, kemudian membakar dan merusak delapan vihara di Kota
Tanjungbalai. Massa juga merusak dan membakar sejumlah mobil dan sepeda
motor serta becak motor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar