TEKNOLOGI
BPPT Temukan Garam Farmasi, Putus Ketergantungan Impor
Tim pengembang garam farmasi mendapatkan anugerah BJ Habibie Award 201
Kamis, 18 Agustus 2016 | 18:14 WIB
Ilustrasi garam (Pixabay/kaboompics)
VIVA.co.id – Tim
Garam Farmasi dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
meraih Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie Technology Awards (BJHTA) 2016.
Tim ini merupakan gabungan dari tujuh orang dengan kompetensi berbeda.
Penghargaan untuk para peneliti berprestasi di bidang ilmu pengetahuan ini merupakan tahun ke-9. Gabungan tim peneliti dan perekayasa BPPT ini terdiri dari Imam Paryanto, Bambang Srjijanto, Eriawan Rismana, Wahono Sumaryono, Tarwadi, Purwa Tri Cahyana, dan Arie Fachruddin.
Tujuh orang BPPT tersebut diganjar penghargaan karena berhail menciptakan inovasi berupa garam farmasi sebagai bahan baku obat-obatan yang selama ini masih impor. Diketahui saat ini 100 persen garam di Indonesia masih mengandalkan dari luar negeri.
Saat ini inovasi yang telah dicetuskan oleh peneliti yang diwakilkan oleh Imam tersebut telah diproduksi massal melalui PT Kimia Farma.
"Berawal dari Indonesia yang masih mengandalkan impor garam farmasi. Garam ini bisa digunakan untuk infus, pelarut, oralit, sirup, kosmetik, juga untuk sabun dan sampo. Maka dari itu kita bentuk tim sebagai wujud kemandirian bangsa," ujar Imam di Kediaman BJ Habibie di Kuningan, Jakarta, Kamis, 18 Agustus 2016.
Dengan adanya inovasi garam farmasi yang terbukti diakui, Imam mengungkapkan industri farmasi nasional menjadi lebih mandiri sehingga tidak bergantung terus dengan produk-produk impor.
Kepala BPPT Unggul Priyanto, menuturkan bahwa pemenang dari BJ Habibie Awards 2016 ini ditentukan melalui penilaian yang berdasarkan azas-azas inovasi, yang terdiri dari azas penemuan, kreatif, efisien dan efektif, nilai tambah dan azas manfaat, serta 10 poin kriteria penilaian.
"Penghargaan ini menekankan peneliti, perekayasa untuk banyak menghasilkan inovasi tidak sebatas paper, tetapi produk-produknya bisa dipakai masyarakat," ucap Unggul.
Diketahui, penghargaan B.J. Habibie Award ini telah diselenggarakan sejak tahun 2008. Penganugerahan itu diberikan kepada pelaku ilmuwan teknologi yang dinilai berjasa, berprestasi, dan berdedikasi kepada bangsa dan negara Indonesia dengan inovasinya.
Penghargaan B.J. Habibie ini pernah dianugerahkan kepada Said Djauharsyah Jenie (2008), Sutadi Suparlan (2008), Suprapto Ma'at (2008), Dasep Ahmadi (2009), Eko Fajar Nurprasetyo (2010), Khairuddin Djenod (2011), Alisjahbana Haliman (2012), I Dede Wenten (2013), Nurul Taufiqu Rochman (2014), dan Warsito Purwo Taruno (2016).
Penghargaan untuk para peneliti berprestasi di bidang ilmu pengetahuan ini merupakan tahun ke-9. Gabungan tim peneliti dan perekayasa BPPT ini terdiri dari Imam Paryanto, Bambang Srjijanto, Eriawan Rismana, Wahono Sumaryono, Tarwadi, Purwa Tri Cahyana, dan Arie Fachruddin.
Tujuh orang BPPT tersebut diganjar penghargaan karena berhail menciptakan inovasi berupa garam farmasi sebagai bahan baku obat-obatan yang selama ini masih impor. Diketahui saat ini 100 persen garam di Indonesia masih mengandalkan dari luar negeri.
Saat ini inovasi yang telah dicetuskan oleh peneliti yang diwakilkan oleh Imam tersebut telah diproduksi massal melalui PT Kimia Farma.
"Berawal dari Indonesia yang masih mengandalkan impor garam farmasi. Garam ini bisa digunakan untuk infus, pelarut, oralit, sirup, kosmetik, juga untuk sabun dan sampo. Maka dari itu kita bentuk tim sebagai wujud kemandirian bangsa," ujar Imam di Kediaman BJ Habibie di Kuningan, Jakarta, Kamis, 18 Agustus 2016.
Dengan adanya inovasi garam farmasi yang terbukti diakui, Imam mengungkapkan industri farmasi nasional menjadi lebih mandiri sehingga tidak bergantung terus dengan produk-produk impor.
Kepala BPPT Unggul Priyanto, menuturkan bahwa pemenang dari BJ Habibie Awards 2016 ini ditentukan melalui penilaian yang berdasarkan azas-azas inovasi, yang terdiri dari azas penemuan, kreatif, efisien dan efektif, nilai tambah dan azas manfaat, serta 10 poin kriteria penilaian.
"Penghargaan ini menekankan peneliti, perekayasa untuk banyak menghasilkan inovasi tidak sebatas paper, tetapi produk-produknya bisa dipakai masyarakat," ucap Unggul.
Diketahui, penghargaan B.J. Habibie Award ini telah diselenggarakan sejak tahun 2008. Penganugerahan itu diberikan kepada pelaku ilmuwan teknologi yang dinilai berjasa, berprestasi, dan berdedikasi kepada bangsa dan negara Indonesia dengan inovasinya.
Penghargaan B.J. Habibie ini pernah dianugerahkan kepada Said Djauharsyah Jenie (2008), Sutadi Suparlan (2008), Suprapto Ma'at (2008), Dasep Ahmadi (2009), Eko Fajar Nurprasetyo (2010), Khairuddin Djenod (2011), Alisjahbana Haliman (2012), I Dede Wenten (2013), Nurul Taufiqu Rochman (2014), dan Warsito Purwo Taruno (2016).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar