Selasa, 30 Agustus 2016

NASIONAL

Pemerintah Dituding Hambat Penegakan Hukum, Ini Reaksi JK

Dalih JK, semakin sedikit orang dihukum berarti yang korupsi berkurang
 
Pemerintah Dituding Hambat Penegakan Hukum, Ini Reaksi JK
Wakil Presiden RI Jusuf Kalla menyampaikan sambutan di gedung pertemuan Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur, Sabtu (20/8/2016). (ANTARA/Siswowidodo)
 VIVA.co.id – Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla mengapresiasi kinerja lembaga hukum, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan dan Kepolisian. Sebab belakangan ini angka kejahatan korupsi di Tanah Air makin berkurang.
"Saya yakin KPK, Jaksa, Polisi sudah bekerja keras. Hasil kerja keras itu yang menyebabkan korupsi menurun," ujar Jusuf Kalla di Istana Wakil Presiden, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin, 29 Agustus 2016.
Menurut JK, itu sudah sesuai keinginan pemerintah. Bukan sebaliknya, karena tidak tepat jika dikatakan penanganan kasus korupsi menurun akibat penanganan di lembaga penegak hukum tak berjalan.
"Saya kira pandangan tak jelas itu. Justru bertentangan dengan tujuan. Jangan dianggap berkurangnya orang dihukum, menyebabkan pemberantasan korupsi tidak jalan. Justru tujuan kita itu, semakin berkurang orang yang korupsi. Jangan dibalik-balik. Kami mengapresiasi kerja selama ini makin kurang orang yang korup," kata JK.

Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai kinerja penegak hukum dalam menangani kasus korupsi pada semester satu 2016 menurun drastis. Selain itu, jumlah kasusnya, jumlah kerugian negara dan jumlah tersangka yang dijerat juga anjlok.
"Merosotnya agak signifikan. Penurunan terjadi pada sisi nilai kerugian negara, jumlah kasus, dan jumlah tersangka," kata staf divisi investigasi ICW, Wana Alamsyah di Kantor ICW, Jakarta, Minggu, 28 Agustus 2016.
Dalam catatan ICW, pada semester satu 2016 penegak hukum menangani 210 kasus. Jumlah tersebut menurun dibanding periode yang sama tahun lalu dengan jumlah 299 kasus. Jumlah tersangka yang ditetapkan tahun ini sebanyak 500 orang sedangkan semester satu tahun lalu berjumlah 596 orang.
ICW menduga penurunan ini bisa disebabkan anggaran yang menurun, ketidakmampuan petugas, dan kontribusi Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2016 tentang Proyek Strategis Nasional (Inpres Antri Kriminalisasi).
ICW mengatakan, ada dua poin dalam Inpres tersebut yang dapat menghambat penyelidikan. Pertama, apabila kasus melibatkan pejabat, penanganannya harus melapor dulu ke pimpinan terkait. Ini menurut ICW, berpotensi tindak pidana korupsi diselesaikan secara internal. Kedua, adanya poin tidak mempublikasikan ke publik. Ini sangat menghambat pemantauan yang dapat dilakukan masyarakat.
(mus)
TERKAIT:
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar