POLITIK
Alotnya Sidang Putusan Pemberhentian Irman Gusman
Proses pemberhentian itu berlangsung sengit.
Selasa, 20 September 2016 | 06:11 WIB
Irman Gusman di KPK. (VIVA.co.id/Syaefullah)
VIVA.co.id - Badan
Kehormatan Dewan Perwakilan Daerah (BK DPD), akhirnya memberhentikan
Ketua DPD Irman Gusman dari jabatannya. Pemberhentian itu melalui sidang
yang sengit, terkait perlunya tidaknya surat penetapan tersangka dari
Komisi Pemberantasan Korupsi.
Ketua BK DPD, AM Fatwa, mengatakan bahwa keputusan pemberhentian Irman dari jabatannya itu diambil, setelah pria kelahiran Padang Panjang, Sumatera Barat, itu enggan berhenti dari posisi yang diembannya.
"Saya minta agar ia (Irman Gusman) mengirim surat berhenti. Itu lebih baik daripada diberhentikan tidak terhormat," kata Fatwa di Gedung DPD, Senayan, Jakarta, Senin, 19 September 2016, malam.
Hanya saja, keing inan Fatwa tersebut tak terpenuhi. Sebab, surat yang dia tunggu-tunggu tak kunjung datang."Tapi surat itu tak kunjung saya terima," kata dia.
Karena itu, melalui sidang pleno BK DPD untuk menentukan nasib Irman, perlu tidaknya surat penepatan tersangka dari KPK itu menjadi perdebatan sengit. Namun akhirnya, BK DPD memutuskan tak memerlukan surat tersebut.
"Kami tidak terlalu butuh. Jangan lantas kami menunda keputusan hanya karena menunggu itu. Nanti kami dicap masyarakat telmi (telat mikir)," ungkap Fatwa.
Sebelumnya, Fatwa menuturkan berdasarkan informasi yang diterima Sekretaris Jenderal DPD, keluarga telah menerima surat penahanan dengan status tersangka yang melekat pada Irman Gusman. Menurutnya, sidang etik juga tidak memerlukan surat penetapan tersangka dari KPK.
Oleh karena itu, mantan politikus Partai Amanat Nasional itu menilai penetapan tersangka oleh KPK sudah cukup menjadi dasar pemberian sanksi atas kode etik yang dilanggar.
"Etik tak mesti tertulis, kami anggap temuan dari media dan lain sebagainya. Jelas-jelas resmi disampaikan, gamblang oleh KPK, oleh ketua KPK, sudah cukup untuk jatuhkan sanksi kode etik," kata Fatwa.
KPK telah menetapkan Irman sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap izin impor gula. Dalam operasi tangkap tangan, KPK menyita uang Rp100 juta sebagai barang bukti dari kediaman Irman.
Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif, mengungkapkan uang suap Rp100 juta oleh KPK saat OTT diambil dari kamar pribadi Irman. KPK telah menetapkan dua tersangka lain dalam kasus dugaan suap impor gula ini.
"Mungkin kami pikir-pikir akan berubah sikap juga. Kalau kemarin kami menentang ada perubahan UU KPK, ke depan kami akan ikut saja," kata Desmond saat dihubungi VIVA.co.id, Senin, 19 September 2016.
Ia mengatakan, sebelumnya saat banyak yang ingin mengubah UU KPK, Gerindra bertahan untuk tak ikut mendukung revisi. Sebab, saat itu Gerindra memiliki keyakinan KPK masih berada di jalan yang benar.
"Harapan ke depan KPK trigger mechanism dalam soal penegakan hukum. Agar Kejaksaan, Kepolisian memperbaiki diri. Bukan menjadi lembaga yang kesannya di atas lembaga hukum lain," kata Desmond.
Namun, harapannya itu kini pupus. Ia menilai lima komisioner KPK yang ada sekarang menunjukkan lembaga antirasuah itu tak lagi memiliki harapan. Ia merasa pesimistis lantaran KPK dianggap tak punya format yang jelas soal pencegahan dan pemberantasan korupsi.
"Kami (Komisi III) pasti undang KPK. Banyak hal tidak jelas, blue print cuma ngomong doang. Realitanya, perencanaan penegakan hukum tak jelas juga. Sasaran dalam rangka kebutuhan bangsa ini tak jelas. Asal saja," kata Desmond.
Ia mengatakan bahwa yang terjadi pada Irman Gusman sebenarnya bisa juga terjadi pada pejabat negara lainnya. Misalnya, ada yang datang bertamu ke rumah pejabat membawa uang dan kemudian ditangkap.
"Bahaya banget Republik ini kalau mainannya kayak gitu," katanya. (ase)
VIVA.co.id – Ketua
Dewan Perwakilan Daerah RI Irman Gusman, telah menjadi tersangka di
Komisi Pemberantasan Korupsi karena diduga menerima suap sebesar Rp100
juta. Berdasarkan Peraturan DPD RI Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata
Tertib, Irman bisa diberhentikan dari jabatannya.
Menurut anggota DPD Gede Pasek Suardika, selain diberhentikan, Irman juga bisa memilih mundur dari jabatan karena telah ditetapkan menjadi tersangka oleh penegak hukum.
"Bahasanya (di Tata Tertib) diberhentikan kalau statusnya tersangka. Kalau beliau mundur lebih bagus lagi," kata Pasek kepada VIVA.co.id, Senin, 19 September 2016.
Meski begitu, untuk proses pemberhentian, tetap harus melalui Badan Kehormatan DPD. Rencananya, sidang Badan Kehormatan DPD akan digelar hari ini.
Setelah Badan Kehormatan memberi keputusan, maka nantinya akan dibawa ke Panitia Musyawarah, untuk ditetapkan di Sidang paripurna DPD.
Lalu siapa penggantinya? "Sementara otomatis wakil ketua yang mengambil (jadi Plt Ketua DPD)," jelas legislator daerah dari Bali itu. Biasanya, lanjut Pasek, wakil ketua tertua yang akan menjadi pelaksana tugas.
Sementara untuk mengisi kekosongan pada daerah pemilihan yang ditinggal Irman, harus ditunjuk dulu penggantinya, yakni nomor urut di bawah Irman pada daerah pemilihan Sumatera Barat. Setelah semua terpenuhi, baru digelar pemilihan ketua. Sehingga, tidak otomatis wakil ketua yang ada bisa langsung menjadi ketua DPD.
"Tetap akan dilakukan pemilihan lagi," ungkap Pasek.
Pada Peraturan Dewan Perwakilan Daerah RI Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib, di Pasal 67 ayat (1) huruf c, diatur bahwa Pimpinan DPD bisa diberhentikan dari jabatannya.
Pada ayat (2) pasal tersebut, Pimpinan DPD diberhentikan apabila meninggal dunia, tidak dapat melaksanakan tugas karena sakit atau tidak hadir dalam sidang tanpa keterangan selama tiga bulan berturut-turut. Selain itu, karena melanggar sumpah atau janji jabatan berdasarkan Keputusan Sidang paripurna setelah diperiksa Badan Kehormatan DPD.
Pada Pasal 69, dijelaskan mengenai tahapan pemberhentian Pimpinan DPD, harus melalui usul satu pertiga jumlah anggota yang terdiri atas paling sedikit separuh dari jumlah anggota di wilayah sama dengan Pimpinan DPD, dan disampaikan kepada Panitia Musyawarah untuk diagendakan dalam Sidang paripurna. Kemudian Sidang paripurna menugaskan Badan Kehormatan untuk melakukan penyelidikan dan verifikasi.
Selanjutnya di Pasal 94 ayat (5), dalam hal terbukti bahwa pimpinan dimaksud melakukan pelanggaran atau dinyatakan sebagai tersangka oleh pejabat penegak hukum, pimpinan dimaksud diberhentikan dari jabatannya.
KPK telah menetapkan Irman sebagai tersangka karena diduga menerima suap terkait izin impor gula. Dalam operasi tangkap tangan, KPK menyita Rp100 juta sebagai barang bukti dari kediaman Irman.
VIVA.co.id – Wakil
Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat, Desmond J Mahesa, menilai
penangkapan Ketua Dewan Perwakilan Daerah, Irman Gusman oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai cara KPK mencari popularitas di
tengah nama baiknya yang mulai menurun.
"Ini trigger untuk bangkitkan kepercayaan masyarakat bahwa KPK masih eksis. Tapi yang disasar kesannya tak sesuai UU KPK atau apa yang disepakati KPK melakukan penyidikan kasus yang besar-besar. Ini yang ecek-ecek," kata Desmond saat dihubungi VIVA.co.id, Senin, 19 September 2016.
Ia mempersoalkan kasus-kasus korupsi yang besar dan berhubungan dengan penguasa justru tak disentuh KPK. Seolah KPK tak berdaya menangani kasus besar.
"Ini catatan KPK makin terpuruk. Harapan dan kenyataan berbanding terbalik. Apapun yang dilakukan KPK menjadi seakan selalu benar dan KPK sebagai pembawa kebenaran. Salah jadi benar, jadi hari ini kita jangan beda dengan KPK. Kalau beda maka dianggap salah. Tinggal ke depan KPK ini sesuai harapan kita atau tidak," kata Desmond.
Menurutnya, penangkapan Irman bagi KPK juga hanya menjadi lucu-lucuan saja, bahkan jadi mainan KPK. Seolah ini hanya jebakan karena ada sesuatu yang ia anggap tak wajar.
"Harusnya ada pencegahan. Irman pejabat negara ada wise, diingatkan. Marilah benahi agar hal kaya gini tak jadi tontonan," kata Desmond.
Sebelumnya, KPK menangkap tangan Ketua DPD, Irman Gusman di rumah dinasnya pada Sabtu, 17 September 2016.
Dalam operasi tangkap tangan (OTT) tersebut, KPK menyita barang bukti uang Rp100 juta, yang diketahui merupakan dugaan suap yang berkaitan dengan rekomendasi kuota distribusi gula impor oleh Perum Bulog ke CV Semesta Berjaya di Provinsi Sumatera Barat, untuk tahun 2016.
KPK juga telah menetapkan tiga tersangka, termasuk Irman Gusman. Dua tersangka lain pemberi suap adalah pasangan suami-istri, Xaveriandy Sutanto dan Memi. Xaveriandy merupakan Direktur Utama CV Semesta Berjaya. (ase)
VIVA.co.id –
Anggota DPD RI Fahira Idris menepis tudingan kasus suap yang melibatkan
Ketua DPD RI Irman Gusman kasus yang ada kaitannya dengan lembaga yang
dipimpinnya.
Apa yang terjadi dan dialami oleh Irman adalah murni persoalan pribadi dan tidak memiliki kaitan sama sekali dengan lembaga.
"Saya berharap publik memahami bahwa kasus yang menimpa Pak Irman Gusman, murni urusan pribadi, walau memang jabatan ketua DPD hal yang melekat pada diri beliau," kata Fahira Idris kepada VIVA.co.id, Minggu 18 September 2016.
DPD adalah lembaga negara yang tidak memiliki kewenangan soal budgeting, apalagi kewenangan terkait dengan pengurusan kuota gula impor yang diduga menyebabkan Irman dibekuk KPK, Sabtu malam.
Ia pun mengakui, kasus yang dialami Ketua DPD RI itu akan berdampak pada berkurangnya tingkat kepercayaan publik terhadap DPD RI. Kendati demikian, ia berharap masyarakat dapat memahami kasus yang menjerat Irman murni urusan perorangan.
"Kejadian ini pasti menjadi pelajaran dan evaluasi bagi kami di DPD baik secara pribadi-pribadi maupun secara institusi," katanya.
Ia berharap, masyarakat dapat menghormati proses hukum yang saat ini tengah dilakukan KPK terhadap dugaan korupsi yang dilakukan Irman Gusman. Hal ini diperlukan agar kasus yang mencederai lembaga senator Indonesia ini dapat terang benderang.
"Kita beri ruang dan waktu kepada KPK untuk bekerja secara profesional dan transparan dalam mengusut kasus ini," ujarnya.
Ketua BK DPD, AM Fatwa, mengatakan bahwa keputusan pemberhentian Irman dari jabatannya itu diambil, setelah pria kelahiran Padang Panjang, Sumatera Barat, itu enggan berhenti dari posisi yang diembannya.
"Saya minta agar ia (Irman Gusman) mengirim surat berhenti. Itu lebih baik daripada diberhentikan tidak terhormat," kata Fatwa di Gedung DPD, Senayan, Jakarta, Senin, 19 September 2016, malam.
Hanya saja, keing inan Fatwa tersebut tak terpenuhi. Sebab, surat yang dia tunggu-tunggu tak kunjung datang."Tapi surat itu tak kunjung saya terima," kata dia.
Karena itu, melalui sidang pleno BK DPD untuk menentukan nasib Irman, perlu tidaknya surat penepatan tersangka dari KPK itu menjadi perdebatan sengit. Namun akhirnya, BK DPD memutuskan tak memerlukan surat tersebut.
"Kami tidak terlalu butuh. Jangan lantas kami menunda keputusan hanya karena menunggu itu. Nanti kami dicap masyarakat telmi (telat mikir)," ungkap Fatwa.
Sebelumnya, Fatwa menuturkan berdasarkan informasi yang diterima Sekretaris Jenderal DPD, keluarga telah menerima surat penahanan dengan status tersangka yang melekat pada Irman Gusman. Menurutnya, sidang etik juga tidak memerlukan surat penetapan tersangka dari KPK.
Oleh karena itu, mantan politikus Partai Amanat Nasional itu menilai penetapan tersangka oleh KPK sudah cukup menjadi dasar pemberian sanksi atas kode etik yang dilanggar.
"Etik tak mesti tertulis, kami anggap temuan dari media dan lain sebagainya. Jelas-jelas resmi disampaikan, gamblang oleh KPK, oleh ketua KPK, sudah cukup untuk jatuhkan sanksi kode etik," kata Fatwa.
KPK telah menetapkan Irman sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap izin impor gula. Dalam operasi tangkap tangan, KPK menyita uang Rp100 juta sebagai barang bukti dari kediaman Irman.
Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif, mengungkapkan uang suap Rp100 juta oleh KPK saat OTT diambil dari kamar pribadi Irman. KPK telah menetapkan dua tersangka lain dalam kasus dugaan suap impor gula ini.
POLITIK
Gerindra Menyesal Tolak Revisi UU KPK
KPK di bawah lima pimpinan saat ini dinilai tidak punya harapan.
Senin, 19 September 2016 | 13:35 WIB
Ketua DPD, Irman Gusman, di tangkap KPK. (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)
VIVA.co.id – Wakil
Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Gerindra,
Desmond Junaidi Mahesa, mengatakan bahwa Gerindra akan mengevaluasi
dukungannya terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), khususnya soal
revisi UU KPK pasca Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap Ketua
Dewan Perwakilan Daerah, Irman Gusman."Mungkin kami pikir-pikir akan berubah sikap juga. Kalau kemarin kami menentang ada perubahan UU KPK, ke depan kami akan ikut saja," kata Desmond saat dihubungi VIVA.co.id, Senin, 19 September 2016.
Ia mengatakan, sebelumnya saat banyak yang ingin mengubah UU KPK, Gerindra bertahan untuk tak ikut mendukung revisi. Sebab, saat itu Gerindra memiliki keyakinan KPK masih berada di jalan yang benar.
"Harapan ke depan KPK trigger mechanism dalam soal penegakan hukum. Agar Kejaksaan, Kepolisian memperbaiki diri. Bukan menjadi lembaga yang kesannya di atas lembaga hukum lain," kata Desmond.
Namun, harapannya itu kini pupus. Ia menilai lima komisioner KPK yang ada sekarang menunjukkan lembaga antirasuah itu tak lagi memiliki harapan. Ia merasa pesimistis lantaran KPK dianggap tak punya format yang jelas soal pencegahan dan pemberantasan korupsi.
"Kami (Komisi III) pasti undang KPK. Banyak hal tidak jelas, blue print cuma ngomong doang. Realitanya, perencanaan penegakan hukum tak jelas juga. Sasaran dalam rangka kebutuhan bangsa ini tak jelas. Asal saja," kata Desmond.
Ia mengatakan bahwa yang terjadi pada Irman Gusman sebenarnya bisa juga terjadi pada pejabat negara lainnya. Misalnya, ada yang datang bertamu ke rumah pejabat membawa uang dan kemudian ditangkap.
"Bahaya banget Republik ini kalau mainannya kayak gitu," katanya. (ase)
POLITIK
Irman Gusman Bisa Pilih Mundur atau Diberhentikan DPD
Irman diduga menerima suap Rp100 juta terkait izin impor gula.
Senin, 19 September 2016 | 12:05 WIB
Ketua DPD, Irman Gusman, di tangkap KPK. (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)
Menurut anggota DPD Gede Pasek Suardika, selain diberhentikan, Irman juga bisa memilih mundur dari jabatan karena telah ditetapkan menjadi tersangka oleh penegak hukum.
"Bahasanya (di Tata Tertib) diberhentikan kalau statusnya tersangka. Kalau beliau mundur lebih bagus lagi," kata Pasek kepada VIVA.co.id, Senin, 19 September 2016.
Meski begitu, untuk proses pemberhentian, tetap harus melalui Badan Kehormatan DPD. Rencananya, sidang Badan Kehormatan DPD akan digelar hari ini.
Setelah Badan Kehormatan memberi keputusan, maka nantinya akan dibawa ke Panitia Musyawarah, untuk ditetapkan di Sidang paripurna DPD.
Lalu siapa penggantinya? "Sementara otomatis wakil ketua yang mengambil (jadi Plt Ketua DPD)," jelas legislator daerah dari Bali itu. Biasanya, lanjut Pasek, wakil ketua tertua yang akan menjadi pelaksana tugas.
Sementara untuk mengisi kekosongan pada daerah pemilihan yang ditinggal Irman, harus ditunjuk dulu penggantinya, yakni nomor urut di bawah Irman pada daerah pemilihan Sumatera Barat. Setelah semua terpenuhi, baru digelar pemilihan ketua. Sehingga, tidak otomatis wakil ketua yang ada bisa langsung menjadi ketua DPD.
"Tetap akan dilakukan pemilihan lagi," ungkap Pasek.
Pada Peraturan Dewan Perwakilan Daerah RI Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib, di Pasal 67 ayat (1) huruf c, diatur bahwa Pimpinan DPD bisa diberhentikan dari jabatannya.
Pada ayat (2) pasal tersebut, Pimpinan DPD diberhentikan apabila meninggal dunia, tidak dapat melaksanakan tugas karena sakit atau tidak hadir dalam sidang tanpa keterangan selama tiga bulan berturut-turut. Selain itu, karena melanggar sumpah atau janji jabatan berdasarkan Keputusan Sidang paripurna setelah diperiksa Badan Kehormatan DPD.
Pada Pasal 69, dijelaskan mengenai tahapan pemberhentian Pimpinan DPD, harus melalui usul satu pertiga jumlah anggota yang terdiri atas paling sedikit separuh dari jumlah anggota di wilayah sama dengan Pimpinan DPD, dan disampaikan kepada Panitia Musyawarah untuk diagendakan dalam Sidang paripurna. Kemudian Sidang paripurna menugaskan Badan Kehormatan untuk melakukan penyelidikan dan verifikasi.
Selanjutnya di Pasal 94 ayat (5), dalam hal terbukti bahwa pimpinan dimaksud melakukan pelanggaran atau dinyatakan sebagai tersangka oleh pejabat penegak hukum, pimpinan dimaksud diberhentikan dari jabatannya.
KPK telah menetapkan Irman sebagai tersangka karena diduga menerima suap terkait izin impor gula. Dalam operasi tangkap tangan, KPK menyita Rp100 juta sebagai barang bukti dari kediaman Irman.
POLITIK
Politikus Gerindra Nilai Kasus Ketua DPD Ecek-ecek
KPK dinilai hanya berani ungkap kasus ecek-ecek, bukan kasus besar.
Senin, 19 September 2016 | 11:15 WIB
Irman Gusman di tangkap KPK (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)
"Ini trigger untuk bangkitkan kepercayaan masyarakat bahwa KPK masih eksis. Tapi yang disasar kesannya tak sesuai UU KPK atau apa yang disepakati KPK melakukan penyidikan kasus yang besar-besar. Ini yang ecek-ecek," kata Desmond saat dihubungi VIVA.co.id, Senin, 19 September 2016.
Ia mempersoalkan kasus-kasus korupsi yang besar dan berhubungan dengan penguasa justru tak disentuh KPK. Seolah KPK tak berdaya menangani kasus besar.
"Ini catatan KPK makin terpuruk. Harapan dan kenyataan berbanding terbalik. Apapun yang dilakukan KPK menjadi seakan selalu benar dan KPK sebagai pembawa kebenaran. Salah jadi benar, jadi hari ini kita jangan beda dengan KPK. Kalau beda maka dianggap salah. Tinggal ke depan KPK ini sesuai harapan kita atau tidak," kata Desmond.
Menurutnya, penangkapan Irman bagi KPK juga hanya menjadi lucu-lucuan saja, bahkan jadi mainan KPK. Seolah ini hanya jebakan karena ada sesuatu yang ia anggap tak wajar.
"Harusnya ada pencegahan. Irman pejabat negara ada wise, diingatkan. Marilah benahi agar hal kaya gini tak jadi tontonan," kata Desmond.
Sebelumnya, KPK menangkap tangan Ketua DPD, Irman Gusman di rumah dinasnya pada Sabtu, 17 September 2016.
Dalam operasi tangkap tangan (OTT) tersebut, KPK menyita barang bukti uang Rp100 juta, yang diketahui merupakan dugaan suap yang berkaitan dengan rekomendasi kuota distribusi gula impor oleh Perum Bulog ke CV Semesta Berjaya di Provinsi Sumatera Barat, untuk tahun 2016.
KPK juga telah menetapkan tiga tersangka, termasuk Irman Gusman. Dua tersangka lain pemberi suap adalah pasangan suami-istri, Xaveriandy Sutanto dan Memi. Xaveriandy merupakan Direktur Utama CV Semesta Berjaya. (ase)
POLITIK
Malam Ini, BK DPD Bahas Pemberhentian Irman Gusman
Irman harus berhenti jadi Ketua DPD, karena menjadi tersangka.
Senin, 19 September 2016 | 09:03 WIB
Irman Gusman. (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)
VIVA.co.id - Badan
Kehormatan Dewan Perwakilan Daerah (BK DPD) bergerak cepat, setelah
Ketua DPD Irman Gusman menjadi tersangka suap di Komisi Pemberantasan
Korupsi. Malam ini, mereka berencana membahas soal pemberhentian Irman
dari posisinya tersebut.
"Nanti malam, kami akan rapat pleno untuk itu," kata Ketua BK, AM Fatwa kepada VIVA.co.id, Senin 19 September 2016.
Fatwa menjelaskan bahwa malam ini agenda rapat hanya soal administrasi pemberhentian Irman. Menurutnya, langkah itu memang harus dilakukan oleh Badan Kehormatan.
"Menurut ketentuan, ya dia harus berhenti. Diberhentikan maksudnya. (Itu diatur dalam) MD3 (khususnya tentang tugas dan kewenangan DPR, DPD, dan DPRD) ya, tartib (tata tertib). Dipertegas dalam tartib DPD," kata Fatwa lagi.
Mantan politikus Partai Amanat Nasional itu mengemukakan bahwa seorang pimpinan DPD wajib berhenti jika menjadi tersangka.
"Ya, berhenti dari jabatan," lanjut dia.
Mengenai siapa pengganti Irman sebagai Ketua DPD, Fatwa menuturkan, nanti akan dipilih seorang anggota dari wilayah Barat, atau Sumatera.
"Dipilih satu orang, nanti yang terpilih itu dikocok lagi bersama dengan dua wakil ketua yang ada. Itu nanti terserah dari Sumatera, artinya anggota dari daerah tidak ikut campur," tuturnya.
Sementara itu, untuk pemberhentian Irman sebagai anggota DPD, tetap menunggu proses pidana, atau hukum. Apabila putusan sudah inkracht, Irman bisa diberhentikan.
"Itu nanti untuk keanggotaan masih lama, menunggu proses pidana. Masalah jabatan tidak menunggu masalah pidana. Ini masalah etika, ini kode etik," kata Fatwa. (asp)
"Nanti malam, kami akan rapat pleno untuk itu," kata Ketua BK, AM Fatwa kepada VIVA.co.id, Senin 19 September 2016.
Fatwa menjelaskan bahwa malam ini agenda rapat hanya soal administrasi pemberhentian Irman. Menurutnya, langkah itu memang harus dilakukan oleh Badan Kehormatan.
"Menurut ketentuan, ya dia harus berhenti. Diberhentikan maksudnya. (Itu diatur dalam) MD3 (khususnya tentang tugas dan kewenangan DPR, DPD, dan DPRD) ya, tartib (tata tertib). Dipertegas dalam tartib DPD," kata Fatwa lagi.
Mantan politikus Partai Amanat Nasional itu mengemukakan bahwa seorang pimpinan DPD wajib berhenti jika menjadi tersangka.
"Ya, berhenti dari jabatan," lanjut dia.
Mengenai siapa pengganti Irman sebagai Ketua DPD, Fatwa menuturkan, nanti akan dipilih seorang anggota dari wilayah Barat, atau Sumatera.
"Dipilih satu orang, nanti yang terpilih itu dikocok lagi bersama dengan dua wakil ketua yang ada. Itu nanti terserah dari Sumatera, artinya anggota dari daerah tidak ikut campur," tuturnya.
Sementara itu, untuk pemberhentian Irman sebagai anggota DPD, tetap menunggu proses pidana, atau hukum. Apabila putusan sudah inkracht, Irman bisa diberhentikan.
"Itu nanti untuk keanggotaan masih lama, menunggu proses pidana. Masalah jabatan tidak menunggu masalah pidana. Ini masalah etika, ini kode etik," kata Fatwa. (asp)
NASIONAL
Fahira Idris: Kasus Irman Gusman Murni Urusan Pribadi
"Kejadian ini pasti menjadi pelajaran dan evaluasi kami di DPD."
Senin, 19 September 2016 | 05:02 WIB
Irman Gusman ditangkap KPK. (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)
Apa yang terjadi dan dialami oleh Irman adalah murni persoalan pribadi dan tidak memiliki kaitan sama sekali dengan lembaga.
"Saya berharap publik memahami bahwa kasus yang menimpa Pak Irman Gusman, murni urusan pribadi, walau memang jabatan ketua DPD hal yang melekat pada diri beliau," kata Fahira Idris kepada VIVA.co.id, Minggu 18 September 2016.
DPD adalah lembaga negara yang tidak memiliki kewenangan soal budgeting, apalagi kewenangan terkait dengan pengurusan kuota gula impor yang diduga menyebabkan Irman dibekuk KPK, Sabtu malam.
Ia pun mengakui, kasus yang dialami Ketua DPD RI itu akan berdampak pada berkurangnya tingkat kepercayaan publik terhadap DPD RI. Kendati demikian, ia berharap masyarakat dapat memahami kasus yang menjerat Irman murni urusan perorangan.
"Kejadian ini pasti menjadi pelajaran dan evaluasi bagi kami di DPD baik secara pribadi-pribadi maupun secara institusi," katanya.
Ia berharap, masyarakat dapat menghormati proses hukum yang saat ini tengah dilakukan KPK terhadap dugaan korupsi yang dilakukan Irman Gusman. Hal ini diperlukan agar kasus yang mencederai lembaga senator Indonesia ini dapat terang benderang.
"Kita beri ruang dan waktu kepada KPK untuk bekerja secara profesional dan transparan dalam mengusut kasus ini," ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar