Pemerintah Dicap Masih Abai soal Kebebasan Berpendapat
Hal tersebut dilaporkan koalisi masyarakat sipil ke Dewan HAM PBB.
Senin, 26 September 2016 | 17:22 WIB
Konferensi pers rencana pengiriman UPR ke Dewan HAM PBB (VIVA.co.id/ Adinda Permatasari)
VIVA.co.id –
Koalisi lembaga masyarakat sipil – yang terdiri dari CIVICUS, LBH Pers,
ICJR, Elsam, Yappika dan AJI Indonesia – telah mengirim laporan universal periodic review
(UPR) ke Dewan Hak Asasi Manusia PBB terkait masih belum
dilaksanakannya rekomendasi UPR 2012 di Indonesia – yang di antaranya
adalah pemenuhan hak atas kebebasan berekspresi, berkumpul dan
berorganisasi.
Laporan ini sudah didaftarkan pada tanggal 22 September 2016 lalu dan akan menjadi bahan pertimbangan dalam proses sidang UPR pemerintah Indonesia ke PBB pada sesi sidang Maret 2017.
Direktur Eksekutif Human Rights Working Group (HRWG), Muhammad Hafidz, mengatakan hampir semua rekomendasi UPR 2012 tidak dijalankan oleh pemerintah Indonesia.
"Ada 15 laporan yang intinya menegaskan pemerintah Indonesia belum berkomitmen dalam melaksanakan rekomendasi UPR 2012 atau tidak dapat dilaksanakan pemerintah," kata Hafidz saat konferensi pers laporan UPR masyarakat sipil ke PBB di Cikini, Jakarta, Senin 26 September.
Sementara Asep Komarudin dari LBH Pers mencatat bahwa ada 10 bagian dari rekomendasi UPR 2012 yang menjadi bagian dari laporan koalisi masyarakat. Pertama adalah isu kebebasan berekspresi yang mana termuat dalam rancangan KUHP dan pasal dalam Undang Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Selama ini sejumlah pasal dalam UU ITE dianggap bisa memberangus kebebasan berpendapat.
Dalam kesempatan yang sama, Supriyadi dari ICJR mengatakan bahwa dalam laporan UPR tersebut juga dicantumkan mengenai pasal dalam KUHP tentang penyiksaan. KUHP diketahui saat ini sedang dalam tahap revisi di Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). (ren)
Laporan ini sudah didaftarkan pada tanggal 22 September 2016 lalu dan akan menjadi bahan pertimbangan dalam proses sidang UPR pemerintah Indonesia ke PBB pada sesi sidang Maret 2017.
Direktur Eksekutif Human Rights Working Group (HRWG), Muhammad Hafidz, mengatakan hampir semua rekomendasi UPR 2012 tidak dijalankan oleh pemerintah Indonesia.
"Ada 15 laporan yang intinya menegaskan pemerintah Indonesia belum berkomitmen dalam melaksanakan rekomendasi UPR 2012 atau tidak dapat dilaksanakan pemerintah," kata Hafidz saat konferensi pers laporan UPR masyarakat sipil ke PBB di Cikini, Jakarta, Senin 26 September.
Sementara Asep Komarudin dari LBH Pers mencatat bahwa ada 10 bagian dari rekomendasi UPR 2012 yang menjadi bagian dari laporan koalisi masyarakat. Pertama adalah isu kebebasan berekspresi yang mana termuat dalam rancangan KUHP dan pasal dalam Undang Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Selama ini sejumlah pasal dalam UU ITE dianggap bisa memberangus kebebasan berpendapat.
Dalam kesempatan yang sama, Supriyadi dari ICJR mengatakan bahwa dalam laporan UPR tersebut juga dicantumkan mengenai pasal dalam KUHP tentang penyiksaan. KUHP diketahui saat ini sedang dalam tahap revisi di Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). (ren)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar