Arab Saudi Kini Bisa Dituntut Terkait Serangan 9/11
Arpan Rahman • Kamis, 29 Sep 2016 12:58 WIB
9/11
Serangan 11 September di New York (Foto: AFP)
Metrotvnews.com, Washington: DPR
Amerika Serikat (AS) menentang veto Presiden Barack Obama saat membahas
undang-undang tentang "Keadilan Melawan Para Penyokong Tindakan
Terorisme" yang akan disahkan menjadi produk hukum.
Kongres AS telah memutuskan untuk menolak veto Barack Obama terhadap undang-undang yang memungkinkan keluarga korban serangan 9/11 untuk menuntut Arab Saudi.
Penolakan atas veto ini menjadi yang pertama dalam masa kepresidenannya, hanya empat bulan sebelum Obama meletakkan jabatan.
Pemungutan suara di DPR menghasilkan 348-77 menolak veto, beberapa
jam setelah Senat juga menolak dengan 97-1. Penolakan itu berarti RUU
"Keadilan Melawan Para Penyokong Tindakan Terrorisme" akan disahkan
menjadi produk hukum.
Perolehan suara itu merupakan pukulan bagi Obama serta Arab Saudi,
yang selama ini dianggap sebagai salah satu dari sekutu Amerika Serikat
yang paling lama di dunia Arab. Beberapa anggota parlemen yang mendukung
penolakan sudah berencana untuk meninjau kembali masalah ini.
Obama mengatakan, Kongres telah membuat kesalahan, seraya
mengulangi keyakinannya bahwa undang-undang itu menetapkan preseden
berbahaya dan menunjukkan apa yang dipikirkannya bahwa pertimbangan
politik berada di balik perolehan suara.
"Jika Anda menganggap suara yang menentang (tuntutan) keluarga
(atas tragedi) 9/11 tepat sebelum pemilu, tidak mengherankan, itu suara
yang sulit untuk diambil masyarakat," kata Obama kepada CNN, seperti dilansir Daily Mirror, Kamis 29 September.
"Tapi itu akan menjadi hal yang benar untuk dilakukan," tambah Obama.
Presiden Obama sebelumnya melakukan veto atas undang-undang itu (Foto: AFP)
Presiden Obama sebelumnya melakukan veto atas undang-undang itu (Foto: AFP)
Sebanyak 11 veto Obama sebelum ini semuanya disetujui. Tapi kali
ini hampir semua pendukung Demokrat yang terkuat di Kongres bergabung
dengan Partai Republik untuk melawan dia dalam salah satu tindakan
terakhir mereka sebelum Presiden meninggalkan Washington untuk
berkampanye dalam pemilu, 8 November.
"Mengesampingkan veto presiden adalah sesuatu yang tidak bisa
dianggap enteng, tapi yang penting dalam hal ini bahwa keluarga korban
9/11 diizinkan untuk mencari keadilan, bahkan jika pencarian itu
menyebabkan beberapa ketidaknyamanan diplomatik," kata Senator Charles
Schumer, anggota Senat terkemuka Partai Demokrat.
Schumer mewakili New York, lokasi World Trade Center dan tempat
tinggal bagi banyak korban dari hampir 3.000 orang yang tewas dalam
serangan tahun 2001, maupun korban yang selamat dan keluarga korban.
Undang-undang, yang dikenal sebagai JASTA (Justice Against Sponsors
of Terrorism Act), telah ditetapkan DPR dan Senat tanpa keberatan, awal
tahun ini.
Dukungan tersebut dipicu oleh ketidaksabaran di Kongres dengan Arab
Saudi seperti dalam catatan hak asasi manusia, mendorong bentuk
kekerasan Islam yang terkait militansi, dan kegagalan untuk berbuat
lebih banyak guna mengurangi krisis pengungsi internasional.
Undang-undang ini memberi pengecualian terhadap prinsip kekebalan
diplomatik dalam kasus terorisme di wilayah AS, membuka jalan bagi
tuntutan hukum untuk mencari ganti rugi dari pemerintah Saudi.
Riyadh telah membantah kecurigaan lama bahwa mereka mendukung para
pembajak yang menyerang Amerika Serikat pada tahun 2001. Lima belas dari
19 pembajak adalah warga negara Saudi.
Anggota keluarga korban telah memastikan desakan terakhir mereka
untuk menagih ganti rugi pada peringatan ke-15 peristiwa serangan itu
bulan ini, dengan berdemonstrasi di luar Capitol dan Gedung Putih.
Pada Rabu 28 September, dua truk pemadam kebakaran mengibarkan bendera raksasa AS di luar Senat.
Terry Strada, yang suaminya tewas dalam serangan, mengatakan dalam
sebuah pernyataan: "Kami bersukacita dengan kemenangan ini dan berharap
suatu hari kami ke pengadilan dan suatu waktu kita akhirnya bisa
mendapatkan lebih banyak jawaban mengenai siapa yang sebenarnya di balik
serangan."
(FJR)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar